Sial. Mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan keadaannya saat ini. Kini jadwal seleksi peleton inti di SMA nya, atau hari ke dua Masa Orientasi Sekolah.
Sedangkan Felis harus menahan rasa nyeri di kakinya akibat kejadian kemarin, sepanjang seleksi ini berlangsung.
Lupa membawa uang saku dan air mineral, serta awan yang bersembunyi di balik teriknya mentari melengkapi uji kesabarannya kali ini.
Flash Back On
Ia berjalan ke tengah jalan, hendak mengambil sepedanya. Ia mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, walau sejenak.
Lalu, ia menatap miris beberapa generasi penerus bangsa yang tadi. Kenapa mereka lebih memilih merekam kejadian tadi, daripada menolongnya terlebih dahulu? Bagaimana jika mereka berada di posisinya, dan ia memperlakukan mereka, sama seperti mereka memperlakukan dia tadi?
Kini, jaket putihnya telah berevolusi menjadi sebuah jaket bewarna lumpur dengan bau yang sangat tidak mengenakkan.
Begitu juga dengan rok abu-abunya. Untung saja, tas nya hanya berisi bekal makan dan minum sehingga ia tak perlu khawatir dengan isi tasnya yang nantinya juga mungkin dipenuhi lumpur.
Felis memutuskan untuk berteduh sejenak di bawah sebuah ruko tutup. Ia menetralkan detak jantung dan memastikan kondisi dirinya sendiri selepas kejadian tadi.
Felis melepas ikatan rambut, dan sedikit membenahi rambutnya yang dipenuhi lumpur, kemudian mengikatnya lagi. Lantas Felis melihat tangannya yang masih gemetar.
Ia menautkan kedua tangan dan meregangkannya. Atas, bawah, kanan, kiri, depan, belakang. Walau mulanya terasa cukup sakit, kini kondisi tangannya mulai membaik. Untung saja tak ada luka besar di tangannya. Hanya sedikit lecet dan, mungkin lebam.
Felis melepaskan gendongan tasnya dan meletakkannya di samping sepeda. Ia menepuk pelan rok abu-abunya yang penuh lumpur, lalu melepas kedua sepatu dan kaos kaki lantaran basah.
Felis mengemas sepatu dan kaos kaki ke dalam tasnya, dan sedikit membersihkan lumpur di luaran tas.
Setelah dirasa kondisinya cukup baik dengan hujan yang mulai mereda, Felis berniat untuk melanjutkan perjalanan yang tertunda.
*****
"Obatin dulu kaki lo" sebuah suara menyadarkan Felis bahwa kini ia memiliki luka yang cukup besar pada bagian lutut kanan.
Mau tak mau, Felis menerima sodoran obat merah dari orang tersebut. Felis mendudukkan dirinya di sudut teras ruko, membersihkan lukanya menggunakan sisa air mineralnya dan menghiasinya dengan kapas yang telah diberi obat merah.
"Makasih kak, kapas, plester, sama obat merahnya!" Felis ingin mengembalikan obat merah tersebut juga mengucapkan terima kasih. Namun, orang yang memberikan tiga benda tadi sudah menghilang!
Jujur, Felis kaget. Setelah menunggu beberapa saat, orang itu tak kunjung ditemukan. Ia memutuskan menghentikan aksi -obat-merah-kapas- nya dan melanjutkan perjalanan yang kembali tertunda.
'tu orang cepet banget ngilangnya! Kaya di kejar hantu aja!' batinnya
Flash Back Off
"Semuanya harap berkumpul di lapangan! Kami akan mengumumkan hasil seleksi tonti sementara!" Teriakan salah satu asisten pelatih peleton inti (tonti) menggema di lapangan outdoor sekolah kala itu.
"Sekali lagi, harap kumpul di tengah lapangan karena kami akan mengumumkan hasil seleksi tonti sementara!" Ulangnya lagi.
Seluruh siswa baru langsung berkumpul di tengah lapangan. Kala itu juga, si ketua peleton inti membacakan satu per satu dari lima belas anak yang lolos dalam seleksi pertama.
Sayangnya, nama Felis tercantum di situ. Memang, Felis tidak terlalu menyukai hal-hal yang berhubungan dengan baris berbaris dan pramuka. Namun apa boleh buat, sang mama -Lia- sangat menginginkan Felis aktif di kedua hal tersebut.
