Hari sudah hampir gelap, tetapi keadaan kota Tokyo masih dan semakin ramai. Zain dan Husna kini berada di tujuan terakhir dari liburan singkat Husna di Jepang, Tokyo Tower. Tanpa mereka sadari, Zain dan Husna sudah menghabiskan total waktu hampir delapan jam untuk mengelilingi sebagian kota Tokyo.
Setelah selesai menemani Husna, Zain benar-benar ditraktir makan malam oleh kakaknya, juga diberi uang sisa kesepakatan mereka tadi. Zain kira, Husna akan berpura-pura lupa akan janjinya sepertii biasanya, maka dari itu Zain tadi meminta uang muka terlebih dahulu pada Husna. Namun siapa sangka Husna akan mengingatnya dan tidak mengingkari janjinya tadi.
"Udah malem, gue anter lo balik ke hotel!" putus Zain secara sepihak.
"Okey! Eh tumben banget adek gue nurut, baik lagi. Memang ya, uang adalah solusi dari setiap masalah gue sama Zain, haha!" Husna mencoba mengejek Zain tetapi ejekan tersebut tidak dihiraukan oleh Zain sendiri.
"Gue balik dulu. Kalau udah sampe di Indonesia besok, gue titip salam buat Bunda sama Ayah. Nih, semua cinderamata yang lo beli! Dah, makasih duitnya," Zain mengucapkan salam perpisahan yang singkat dan beruntun, kemudian berbalik, mulai melangkah menjauhi kamar hotel Husna.
"'Eh tunggu bentar, sukses buat ujiannya besok, Zain!" apa? Ujian? Zain benar-benar tidak menyangka jika Husna mengetahui hal itu, lantas, mengapa tadi kakaknya malah meminta Zain menemaninya?
"Sebenernya, gue tadi emang sengaja minta temenin lo keliling Tokyo. Gue juga sengaja minta cuti, buat ini. Yakali kalau gue bener-bener dapet liburan gue cuma sehari di Jepang? Gua sengaja biar lo nggak stres. Selama ini, setiap mau ujian, lo pasti push diri lo sebisa mungkin untuk kembali menghapal materi. Jadi ketika ujiannya, lo malah jadi down. Kalau gue ajak refreshing kaya gini, lo jadi seneng, kan? Gue tebak lo pasti juga belum sempet keliling Tokyo selama di Jepang! Baik banget kan gue jadi kakak?" Husna mengutarakan semua yang ada di dalam pikirannya setelah sekian lama ia pendam untuk belum memberitahukannya pada Zain.
"Terserah kata lo, deh! Gue ngantuk, mau tidur. Dah!" Zain menyembunyikan perasaan tertegunnya akan sikap Husna tadi dengan semakin berjalan menjauhi pintu kamar hotel Husna, sembari berpura-pura tak menghiraukan perkataan kakaknya tadi.
"Dadah adek kecil gue yang sekarang lagi malu-malu! Semangat buat ujiannya besok! Salam cinta dari kakak, muach!" Husna memberikan fly kiss pada Zain kemudian bergegas masuk ke kamar hotelnya tak lupa menutup pintu setelah itu.
*****
"Sebenernya, gue tadi emang sengaja minta temenin lo keliling Tokyo. Gue juga sengaja minta cuti, buat ini. Yakali kalau gue bener-bener dapet liburan gue cuma sehari di Jepang? Gua sengaja biar lo nggak stres. Selama ini, setiap mau ujian, lo pasti push diri lo sebisa mungkin untuk kembali menghapal materi. Jadi ketika ujiannya, lo malah jadi down. Kalau gue ajak refreshing kaya gini, lo jadi seneng, kan? Gue tebak lo pasti juga belum sempet keliling Tokyo selama di Jepang! Baik banget kan gue jadi kakak?"
