Dingin yang menyeruak mulai menghangat. Semburat sinar dari timur menelasap masuk, menggantikan peran rembulan untuk menerangi hari. Memancarkan suasana yang semangat dan ceria untuk mengawali hari. Insan yang berada dalam lelapnya tidur, satu per satu tergugah untuk segera mengaktifkan gerak tubuh mereka, memulai aktivitas seperti hari biasanya.
Ketika jarum panjang tepat di pertengahan angka dua belas, alarm milik Zain berdering. Dengan segera, empunya memadamkan bunyi yang memekakkan telinga itu. Ia terbangun dan merasa beberapa bagian tubuhnya dihinggapi rasa pegal. Lehernya kaku, dan tangan kanannya kebas karena ia gunakan untuk bantal kepalanya semalaman.
Zain melakukan peregangan kecil, kemudian reflex menuang air dari teko ke satu gelas kaca miliknya. Ia menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya, serta menggosok gigi. Ketika hendak mengganti pakaiannya di samping kasur, ia teringat bahwa Felis semalam tidur di apartemennya karena beberapa alasan. Zain mengurungkan niatnya dan memilih untuk mengganti pakaiannya di kamar mandi.
Setelah itu, Zain meraba dahi dan pipi Felis untuk mengecek suhu tubuhnya, mengingat semalam Felis terserang demam. Zain menghela napasnya pelan kemudian bergumam, "Untunglah udah turun." Setelah itu Zain memilih untuk tidak membangunkan Felis dan melanjutkan aktivitas kesehariannya.
Tinggal di luar negeri tanpa sanak saudara adalah sebuah tantangan tersendiri bagi Zain, begitu juga Felis. Mereka benar-benar dituntut untuk mandiri. Terlebih mereka masih memiliki tekanan dalam hal pendidikan. Proses adaptasi yang mereka hadapi tidaklah mudah. Mengingat system pendidikan dan adat masyarakat Jepang memiliki perbedaan yang sangat besar dengan Indonesia.
Mereka bahkan tidak bisa menghubungi kedua orang tua mereka secara rutin dan berkala. Hal itu disebabkan beberapa factor termasuk perbedaan zona waktu Indonesia dan Jepang. Jepang dan Indonesia memiliki selisih waktu kurang lebih dua jam lamanya. Memang tidak terlalu jauh, tetapi itu sangat berefek bagi mereka.
*****
"Engh," Felis melenguh kemudian mengusap wajahnya gusar. Terduduk di tempat tidur dan melakukan peregangan kecil. Felis kemudian mengerjapkan matanya dan menyadari bahwa ia tidak sedang berada di apartemennya. Mulanya, Felis sangat kebingungan akan hal itu. tetapi kemudian ingatan akan seluruh peristiwa yang terjadi malam tadi terlintas di kepala Felis.
Felis kemudian dengan segera turun dari tempat tidur Zain dan melipatkan selimutnya. Setelah itu, Felis bergegas untuk membasuh wajahnya dengan air, serta sedikit berkumur. Felis kemudian menghampiri ransel hitamnya, dan mengambil ponsel yang terletak di bagian dalam ransel.
Felis terduduk di lantai sembari menyenderkan punggungnya di bagian samping Kasur Zain, dan memainkan telepon genggamnya cukup lama. Setelah itu, ia mengelilingi apartemen Zain tetapi tak kunjung menemukan kehadiran sosok pemuda itu. felis menyudahi percariannya, kemudian kembali pada aktivitasnya semula.
Sejenak, Felis melupakan masalah kunci apartemennya. Kemudian ia mengambil sebuah buku dan membacanya dengan khidmat. Felis kembali mengingat materi yang telah ia pelajari, karena besok adalah waktu untuk tes masuk ke salah satu perguruan tinggi terbaik di Jepang, University of Tokyo. Terlebih ini adalah tes masuk universitas yang diadakan paling akhir daripada universitas yang lain. Sebelumnya, Felis sudah menjalani beberapa tes masuk universitas di Jepang untuk berjaga-jaga jika ia tidak mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di University of Tokyo.
