Saat ini, Felis sedang menuju parkiran sepeda, mengingat hujan sudah agak reda. Eh tapi tunggu... Netranya menangkap sesuatu yang kelihatannya agak tidak asing.
'Itu kan kakak yang kemarin ngasih aku obat merah!' batinnya.
______________________________
"Em, permisi, kak... Kemarin, kakak bukan, ya yang ngasih saya obat merah, plester, sama kapas?" tanya Felis pada laki-laki itu. Dia hanya menatap Felis heran.
"Kak? Kita kan sekelas." jawabnya. Felis tertegun. Tiba-tiba, rasa malu menyelimuti dirinya.
"Eh iya? Maaf kak! Eh maksudnya..." jawabnya, sedikit menunduk.
"Haha segitunya lo pengen jadi adek kelas gue," ujarnya, sembari sedikit terkikik.
"Ya kan gue nggak tau... Ish jangan ketawa, dong... Ini gue mau ngembaliin sisa obat merahnya" kata Felis, sopan walau masih malu.
"Oke, makasih, btw gue duluan, ya!"
Felis hanya menjawabnya dengan anggukan. Setelah itu, Felis juga beranjak dari parkiran sekolahnya. Ia berniat untuk menjenguk Farrel hari ini. Oh ngomong-ngomong Farrel, Felis kiini sudah berhasil memperbanyak interaksi dengannya. Juga mengurangi sisi introvert Felis di sekolah.
*****
Pukul 5 sore. Tepat ketika Felis sampai di rumahnya. Rumah sederhana nan asri. Walau sertifikatnya belum berada di tangan ayah Felis sepenuhnya.
"Felis, mama mau minta tolong sama kamu," ujar Lia ketika Felis duduk di ruang utama.
"Minta tolong apa, ma?" tanya Felis balik.
"Kamu tau kan, kalau pekerjaan ayahmu yang sekarang belum mencukupi untuk hidup kita berlima. Masa iya kita ngerepotin Tante Anggi terus?"
"Iya ma, Felis tau" jawab Felis.
"Nah maka dari itu, kamu mau nggak bantuin mama jualan sepulang sekolah?"
"Jualan apa, ma?"
"Mama ada rencana mau jualan Thai Tea yang lagi naik daun itu, lho!" jawab Lia semangat.
"Owh... Iya deh, ma, Felis mau..."
"Oke, tapi ini baru rencana mama loh, ya!" Felis hanya membalasnya dengan anggukan.
Setelah itu, Felis menuju ke kamar sembari meletakkan tasnya di dekat meja belajar.
*****
Seperti biasa, Felis datang di pagi hari dengan mengendarai sepeda. Cahaya silau dari sela ventilasi sedikit menyilaukannya di dalam kelas.
Namun, ia tetap melanjutkan aktivitasnya semula. Mengutak-atik salah satu aplikasi dalam telepon genggamnya.
Bukan, bukan telepon genggam merk terkenal masa itu. Hanya sebuah produk keluaran China yang berspesifikasi tidak terlalu tinggi.
"Ampun, Zayn ganteng banget!" seru Felis spontan ketika melihat sebuah postingan salah satu dari artis favoritnya.
"Zain? Yang sekelas sama kita maksud lo?" tanya Ghea, yang ternyata juga sudah datang.
"Hah? Kok sekelas sama kita?" Felis terheran-heran.
"Lah iya kan?" Ghea mencoba meyakinkan.
"Masa sih? Bukannya dia udah lulus kuliah, ya?"
"Hah? Nah itu tuh orangnya... Eh Zain, lo udah lulus kuliah?" Panggil Ghea pada seorang lelaki hang baru saja masuk ke ruang kelas.
Sang lelaki hanya menautkan alisnya, tanda bingung. Sejak kapan gue lulus kuliah? Batinnya. Zain menghampiri mereka berdua.
"Oh, adek kelas gue nih!" Ujarnya pada Felis, mengungkit kembali hal yang kemarin terjadi.
Felis langsung memalingkan wajah malunya. Jujur, ia masih sangat malu karena kejadian kemarin.
"Kok muka lo merah, lis? Jangan-jangan--"
"Nggak ada jangan-jangan an! Maksud gue tadi Zayn Malik, Ghe! Udah lah, gue mau ke toilet!" Potong Felis sedikit menaikkan volume suaranya dan langsung meninggalkan mereka berdua.
Zain hanya cekikikan, sedangkan Ghea masih cengo atas apa yang terjadi.
*****
"Selamat pagi anak-anak!"
"Pagi pak!"
"Perkenalkan saya wali kelas kalian. Maaf jika di hari sebelumnya saya belum bisa hadir karena ada urusan pribadi!"
"Nama saya Agus Arif Anggara biasa dipanggil Pak guru olahraga," ujarnya, yang di sahut gelak tawa sekelas.