Selama dalam perjalanan menuju apartemennya, kata-kata Husna terus terngiang di kepala Zain. Ia sangat-sangat tidak bisa menebak jalan pikiran Husna kini. Kakaknya, Husna selalu paling mengerti atas apa yang dipikirkan, dirasakan dan dialami Zain. Tetapi, Zain sangat sering tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Husna. Itu menjadi pertanyaan tersendiri dalam diri Zain.
Selain itu, Zain juga masih tidak habis pikir mengapa Husna melakukan hal sampai sejauh ini untuknya. Rela mengambil cuti yang nantinya pasti pekerjaan Husna akan berlipat ganda ketika sudah kembali bekerja di Indonesia, juga rela memberikan Zain uang saku tambahan yang tidak sedikit untuk menemaninya keliling Tokyo yang sebenernya ia rencanakan untuk Zain juga.
Padahal padahal, Zain tak merasa pernah melakukan sesuatu yang sangat berarti hanya demi Husna seorang. Zain malah sering melimpahkan kesalahan pada Husna ketika ia melakukan kesalahan sewaktu kecil. Sehingga, Husna yang harus menanggung amarah Bunda serta Ayah mereka karena ulah Zain. Setelah melihat ketulusan Husna pada dirinya, Zain menyesal karena dulu pernah melakukan hal-hal tidak baik pada Husna.
Pemikiran-pemikiran Zain seputar ia dan Husna, hubungan mereka, perlakuan kurang baik Zain pada Husna, ketulusan Husna pada Zain, semua itu tidak kunjung berakhir. Zain bahkan tidak menyadari bahwa dirinya kini sudah berada di depan pintu apartemennya.
Zain merogoh saku celananya, mencari kehadiran sebuah kunci apartemen di sana. Setelah kunci itu terperangkap dalam genggaman tangan Zain, pemuda itu lantas menancapkannya di lubang kunci, kemudian memutarnya perlahan. Zain menekan knop dan mendorong pntu yang menimbulkan suara decitan kecil akibar pergesekan pintu tersebut dengan lantai.
Zain kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari kuman, bakteri, maupun virus yang menempel padanya selama aktivitasnya berjalan seharian ini. Setelah selesai membersihkan dirinya, Zain tampak lebih fresh dari sebelumnya. Kemudian Zain menuju dekat Kasur dan tidak menemukan kehadiran Felis sama sekali di sana.
Daripada menahan rasa penasarannya, Zain memilih menghubungi Felis melalui perantara ponsel. Zain bertanya pada Felis, "Kunci apartemen lo udah ketemu, kan?" tanyanya. Kemudian Zain hendak mengambil sebuah buku ringkasan materi ujian, tetapi ia melihat sebuah buku yang agak asing bertengger di meja belajarnya. Pada sampul buku itu tertera dengan huruf romanji nama pemiliknya. Arain Felissia Kyla.
'Drrt drrt' posel Zain bergetar, menandakan adanya sebuah notifikasi di sana. Ternyata balasan pesan dari Felis. Zain belum membukanya. Walau Zain belum membukanya, seidaknya dengan hadirnya notifikasi balasan pesan dari Felis, itu menandakan bahwa gadis tersebut belum terlelap ke alam bawah sadar. Maka dari itu, Zain bergegas menuju apartemen Felis untuk mengantarkan buku Felis yang tertinggal di apartemennya.
'Tok tok tok' Zain mengetuk pintu apartemen Felis beberapa kali, kemudian menunggu gadis itu datang dan membukakan pntu apartemennya. Tidak terlalu lama, sekitar setengah menit Zain berdiri di depan apartemen Felis sebelum pintu itu terbuka dan menampilkan Felis yang sudah berpiyama dengan wajah bingungnya akan kedatangan Zain ke apartemen Felis.
"Buku lo ketinggalan," Zain menyodorkan buku milik Felis yang tertinggal tanpa basa basi sebelumnya terlebih dahulu.
