Chereads / Felis's Rain / Chapter 13 - 12#~Syok

Chapter 13 - 12#~Syok

"Print out e-mail konfirmasi registrasi ulang, formulir pendaftaran, pasfoto, fotokopi ijasah, fotokopi rapor, udah semua. Berarti tinggal surat rekomendasi aja, kan. Nanti gue udah janjian sama Pak Adit juga udah buat janji. Sip, tinggal mantepin tekad sama hati aja, sih" Felis bermonolog denngan dirinya sendiri.

Felis menghela napas beberapa kali. Ia tak menyangka berhasil mengambil keputusan ini. Dalam seminggu terakhir bahkan ia sudah berhasil mengumpulkan berkas-berkas yang ia perlukan.

Felis sudah mempertimbangkannya cukup lama. Setelah ia akhirnya menyadari, betapa tidak mudahnya kedua orangtua membesarkan Felis. Ia sudah cukup menjadi beban bagi keluarga ini. Jadi, Felis berencana untuk kuliah di luar negeri, agar tidak terlalu menyusahkan.

Ia juga masih sadar dan ingat betul akan alasan yang sempat membuatnya ragu untuk mengambil keputusan ini. Penyakit yang dimiliki Lia. Maka dari itu, dimulai sejak setelah wisuda SMA, Felis mengeluarkan semua tabungannya sejak SD kelas 5, dan menghitungnya.

Ternyata selama ini tabungannya sudah memenuhi lebih dari lima botol bekas. Walau isinya kebanyakan uang receh, sekitar seribu rupiah paling sedikit, dan dua puluh ribu rupah paling banyak.

Untuk menghitungnya ia menghabiskan waktu beberapa jam. Hingga akhirnya ia sangat terkejut setelah menghitung keseluruhan tabungannya. Tabungan hasil uang sakunya yang sengaja tidak ia belanjakan sewaktu di sekolah, uang pembinaan hasil dari lomba yang hanya ia dapatkan kurang dari seperempat dari jumlah aslinya karena sisanya ia berikan kepada kedua orangtuanya, uang pemberian saudaranya ketika hari raya yang juga sudah ia berikan beberapa bagian pada Lia dan Rafi, dengan tulus.

Ia sungguh sangat menerapkan pola hidup hemat dalam beberapa tahun belakangan ini. Bukan beberapa tahun saja, terhitung sudah delapan tahun ia menabung. Tadinya ia hanya ingin pergi keluar negeri bersama keluarganya untuk bersenang-senang. Namun semenjak masuk SMP ia menemukan mimpinya untuk kuliah di luar negeri yang tidak dibantah oleh kedua orangtuanya dengan syarat ia harus mendapatkan beasiswa akan itu mengingat kecerdasan Felis yang di atas rata-rata.

Jadi, ketika ia sudah membulatkan tekadnya juga menimbang hasil tabungannya, Felis membuat beberapa keputusan. Pertama, Felis akan ikut seleksi mendaftar untuk kuliah di Jepang, mengingat Tante Anggi juga sedang dalam proyek lima tahunnya di sana, kedua Felis akan mengalokasikan tabungannya untuk membayar asisten rumah tangga demi meringankan beban Lia dan keluarganya menimbang Felis juga sudah mendapatkan fasilitas biaya hidup selama di jepang oleh lembaga penyelenggara beasiswanya.

Itupun kalau Felis lolos seleksi.

Felis sudah mengutarakan niatnya pada Ghea, ia menceritakannya dengan sangat mendetail. Termasuk kekhawatirannya akan tidak lolos seleksi untuk mendapatkan beasiswa penuh.

Namun, Ghea malah berkata, "Gini loh Felis sayang, secara nilai minimum rata-rata rapot dari kelas sepuluh sampai kelas sebelasnya kan 84, sedangkan nilai rata-rata rapot lo kan hampir sempurna, semuanya cuma minus satu dua angka, paling banyak ya kurang lima poin, lah dari seratus. Jadi lo nggak usah insecure, okey. Menurut gue, lo udah pasti lolos seleksi tahap pertama. Untuk ujian tertulisnya, bisa lah lo….. Pinter gini udah enggak usah insecure. Entar waktu mau ngumpulin berkas-berkasnya gue bantu deh, secara gue udah di terima di sini juga. Jadi udah nyantai," ujarnya panjang lebar.

Hal itu menjadi motivasi tersendiri dalam diri Felis. Tujuh tahun akan ia tempuh di negeri sakura, semoga keadaan di sini baik-baik saja.