Felis terlalu focus pada buku yang dibacanya, sampai-sampai Felis tidak menyadari kehadiran Zain yang hanya berjarak sekitar tiga meter dari posisi Felis saat ini. Zain kemudian menempelkan satu botol jus stroberi dingin pada pipi Felis, mengakibatkan gadis itu hampir menjatuhkan ponselnya karena terkejut.
"Ash, dingin tau!" Felis sedikit berseriak ketika Zain menempelkan botol itu ke pipinya.
"Mau enggak?" tanya Zain setelah melihat respon Felis selama beberapa detik.
"Eh, mau-mau," Felis dengan segera menyambar botol itu dari tangan Zain, membuta segel tutupnya kemudian meminumnya perlahan.
"Eh, oh iya, maaf semalem jadi ngerepotin. Makasih juga buat jusnya,"ujar Ffelis ketika teringat alasan mengapa ia bisa terbangun di apartemen milik Zain.
"Hm." Zain hanya berdehem singkat sambil terus meneguk jus stroberi miliknya.
"Oh iya, gue mau ngehubungin pemilik apartemen buat pinjem kunci cadangan dulu," ujar Felis spontan, kemudian mengotak asyik ponselnya.
"Emang tau nomornya?" tanya Zain. Felis teringat jika ia bahkan tidak tahu nomor telepon pemilik apartemen. Eaut wajahnya berubah sedikit panic.
"Oh iya, gue nggak tahu. Lagipula jam segini pasti dia lagi sibuk kerja, ya? Nanti aja deh sekitar jam makan siang, sekalian buat janji temu. Ngomong-ngomong lo punya nomornya nggak?" Felis membalikkan pertanyaan Zain pada dirinya sendiri.
"Ada, udah gue kirim ke lo," jawab Zain santai.
"Wah, makasih banget! Kok lo bisa ada nomornya, sih?" tanya Felis ketika rasa putus asa sementaranya sirna seketika.
"Ponsel gue kan ajaib," ujar Zain sembarang.
"Heleh." Felis menanggapinya dengan membuang napas super meremehkan.
"Nggak percaya?" tanya Zain pada Felis.
"Emang enggak, wle!" Felis menjulurkan lidah pada pemuda itu dengan niat mengejek.
"Ya udah, gue Tarik pesan nih, ya?" Zain mengancam Felis.
"Eh jangan, dong… percaya-percaya." Final Felis. Ia tak mau jika berttengkar sungguhan dengan Zain hanya karena hal kecil itu.
"Percayanya maksa." Zain tidak mau kalah.
"Emang ada ponsel ajaib?" tanya Felis dengan nada menantang.
"Ada, ponsel gue nih, dateng dari masa depan, di anterin doraemon!" jawab Zain dengan nada setengah mengacuhkan.
"Halah dulu aja ujian logaritma pertama lo remed!" Felis mengungkit kembali pasal hal yang benar-benar terjadi saat SMA dulu.
"Apa hubungannya?" tanya Zain tak terima.
"Masa lalu kelam lo kan itu!" Felis benar-benar mengejek Zain habis-habisan. Zain menghela napas pelan.
"Daripada lo yang lupa rumus ABC pas presentasi. Di depan satu angkatan, lagi! kan malu-maluin," balas Zain sembari mengambil pose mengejek dan menujukannya pada Felis.
"Eh lo bisa inget?" tanya Felis mengingat itu adalah salah satu peristiwa yang tidak dapat ia lupakan kehadirannya.
"Ni, gue ada videonya. Mau liat?" tanya Zain, kemudian menyodorkan ponselnya pada Felis.
"Ehehe, maaf deh. Enggak mau-engga mau. Ternyata masa lalu gue jauh lebih kelam!" seru Felis mengalah. Ia benar-benar sangat malu jika diingatkan lagi tentang masalah itu.
"Sejarah kelam masa SMA!" sarkas Zain.