"Oh iya, makasih…. Pantesan gue cari daritadi enggak ketemu…" Ffelis menerima buku catatannya dari sodoran tangan Zain dengan perasaan lega karena buku catatannya ternyata tidaklah hilang.
"Sama-sama. Kalau gitu, gue langsungan," Zain mengucapkan kata-kata yang bertujuan untuk salam perpisahan sementara dengan Felis yang dibalas anggukan beberapa kali olehnya.
Felis menatap punggung Zain yang semakin menjauh, tidak terlihat lagi akibat Zain yang sudah masuk ke apartemennya. Setelah itu, Felis juga masuk menuju apartemennya sendiri, tidak lupa untuk menutup pintu.
Sembari berjalan ke arah meja belajarnya, Felis sedikit bingung mengapa akhir-akhir ini dia mendadak berubah menjadi pribadi yang amat ceroboh. Felis secara tidak sengaja menjatuhkan kunci apartemennya di mini market, dan secara tidak sengaja juga Felis meninggalkan buku catatannya di meja belajar Zain.
Apakah ini disebabkan karena Felis gugup akan ujian yang akan ia lalui esok hari? Ataukah Felis sedikit kepikiran akan keluarganya di Indonesia dan mencemaskan mereka tingga terbawa sedemikian hingga? Ataukah ada beberapa hal yang terus mengganggu dan mengusik konsentrasi dan pikiran Felis sehingga gadis itu mendadak berubah menjadi seorang penceroboh akhir-akhir ini?
Felis sendiri sebenernya masih sedikit bingung. Tetapi ia memilih untuk tak berlarut-larut dalam kebingungannya. Felis segera membuka buku catatannya yang baru saja diantarkan Zain padanya, danmengulang materi yang ia ringkas dan tulis di dalamnya.
Setelah cukup lama Felis membaca dan mengulang materi, ia memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya mengingat esok hari Felis harus menjalani pertempuran terakhir, terberat, dan yang paling berperan besar dalam menentukan masa depan Felis dalam menempuh pendidikan perkuliahan di Jepang.
Felis tak boleh membiarkan tubuhnya tidak penuh energy saat pergi bertempur besok. Ia harus memastikan tubuh serta pikirannya dalam kondisi prima untuk menghadang, menangkis, bahkan menyelesaikan pertempuran dengan penuh kemenangan.
Tak berbeda juga dengan Zain. Pemuda itu, kini tersadar bahwa terlalu membebani diri pada detik-detik sebelum ujian dapat memberikan dampak yang cukup buruk baik bagi tubuh dan pikirannya untuk menyelesaikan pertempurannya dengan soal. Ia sadar setelah Husna berucap demikian padanya tadi.
Sebelum tidur, Zain berniat untuk mengirim sebuah pesan singkat kepada Husna yang berisi ucapan terima kasih karena sudah menyadarkan Zain dari kesalahan metode belajarnya selama ini. Tanpa menunggu jawaban dari husna, Zain segera memasukkan ponselnya dalam mode jangan ganggu, mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur, serta menyetel alarm sedikit lebih pagi dari biasanya.
Felis dan Zain kini memiliki sebuah harapan yang sama. Mereka ingin ketika terbangun dari tidur esok hari, tubuh dan pikiran masing-masing bisa berada dalam kondisi terbaiknya. Selain itu, mereka berdua juga berharap akan kelancaran ujian esok hari, dan kemenangan akannya sehingga mereka berdua bisa menempuh perkuliahan di Jepang dengan berkuliah di University of Tokyo.
Semoga saja, pikiran-pikiran yang mengganggu Felis dan Zain sebelum tidur tadi sirna ketika mereka sadar dari alam mimpinya. Semoga saja, ketika terbangun nanti, tubuh dan pikiran mereka bisa dalam kondisi yang paling baik, setelah menempuh H-1 ujian dengan cara yang berbeda, tekanan yang berbeda, juga dengan orang yang berbeda pula. Semoga.
___________________________
Kyle_Keii