Walau Felis bebas bercita-cita dan menjadi apapun nanti, Lia menginginkan jika anak perempuannya masuk ke Taruna Nusantara.
Yah, Felis sudah mengatakan dari awal jika itu bukan keinginannya. Lia juga sudah mengerti akan itu. Tapi sekali barang sekali Lia kelepasan berbicara dan mengungkit akan hal itu lagi.
Oke, kita kembali ke topik.
Dalam hati, Felis sedikit menggerutu. Jika bukan karena mama tercintanya, dan kewajiban dari sekolah, ia tak akan mau untuk menyentuh sedikitpun ekstra kulikuler yang satu ini.
"Bagi yang namanya disebut, beristirahatlah lima menit, kemudian segera menuju lapangan indoor. Yang lain tetap di sini menunggu instruksi lebih lanjut. Sekian." Ujarnya.
Felis yang sedang mengalami hari 'sial' nya hanya bisa menahan segala gejolak dalam tubuhnya, dan langsung menuju lapangan indoor.
"Felis, tungguin dong!" Seru Ghea. Felis menghentikan langkahnya, dan memutar sedikit tubuhnya.
"Gue nggak bawa minum, sama uang saku. Makanya langsungan" ujar Felis.
"Owh, bilang, dong! Nih minum punya gue nggak papa. Ntar gue bisa beli lagi!" Ujar Ghea sambil menyodorkan botol air mineralnya. Felis menatapnya ragu.
"Kok lo liatin gitu banget? Tenang aja, gue nggak punya penyakit aneh-aneh atau yang menular, kok!"
"Bukan masalah itu. Tapi nggak papa beneran nih gue ambil?"
"Ya iyalah Felis, masa pura-pura?!"
"Oke, makasih deh kalau gitu. Yuk ke lapangan indoor bareng?!" Ajak Felis pada Ghea, yang juga lolos seleksi sementara.
"Oke!"
******
Setelah latihan melelahkan tadi, dugaan Felis benar. Hujan turun dengan derasnya. Felis terpaksa menunggu hujan reda lagi di kelas. Bedanya, kali ini tak secanggung kemarin. Felis sudah mengenal beberapa anak dari kelas ini.
Felis memandang rintik hujan dari jendela kelasnya, yang memang terletak di lantai dua. Perlu kalian ketahui, Felis bukanlah gadis yang takut pada hujan, namun tidak begitu menyukainya juga.
Kata orang, hujan itu membawa kenangan indah. Kata orang, hujan itu memiliki makna tersendiri dalam hidup mereka. Namun, Felis tak seperti itu.
Hidupnya tak melulu tentang hujan. Masih ada bintang, bulan yang setia menemani, ataupun mentari yang membara untuk menggapai cita-citanya kelak.
Oh, mungkin ini sudah agak terlambat. Tetapi, mari mengenal Felis lebih jauh.
Namanya Arain Felissia Kyla, biasa dipanggil Rain. Tapi entah kenapa, ia mengganti nama panggilannya menjadi Felis. Seorang anak sulung dari tiga bersaudara, yang mempunyai adik laki-laki kembar.
Dari kecil, Felis mempunyai banyak sekali cita-cita. Walau, yang berhasil bertahan hingga kini hanya beberapa saja.
Salah satunya bergantung pada masa putih-abu abunya. Ia sangat ingin untuk menjadi salah satu dari peserta beasiswa AFS.
Kalian tahu AFS? Itu adalah beasiswa pertukaran pelajar untuk anak setingkat SMK/ SMA. Felis sangat menginginkannya. Ia tahu bahwa ketika di negara asing, biaya finansial yang dibutuhkan tidak sedikit. Maka dari itu, ia mulai menabung di beberapa botol yang ia hias sedemikian rupa agar mengerupai celengan.
*****
Saat ini, Felis sedang menuju parkiran sepeda, mengingat hujan sudah agak reda. Eh tapi tunggu... Netranya menangkap sesuatu yang kelihatannya agak tidak asing.
'Itu kan kakak yang kemarin ngasih aku obat merah!' batinnya.
________________________________
Kyle_Keii