"Jangan salahkan saya juga kalau waktu penilaian harian kunci jawabannya banyak yang A karena nama saya unsur A nya paling banyak!" Sambungnya lagi. Gelak tawa kembali terdengar.
"Wah... Tapi kok bapak pakai kacamata?" Ceplos seorang murid laki-laki.
"Lah apa hubungannya?" Tanyanya
"Kan tandanya bapak kekurangan vitamin A" tawa sekelas terdengar lagi. Mengundang rasa jengkel Pak Agus.
"Aah sudah-sudah! Kamu, siapa nama kamu?!" Ujarnya, mengheningkan tawa.
"Putra pak!" Ujar seseorang di sebelahnya.
"Asem lo ki!" Bisiknya pada Riski, yang menyebut namanya tadi.
"Kamu Putra!" Seru Pak Agus
"Iya, pak?!" Jawab Putra, sedikit takut. Kini, ia menyesal telah mengisengi wali kelasnya.
"Kamu bapak beri penghargaan menjadi ketua kelas!" Raut muka Putra mendadak pucat. Bahunya turun. Membuat teman sekelas menertawakannya. Gue kena batunya lagi! Batin Putra.
"Hahahahaa... Mampus lo Put!" Sahut Riski, dibalas jitakan maut dari Putra.
"Awas lo semua!" Bisiknya sambil memberi tatapan tajam pada teman sekelasnya. Tak menghiraukan peringatan Putra, mereka tetap bising, akan tawa, maupun sahut-sahutan yang lain. Sedangkan Pak Agus tersenyum puas, bisa membalas ejekan Putra.
*****
Pernah mendapat tugas kelompok? Pasti menyebalkan, bukan apalagi jika sekelompok dengan orang yang tidak kalian sukai.
Mendapat tugas kelompok di awal semester juga menjadi salah satu metode untuk pedekate dengan si dia, jika sekelompok.
Namun, lain halnya jika sekelompok dengan orang yang sedang kalian hindari saat ini. Apapun alasannya.
Ya, Felis terlibat satu kelompok dengan Zain. Walau masih ada Ghea dan Riski.
Karena jumlah murid di kelas ini ada 32, maka Bu Risma, guru matematika menugaskan membuat power point untuk materi bab satu.
Saat ini, Felis dengan sepatu, hoodie crop, dan topi marun, dengan tank top dan celana hitam mengendarai sepedanya, menuju rumah Ghea. Tempat yang disepakati untuk kerja kelompok.
Gawat! Batinnya ketika tahu baterai telepon genggamnya nge drop. Ia tak tahu kelanjutan arah dan berhenti di pertigaan. Berniat untuk bertanya pada warga sekitar.
Felis melihat seorang wanita sedang berjalan, sepertinya ia ingin menuju salah satu warung di dekat sini. Felis memberanikan diri untuk menghampirinya.
"Permisi, bu maaf mengganggu... Boleh saya bertanya?" Tanyanya sopan.
"Oh iya boleh dek, mau tanya apa?" Jawabnya.
"Ibu tau rumah yang namanya Ghea nggak bu?" Tanya Felis, lagi.
"Wah maaf ya, dek saya kurang tau kalo itu" jawabnya lagi.
"Owh, yaudah deh... Makasih bu, mari!"
"Iya"
Felis tak putus asa. Ia mencari seseorang untuk ditanyai. Matanya menangkap seorang lelaki, berumur sekitar empat puluh tahun sedang berjalan-jalan di depan rumahnya.
Felis mengumpulkan tekad. Menarik napas panjang, dan membuangnya selama beberapa saat. Setelah itu, ia menghampirinya.
"Permisi pak, maaf mengganggu"
"Ah iya, ada apa, nak?"
"Bapak tahu rumah yang namanya Ghea tidak, ya?"
"Oh Ghea... Saya kurang tahu. Tapi saya tahu dia teman anak saya. Sepertinya, rumahnya dekat sini, ya?"
"Iya, pak. Kebetulan ini baterai handphone saya tiba-tiba nge drop waktu lagi liat map"
"Owh, sebentar, saya tanya anak saya dulu, ya... Kebetulan dia mau ke rumahnya Ghea juga."
"Baik, pak. Terima kasih"
"ZAIN! SINI SEBENTAR NAK!" Panggilnya. Sedikit berteriak.
"Iya, ada apa pa?" Tanya Zain sambil menghampiri Papanya.
"Ini, ada yang nanya rumahnya Ghea. Kebetulan kamu mau ke sana, kan? Bareng sana, kasian dia hp nya mati"
"Iya pah... Eh lo, kirain siapa! Hai adek kelas!" Pipi Felis menghangat mendengar penuturan Zain.
________________________________
Kyle_Keii