"Itu, apartemen yang ditawarin sama tante lo"
"Kalau di liat-liat bangunannya bagus juga," ungkap Felis terhadap kesan pertamanya ketika melihat tampak depan dari gedung apartemen.
"Bukan hanya itu, lokasinya strategis, dan harganya tergolong murah!"
Felis tidak menyangka jika Zain yang akan membuka topik ini lebih awal darinya. Mungkin karena Zain anak dari seseorang dengan kelas ekonomi keluarga yang menengah ke atas, jadi Felis tidak berharap jika Zain akan memedulikannya hingga sampai pada tahap ini, bahkan tertarik dengan penawaran Anggi.
"Loh, Felis? Zain?" seseorang berdiri beberapa meter dari posisi Felis dan Zain saat ini.
"Eh, lo Ghea?" Felis mendekati sosok Ghra tersebut.
"Ghea?" Zain mengulang pernyataan Felis dengan nada bingung.
"Wah, kalian lagi jalan-jalan berdua ya, eh tapi enggak nyangka bakal ketemu kalian secepet ini,"
"Ghe, kok lo mampir ke sini nggak bilang-bilang? Jahat bener, sih!" Felis bersikap layak biasanya ketika ia sedang bersama dengan Ghea, befitu juga dengan sikap Ghea ke Felis.
"Gue waktu itu udah ceritain ke lo, kalau gue bakal pindah kuliah ke jepang buat ikut tunangan gue, eh lo nya malah jawab o aja," Felis samar-samar teringat adegan yang sedang dibicarakan Ghea. Pikiran Felis saat itu sedang diusik oleh sesuatu, sehingga tidak mendengar terlalu jelas ucapan Ghea melalui telepon.
"Ha-ah? Apa?" Felis terkejut ketika Ghea mengucapkan kata 'tunangan' tadi.
"'Tunangan? Kapan, Ghe? Om Ferdi nggak ngasih kabar tuh ke gue?" Zain yang notabenenya masih memiliki hubungan darah dengan Ghea juba bingung dengan pernyataan Ghea barusan.
"Sumpah kalian berdua belum tau? Nih ya, Kak Husna aja udah tau. Masa lo nggak di bilangin sama dia?" Ghea tidak menduga jikalau Zain dan Felis kini seperti antisosial yang tidak mengetahui perkembangan berita di Indonesia.
"Haah, Kakak gue laknat emang," Zain sedikit merutuki Husna yang tidak pernah memberitahukannya terkain berita terbaru di Indonesia.
"Felis juga belum tau?" Ghea memastikan hal tersebut.
"Belum. Sumpah, Ghe gue syok dengernya!" Felis masih dengan wajahnya yang setengah percaya.
"Padahal nih, ya gue tunangannya bareng sama nikahannya Tante Anggi. Soalnya tunangan gue tuh ternyata adek dari suaminya Tante Anggi," Ghea menjelaskan dengan terus terang pada Felis.
"Hah? Tante Anggi udah nikah?" satu fakta tak terbantahkan kembali hadir membuat bingung benak Felis dalam sejenak.
"H-hah? E-eh, masa, masa lo nggak tau juga?" Ghea memastikan kepada Felis.
"Enggak tau, asli! Ya ampun baru gue tinggal belum nyampe satu tahun, udah ketiinggalan berita banyak banget! Gimana mau tujuh tahun? Jangan-jangan nanti Ghea udah jadi nenek-nenek," Felis diikuti pernyataan absurdnya pada Ghea kini muncul.
"Heh ngawur! Sumpah lis, lo ketinggalan banyak banget! Lo nggak tau kan kalau Riva pacaran sama Putra? Jangan-jangan reuni tanggal satu januari juga lo nggak tau? Guru olahraga serba A, yang wali kelas kita waktu kelas sepuluh juga udah meninggal. Sumpah selama di sini, lo bener-bener jadi ansos apa gimana, ya?" Ghea mengeluarkan unek-uneknya pada Felis, menambah rasa penasaran Felis terhadap berita yang ia lewatkan selama berada di Jepang.