"Mau disangkal juga tetep aja bener," Felis hanya mengiyakan. Ia tahu bahwa tidak akan menang jika berdebat dengan Zain.
"Iyalah. Kan enggak cewek selalu benar, yang ada cewek yang merasa selalu benar!" Zain mengucapkan dengan nada meremehkan.
"Eh, lo ati-ati loh, Zain kalau lo ngomong kaya gitu depan cewek lain bisa-bisa kena gampar!" ancaman Felis itu tidak berefek apapun pada Zain. Zain mengacuhkannya dan mengetikkan sesuatu pada ponselnya.
Setelah apa yang ia cari di penelusuran menemukan jawabannya, Zain ingin menunjukkannya kepada Felis. Namun ketika itu, tiba-tiba ponsel Felis bordering, menampilkan nama seseorang yang tidak asing bagi Felis. Tante Anggi.
Mulanya, Felis sedikit bingung karena tidak biasanya Tante Anggi akan menghubunginya terlebih dahulu, terutama di jam kerja dan melalui telepon. Tetapi, Felis menepis dahulu semua itu dalam beberapa detik, kemudian mengangkat telepon dari Tante Anggi tadi.
"Halo, Tan?" sapa Felis terlebih dahulu.
"Eh, Felis nant sekitar jam dua, kamu ada kegiatan apa?" tanya Tante Anggi.
"Enggak ada sih, Tan. Memangnya kenapa?" tanya Felis balik.
"Oh itu, kamu bisa ke kafe yang ada di seberang apartemen Tante, nggak? Sekitar jam dua siang nanti," tanya Tante Anggi pada Felis.
"Oh, bisa Tan, bisa." Jawab Felis tanpa ragu.
"Okey, kalau gitu kita nanti ketemuan di sana, ya! Nanti Tante bakalan kasih kamu sesuatu, deh!" ujar Tante Anggi sok misterius.
"Kasih apa Tan?" tanya Felis penasaran.
"Ada, deh. Pokoknya nanti bakal jadi kejutan, deh," jawabnya.
"Okey siap deh Tan kalau gitu." Felis meyakini ucapan Tante Anggi dengan mudahnya, mengingat Tante Anggi sudah banyak membantunya, terutama dalam proses adaptasi lingkungan.
"Hehe, kalau gitu teleponnya Tante tutp dulu. Sampai ketemu nanti, Felis!" ujar Ttante Anggi sebagai salam perpisahan sementara.
"Sampai ketemu nanti, Tan. Di tunggu kejutannya," ujar Felis kemudian memadamkan sambungan teleponnya dengan ponsel milik Tante Anggi.
Felis kemudian tetap menatap layar ponsel untuk beberapa lama, mengabaikan beberapa hal di sekitarnya. Setelah itu mengambil kembali buku yang tadi ia baca, dan tenggelam menuju kefokusan penuh saat membacanya.
Halaman demi halaman, lembar demi lembar, sudah kembali Felis pahami dan pelajari. Ia benar-benar berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat masuk ke University of Tokyo. Setelah satu buku itu habis Felis baca, Felis meregangkan tubuhnya sejenak dan melihat sosok Zain yang sedang sibuk mencatat sesuatu.
Felis mengambil buku lain dari ranselnya dan kembali tenggelam dalam kefokusan penuh. Selama prosesnya dalam mengingat materi kala itu, Felis terus merapalkan doa. Ia ingin ujian besok berlangsung dengan lancar. Felis juga ingin jika ia bisa mengerjakan soal ujian besok dengan jawaban benar. Dan yang paling utama, Felis ingin menjadi salah satu kandidat calon mahasiswa di University of Tokyo yang lolos pada seleksi pertama.
Walau ada sebuah hal yang Felis lupakan saat ini. Kunci apartemennya. Tetapi setiap mengingatnya, Felis juga berdoa semoga kunci apartemennya lekas ditemukan. Ia sungguh masih mersa agak sungkan jika harus merepotkan Zain sepeti ini. Karena menurutnya, Zain sudah sangat banyak menolong Felis selama ini.
_____________________________
Kyle_Keii