Chereads / Felis's Rain / Chapter 3 - 2#~Felis

Chapter 3 - 2#~Felis

Ayam baru berkokok sekali ketika Felis bangun. Refleks Felis melakukan peregangan kecil dan mengecek telepon genggamnya.

Cukup lama, memang. Namun setelahnya, ia mandi dan langsung membantu mamanya menyiapkan sarapan.

"Ma, hari ini sarapan apa?" Sebuah kata yang selalu terulang di telinga mama Felis tiap pagi.

"Ini cuma ada tempe goreng sama sayur bayam. Belum bayar tagihan kontrakan, kita harus hemat dulu" Felis hanya mengangguk dan melanjutkan membantu mamanya.

Sungguh kegiatan kecil yang tidak semua keluarga bisa merasakannya, bukan?

Bisa sarapan bersama, walau salah satu anggota keluarga tak bisa menghadirinya, lantas menuju aktivitas dan keseharian masing-masing.

Mengingat ini hari pertama Felis menduduki bangku sekolah menengah atas, ia berangkat lebih awal, menggunakan sepeda tentunya. Untuk menghemat pengeluaran.

Tak semua anak di kota pelajar ini memiliki kehidupan yang berkecukupan. Bahkan tak seluruhnya dari mereka sudah memiliki tempat singgah dengan sertifikat atas nama ayahandanya.

Felis termasuk anak yang tak memilikinya. Siapa sangka ia tak menyesal sama sekali. Ia malah bersyukur karena kedua orangtuanya tidak terlalu gila kerja.

Terlihat tidak terlalu banyak kendaraan motor yang berlalu lalang. Jadi, Felis bisa sedikit tenang kala mengendarai sepeda di jalanan raya. Berhubung di sini tak ada jalur khusus sepeda, situasi ini sangat menguntungkan baginya.

Baru ada beberapa penghuni di sekolah. Felis masuk melalui gerbang belakang, atau lebih tepatnya parkiran sekolah. Ia memarkirkan sepedanya di samping sebuah sepeda balap bewarna putih dengan polet biru.

Felis melangkah perlahan ke sebuah kelas, ia memasukinya secara sembarang. Toh, pembagian kelas belum dilaksanakan. Sambil menunggu upacara dan pembagian kelas Masa Orientasi Sekolah, ia mengambil sebuah earphone dan menyalakan musik.

.

.

Everything that you've ever dreamed of

Segala sesuatu yang pernah Anda impikan

Disappearing when you wake up

Menghilang saat Anda bangun

.

.

Penggalan lirik dari salah satu lagu One Direction berjudul Night Changes kembali mengingatkannya akan kata-kata tantenya.

Felis tak mungkin bisa mengubah masa lalu. Ia harus maju. Tidak boleh terus menetap di satu titik. Dan, meratapi apa yang telah terjadi itu, tak akan mengubah apapun, selama apapun kita menyesali, atau meratapinya.

Memang benar, penyesalan selalu datang di akhir. Namun, tidak ada salahnya jika kita mengubah suatu penyesalan menjadi sebuah pelajaran untuk kita sendiri kedepannya.

Felis menyadari itu. Ia menelungkupkan wajah dalam lipatan tangan, menyembunyikan air matanya yang lolos begitu saja.

Hari itu, di tempat itu, kala itu, Felis telah melahirkan sebuah azam. Felis harus kuat! Felis harus maju! Felis nggak boleh lemah! Jangan sedih terus, dan sekarang harus perbanyak interaksi sama Farrel! Felis nggak boleh terlalu introvert di SMA! Harus punya banyak teman!

Sebuah resolusi kecil yang merupakan langkah besar bagi Felis. Ia tak bisa membiarkan mimpinya sedari kecil pupus begitu saja. Perjuangannya selama ini, tak boleh sia-sia.

Tepat setelah merasa dirinya tenang, ia merasakan ada sebuah tepukan di bahunya.

"Hai, boleh kenalan?" Tanyanya, sopan. Felis hanya mengangguk.

"Gue Riva, salam kenal!"

"Gue Felis. Salam kenal juga" jawab Felis berusaha ramah.

"Lo dateng pagi banget, sumpah! Tau nggak, biasanya kalau di SMP gue dateng jam segini tuh belum ada orang. Berarti lo pagi banget, dong datengnya!" Serunya, ceria.

"Gue nyepeda, jadi harus pagi, biar leluasa di jalannya" jawab Felis jujur, walau sebenernya ia tak terbiasa dengan sikap ramahnya. Namun, ia sudah bertekad, dan ia akan mengusahakannya.

"Hebat! Lo nyepeda? Hari gini ternyata masih ada cecan yang mandiri hihi!" Kikiknya. Felis hanya tersenyum singkat.

Selanjutnya, suasana menjadi agak gaduh lantaran sejumlah siswa yang mulai berdatangan.

*****

Hari semakin siang. Mereka sudah mendapat bagian kelas masing-masing. Rupanya, Felis tak sekelas dengan Riva.

Felis ditempatkan di kelas IPA-1 sedangkan Riva berada di kelas IPA-3. Sesuai kegiatan MOS, mereka mengadakan tur sekolah yang dibimbing oleh beberapa kakak osis, sesuai kelas.