"Eh sumpah, Ghe gue ketinggalan berita banyak banget. Ceritain gue semuanya. Se-mu-a-nya! Nggak boleh ada yang ketinggalan pokoknya!" Felis sangat tertarik untuk mendengar semua berita yang sudah ia lewatkan, dan meminta Ghea menceritakan hal itu padanya.
"Siap nyonya! Tapi enggak di sini juga kali!" Ghea tanpa ragu langsung menyetujui permintaan Felis.
"Eh, gue bawa lo ke kafe deket sini. Jus stroberi di sana paling enak deh!" Felis mengajak Ghea ke suatu tempat, lebih tepatnya itu adalah sebuah kafe favorit Felis di Jepang.
"Siap, yuk!" Ghea tergiur ketika mendengar kata jus stroberi keluar dari mulut Felis.
"Eh, terus nasib gue gimana, dong?" Zain bertanya pada Felis dan Ghea dengan bingung.
"Oh, Zain gue pinjem pacar lo dulu, ya! Nanti kalau ada cowok paka sweater maroon, bilangin kalau nomor kamarnya 506, sandinya tanggal tunangan gue sama dia. Makasih!" Ghea mengeluarkan pernyataan ngawurnya, kemudiian memberikan sebuah amanah pada Zain, dan menarik Felis untuk membawanya ke kafe tersebut, segera.
"Heh, lo tinggal di sini, Ghe? Eh--- sumpah, dasar cewek. Gue di tinggal seenaknya, di suruh sesenaknya,"
*****
Felis dan Ghea sepakat untuk membicarakan semuanya setelah pesanan mereka datang. Tidak lama, karena masing-masing dari mereka hanya memesan satu gelas jus stroberi.
"Jus stroberinya enak banget!" seru Ghea begitu jus tersebut membasahi kerongkongannya yang kering.
"Bener, kan! Eh yang tadi ceritain dong, ghe!" Felis menagih janji Ghea yang katanya akan menceritakan semuanya pada Felis.
"Nih, ya… semua di mulai waktu ada kompetisi basket antar fakultas di kampus gue. Pulangnya, waktu itu sekitar jam lima sore, sih. Nah waktu pulangnya, gue kan sendirian. Gue mau pesen ojek online, tapi hp gue lowbat. Terpaksa deh gue jalan kaki. Di tengah jalan, gue kepegat ada yang tawuran,"
"Terus terus?" Felis dibuat penasaran dengan kelanjutan dari kisah yang Ghea ceritakan.
"Nah gue waktu itu terusin mau puter balik. Yakali deket-deket orang tawuran yang lagi lempar-lemparan batu. Ngeri! Terus pas gue mau puter balik, ada batu rada gede, mau kena kepala gue. Gue waktu itu mau ngehindar tapi kayanya udah telat gitu. Nah tiba-tiba ada orang yang narik gue ke samping. Jadilah yang kena batu Cuma tangan gue. Untung bukan kepala gue…"
"Wah ceritanya ini pangeran melindungi putri dari panah nyasar!" Felis menarik kesimpulan secara sepihak atas apa yang telah dialami sahabatnya itu.
"Pangeran apanya! Cowok bawel kaya gitu, kok!" eajah Ghea sedikit bersemu ketika Felis mengibaratkan dirinya dan tunangannya bak seorang putrid an pangeran.
"Ehm, namanya siapa, Ghe?" Felis penasaran dengan indo lebih lanjut dari laki-laki yang notabenenya adalah tunangan Ghea tersebut.
"Ya makanya lo jangan komentar mulu, orang baru mau cerita juga…" Ghea mengutarakan setiap kata yang terpintas dari kepalanya.
"Iya, deh iya… terus gimana?" tanya Felis pada Ghea.
"Habis itu, dia langsung narik gue ke tempat aman. Dia juga nganterin gue pulang waktu gue bilang mau pulang jalan kaki. Waktu udah nyampe rumah, papa gue kaget karena gue di anter cowok. Tapi begitu denger penjelasan dia, papa malah berterima kasih sama dia, terus nanyain nama dan universitasnya dia. Ternyata namanya…" Ghea menggantung ucapannya.