*****

"Gimana, lis? Udah siap semua, kan berkasnya?" tanya Ghea langsung ketika ia melihat Felis seperti sedang mengecek ulang berkas-berkas yang dibawanya dan dijadikan satu dalam sebuah map cokelat.

"Yang di butuhin Cuma fotokopi rapor, fotokopi ijasah, print out konfimasi e-mail, formulir pendaftaran udah. Waktu itu kan gue ke fotokopiannya bareng lo…. Terus pasfoto udah juga, tinggal surat referee akademiknya, minta ke Pak Adit. Saru lagi sama Dokter Irfan nanti, lo jadi nganterin ke rs kan?"

"Tenang aja, gue bakal anterin kok!" seru Ghea semangat.

"Sip deh. Yuk ke ruang kepsek. Udah jamnya nih," ajak Felis.

"Okey"

Felis dan Ghea kini berjalan menuju ruang kepala sekolah. Felis mengetuk pintu ruangan kepala sekolah terlebih dahuu. Setelah mendengar izin masuk, ia membukanya dan masuk ke ruangan yetlebih dahulu, yang disusul dengan Ghea.

"Ini, sudah selesai," ujar Pak Adit setelah beberapa menit membisu, tenggelam dalam kefokusan membuat surat rekomendasi untuk Felis.

"Terima kasih, Pak!" Felis mengambil surat yang disodorkan Pak Adit padanya, dengan perasaan berbunga-bunga.

"Iya, sama-sama. Nak Ghea juga mau minta surat referee akademik atau ada keperluan lain?" tanya Pak Adit pada Ghea.

"Oh enggak kok pak, saya hanya menemani Felis saja" Ghea menepuk pelan bahu Felis dengan tatapan mencoba meyakinkan Pak Adit.

"Oh gitu, ya sudah." Pak Adit tidak berniat melanjutkan topik.

��Kami duluan Pak, permisi!" seru Ghea, ceria namun sopan dengan segera sebelum kecanggungan dalam ruangan hadir.

"Ya." Jawab Pak Adit singkat.

*****

Felis dan Ghea mengendarai sepeda masing-masing membelakangi arah terbitnya matahari. Mereka berdua berniat menuju Rumah Sakit Cahya Aruna. Sembari menjenguk Farrel, Ghea dan Felis juga ingin meminta surat rekomendasi dari Dokter Irfan.

Dokter Irfan adalah dokter yang biasa memeriksa kondisi Farrel secara berkala. Setiap hari pemeriksaan Farrel, pasti hanya Felis yang datang, walau kadang Viko dan Ghea ikut menemani. Ia juga sudah hapal dengan kebiasaan Felis yang sering belajar di ruangan Farrel.

Suatu ketika, ia mendengar Felis sedang menghapal struktur anatomi manusia yang tidak seharusnya ia pelajari dalam jenjang SMA. Karena tertarik, Dokter Irfan mulai bertanya pada Felis.

Hanya pertanyaan kecil seperti, "Yang sedang kamu hapalkan itu bukan materi SMA, kan?" Felis kemudian menceritakan tentang cita-citanya untuk kuliah dengan jurusan kedokteran di luar negeri. Karena itu ia mulai memelajari dasar-dasar ilmu kedokteran, setidaknya seperti anatomi manusia secara detail.

Setelah itu, Felis perlahan-lahan mulai terbuka dengan Dokter Irfan. Terlebih ternyata dia adalah salah satu alumni mahasiswa kedokteran di Jepang.

Dengan begitu otomatis interaksi Felis dengan Dokter Irfan semakin banyak, karena ada banyak hal yang Felis ingin ketahui seputar pegalaman Dokter Irfan selama di Jepang, ataupun beberapa kosakata bahasa jepang ia tanyakan.

Ketika Felis menekan knop dan mendorong pintu ruang rawat inap VIP nomor 107, di dalamnya ia tak lagi melihat tubuh Farrel di atas brankar, bahkan ruangan itu sekarang kosong melompong. Tak ada nakas, brankar, sofa, ataupun perabot lainnya. Ia sangat syok, begitu juga dengan Ghea. Berbagai spekulasi negatif mulai berdatangan ke kepala Felis.

Farrel kemana?? Dia enggak pergi, kan? belum, kan?

Tidak, ia menangis lagi. Tuhan, semoga saja keadaan Farrel sekarang baik-baik saja, dan tak seperti apa yang sedang Felis spekulasikan kini.

____________

Kyle_Keii