Felis kini sedang berada di ruang musik. Siswa baru diperbolehkan mencoba memainkan beberapa alat musik yang tersedia. Asalkan tidak merusak.

Felis tertarik dengan sebuah gitar akustik di samping keyboard. Ia refleks menuju gitar itu. Menyampirkan talinya pada lengan dan mulai menyetemnya.

Ia melekatkan capo di fret ke-2 dan mulai memainkan sebuah lagu. Lagu adaptasi dari sebuah karya pianis korea yaitu kiss the rain. Ia tak menyadari bahwa gitar itu sudah terhubung dengan sebuah sound di ruang musik itu.

Bahkan, Felis tak menyadari bahwa banyak anak sekelasnya yang sedang menjadikan Felis sebagai pusat perhatian. Saking fokusnya ia memainkan kunci, melodi, bahkan petikan dari lagu tersebut yang mungkin bisa digolongkan cukup sulit.

Untungnya, Felis hanya memainkan versi pendek dari lagunya. Jadi, permainannya selesai tiga puluh detik tepat setelah ia menjadi pusat perhatian penuh teman sekelasnya.

"Wah, skill gitar lo boleh juga!" Ia mendengar sebuah tepuk tangan beserta seruan dari seorang kakak osis.

"Tertarik gabung ke klub musik? Kebetulan kita lagi butuh gitaris!" Serunya.

"Tadinya emang pengen gabung sih, kak" jawab Felis. Menjaga penuh kesopanannya. Mengingat yang mengajaknya bicara sekarang adalah kakak kelas, hukum senioritas mendadak muncul di kepalanya.

"Yaudah besok gabung aja, lagi! Kebetulan gue ketuanya!" Serunya lagi. Felis hanya menganggukkan kepalanya dua kali.

Felis bernapas lega ketika mengetahui ia sudah lepas dari perhatian siswa sekelasnya. Ia kemudian melepas capo dan sampiran gitar di bahunya, dan meletakkan kembali ke tempat asalnya.

"Wah gila, tadi lo keren banget, lo! Ngomong-ngomong, boleh kenalan?" Ujar seorang anak perempuan yang menghampiri Felis dengan riangnya. Felis hanya menyambut uluran tangan anak itu dan menganggukkan kepalanya.

"Gue Felis, salam kenal!"

"Gue Ghea, salam kenal juga! Semoga kita bisa jadi teman baik kedepannya!" Ujarnya yang kembali dibalas anggukan oleh Felis.

*****

Kini, bel pulang sekolah telah berbunyi. Jam dua pas, berhubung ini masih Masa Orientasi Sekolah.

Felis tak langsung pulang, karena ketika itu hujan sedang turun amat lebat. Ia yang lupa tidak membawa jas hujan terpaksa menunggu dan berharap hujan sedikit mereda.

Beruntung ia tak lupa membawa jaket, jadi ia tak perlu khawatir bajunya akan terawang ketika ia menembus hujan nanti.

Setengah jam kemudian, hujan sedikit mereda. Masih ada beberapa siswa di kelas, tapi kebanyakan dari mereka tidak Felis kenali, lebih tepatnya belum.

Ia beranjak dari zona nyamannya dan melangkah menuju parkiran sepeda. Ia memberanikan diri menembus hujan, menempuh jarak lima kilometer dari sekolah menuju rumah. Ditengah jalan, hujan semakin deras. Felis berinisiatif untuk meneduh di rumah sakit tempat Farrel di rawat, yang jaraknya lebih dekat dari sekolah.

Ia menambah kecepatan sepedanya. Menyalip beberapa pengendara sepeda motor. Kemudian, ia menyalip sebuah mobil putih. Kini, perjalannya sedikit terhadang oleh sebuah mini mobil box.

Seperti tadi, ia berniat menyalipnya. Namun siapa sangka, mobil box yang satu ini tak mau mengalah. Alhasil karena jalanan yang licin, rem sepeda Felis tidak terlalu berfungsi, dan rodanya tergelincir.

Felis jatuh ke sisi kiri jalan, lebih tepatnya ke sebuah kubangan lumpur dengan posisi tengkurap. Sedangkan sepedanya terlempar ke tengah jalan.

Terlihat beberapa pengendara motor hanya melewatinya dengan acuh. Ada seorang anak laki-laki yang malah mengambil video dan gambar dari kecelakaan kecil tadi. Felis meringis. Menatap malang tubuh kecil rapuhnya.

Ia berusaha sendiri untuk berdiri, dikelilingi beberapa pemuda yang malah asyik mengambil video atau gambar.

Ia berjalan ke tengah jalan, hendak mengambil sepedanya. Ia mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, walau sejenak.

Lalu, ia menatap miris beberapa generasi penerus bangsa yang tadi. Kenapa mereka lebih memilih merekam kejadian tadi, daripada menolongnya terlebih dahulu? Bagaimana jika mereka berada di posisinya, dan ia memperlakukan mereka, sama seperti mereka memperlakukan dia tadi?

_______________________

Kyle_Keii