"Namanya siapa??" tanya Felis dengan nada yang sedikit menyelidik.
"Namanya Arfa." Ghea menjawabnya dengan wajah sedikit tersipu.
"Ghea, Arfa…. Hmm, Ghearfa, haha cocok juga!" Felis mencoba untuk menggoda sahabatnya itu.
"Apaan, sih!" wajah Ghea kini sudah memerah sempurna akibat ulah mulut jail Felis tadi.
"Gue tau nih kayanya kelanjutannya," Felis menebak dengan nada yakin.
"Gimana, coba?" Ghea bertanya seolah-olah menantang Felis untuk segera mengatakan hal tersebut.
"Pasti entar-entarnya lo dijodohin. Pasti bokapnya Arfa kenal kan sama bokap lo! Terus pasti Arfa kakak tingkat kita-kita! Terus pasti lo tunangan sekitar bulan juni akhir sampe awal juli kan. Lo berarti besok jadi adek kelas gue juga, kan!" Felis mengutarakan segala pemikiran yang terlintas di pikirannya secara spontan.
"Haha, nyonya besar telah berevolusi menjadi peramal rupanyaa!" Gghea tidak menyangka jika tebakan Felis akan kelanjutan cerita asmaranya akan serratus persen benar.
"Logikanya gini yah," Ffelis berniat untuk mengutarakan alasan dari tebakan spontannya yang tepat.
"Eits, gue percaya sama logika lo. kalau lo lanjutin nyeritain logika lo bisa nyampe besok pagi!"
"Hehe, tau aja, lo!" Felis dan Ghea tertawa bersama akibat obrolan mereka yang sedikit melenveng dari topik awal.
"Selain itu ya, Guru olahraga kita tuh meninggal gara-gara kecelakaan. Ketabrak mobil di depan sekolah kita malem-malem pas ada yang ketinggalan katanya. terus penabraknya nggak tanggung jawab lagi! kaya tabrak lari gitu. Mana polisi langsung main tutup kasus aja! Pasti yang nabrak orang kaya, terus man sogok meyogok!"
"Ish, jangan negative thinking dulu, Ghe! Enggak baik!" Felis mengingatkan Ghea.
"Hehe, iya, iya! Oh iya, tanggal satu januari mau ada reuni, lis. Di sekolah, biasa. Reuninya bareng sama reuni kakel, yang satu angkatan sebelum kita,"
"Yang ada Kak Zidannya itu, bukan?" tanya Felis memastikan ingatannya.
"Yap! Bener banget! Gue jadi inget pas dia jadi komandan peleton yang cowok. Pesonanya, tolong!" Ghea menyeru dengan semangat.
"Inget tunangan, Ghea!" Felis menyadarkan Ghea dari ucapan semi lamunannya tadi.
"Hehe, Arfa tetep nomor satu kok, walau cogan lain nomor satu koma nol satu," dengan cengiran khasnya, Ghea mengeluarkan pernyataan pemikirannya secara spontan, mengakibatkan unsul kengawuran terkandung dengan kental di dalamnya.
"Hah? Bisa-bisanya lo ya! Ghea mah tetep nomor satu kalau masalah cogan!" Felis sedikit sudah menduga jawaban dari sahabatnya itu, membuatnya bertepuk tangan ketika mendengarnya langsung.
"Nah, lo harus ikut reunion pokoknya, Lis!" Ghea menyarankan yang terkesan memerintah Felis.
"Iya deh iya, gue bakal ikut reunian," Felis menyetujui usul Ghea. Kini, keputusannya untuk pulang ke Indonesia sudah bulat.
"Nah, sip kalau gitu! Zain jangan lupa diajak, ya!" Ghea mengingatkan Felis dengan nada setengah menggodanya.
"Enggak urus gue sama Zain," Felis mengutarakan pemikirannya yang ia ragukan sendiri.
"Yakin?" Ghea meragukan pernyataan Felis barusan.
"Ish udah lah! Yuk pulang?" ajak Felis pada Ghea, yang langsung disetujui oleh Ghea.
_________________________
Kyle_Keii