Chereads / Between Love and Time / Chapter 32 - 31

Chapter 32 - 31

Akhir-akhir ini hati Via terus terasa panas. Ya, inilah resikonya. Sekali main api maka tidak akan bisa tidak terkena panas. Begitu pun dengan cinta. Love is a choice. But, sekali kamu sudah masuk ke ilusi perasaan yang di sebut cinta, kamu harus terima rasa sakit hati yang suatu saat pasti datang menghampiri. Entah dalam bentuk apapun.

Mungkin kalimat itu sedang Via rasakan saat ini. Gadis centil itu. Ya, gadis yang dia lihat sewaktu hujan satu motor dengan Sandy. Dan dia juga gadis yang sama dengan gadis yang selalu mendekati Sandy di kelas. Putri.

Tak lepas dari itu, saat bel pulang sekolah telah berbunyi Yasha dan Dhani berbicara sangat keras dengan sengajanya agar terdengar oleh Via.

"Cie, Sandy dapet salam dari Jihan, cie," kata Yasha dengan kerasnya.

Via pura-pura tak mendengarnya. Dia terus membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja untuk mengalihkan hatinya yang kini terasa panas.

Apa gue harus pergi aja? Banyak banget cewek yang deket sama Sandy. Gue nggak bisa nggak cemburu. Maafin gue, karena gue emang pencemburu hebat. Dan Yasha, plis, jangan ngomong terus! Lo nyiksa hati gue!  Batin Via menahan butiran air mata yang siap meluncur kapan saja.

"Cie, cie," timpal Dhani. "Vi, tuh si Sandy ada yang nitip salam," katanya lagi dengan wajah tanpa dosa.

Persetan! Udah tau gue cemburu, kenapa sih kalian berdua ngomong mulu?! Batin Via. Amarahnya tersulut.

Via benar-benar tidak bisa menahan bendungan air matanya lagi. Dengan gerakan cepat gadis itu berjalan setengah berlari menuju kamar mandi sekolah. Menerobos padatnya murid yang hendak pulang.

Via menangis menahan suaranya hingga membuat bahunya terguncang hebat. Seketika ada seseorang yang membawanya dalam pelukan. Via tahu itu Virsya.

"Gue tau apa yang lo rasain, jangan nangis, Vi," kata Virsya berusaha menenangkan Via yang masih larut dalam tangisnya sambil mengelus bahu Via lembut.

"G-gue nggak tahan, Vir. Akhir-akhir ini Sandy terus bikin gue cemburu. Gue emang lebay, Vir," kata Via lirih di antara isakannya.

"Nggak! Lo nggak lebay! Emang dianya aja yang nggak jaga perasaan lo," kata Virsya lagi dengan berapi-api.

"Gue harus apa sekarang?" tanya Via lirih sekali hingga membuat hati Virsya terenyuh.

"Sekarang, lo balik ke kelas sama gue. Tapi plis, jangan nunjukkin lo lemah di hadapan mereka si cowok-cowok yang mulutnya kayak mercon itu, oke?" kata Virsya. Dan baru Via sadari ternyata kelima sobatnya ada di sana. Semua. Mereka memberikan senyuman menenangkan pada Via.

Mereka bertujuh pun berjalan menuju kelas dengan obrolan-obrolan ceria. Membantu menutupi luka di hati Via.

Gue sayang kalian, sobat. Batin Via.

Saat mereka mulai memasuki kelas, semua orang yang masih ada di kelas mulai bertanya satu persatu yang hanya Via jawab dengan gelengan kepala dan senyuman di bibirnya.

Yasha dan Dhani mulai kelabakan. Mereka tak enak hati dengan Via. Mereka tak bermaksud menyakiti hati gadis yang notabene gebetan Sandy.

Sandy berjalan menghampiri Via lalu bertanya, "lo kenapa, Vi?"

Via tak lagi bisa menahan air di kelopak matanya yang kian mendorong paksa agar benteng pertahanannya runtuh. Saat cairan itu mulai terjun ke pipinya, Via menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangannya. Semenjak di sakiti oleh Dio, Via menjadi gadis yang cengeng. Karena sebelumnya dia gadis yang tak pernah menitikkan air matanya untuk lelaki.

Dengan kecepatan tinggi Via melajukan motornya melintasi jalan raya yang tak ramai. Sophie yang mengejarnya pun tak sanggup. Karena Via memang seperti itu. Jika dirinya sedang kacau, gadis itu melampiaskan salah satunya dengan cara itu. Kebut-kebutan. Bahkan kecepatannya sangat tinggi.

Dengan gerakan cepat Via memasuki kamarnya lalu menghempaskan tubuhnya di atas kasur king size kesayangannya.

Apa aku tak pantas dicintai dengan tulus? Sedangkan aku selalu mencintai orang lain dengan tulus? Batin Via.

Beribu pertanyaan berkecamuk, berlarian, beradu di dalam otak Via. Gadis itu membekap wajahnya dengan bantal lalu mulai berteriak hingga tenggorokkannya terasa perih. Namun perih itu tak sebanding dengan perih di hatinya.

Ponsel di saku rok Via terus bergetar. Menandakan pesan BBM masuk. Bergetar berkali-kali hingga membuatnya muak. Via pun merogoh saku roknya untuk meraih ponselnya lalu dengan penuh tenaga amarah dia melempar ponselnya ke arah tembok sambil berteriak.

Tuhan, aku lelah. Batin Via lirih sambil menangis terduduk di atas kasurnya dengan kedua telapak tangan yang dia gunakan untuk menutupi wajahnya.

Itulah yang Via rasakan. Mungkin orang mengatakan lebay. Tapi kalian tidak akan tahu bagaimana rasanya jadi seperti dirinya sebelum kalian benar-benar berada pada posisi tersebut. Bohong jika kalian tahu bagaimana rasanya apa yang dirasakan orang lain tapi kalian belum merasakannya sendiri.

Via terbangun di malam hari pada saat jadwal makan malam. Dirinya berjalan menuju kamar mandi lalu membasuh wajahnya yang tak karuan dengan sabun wajahnya. Tetapi matanya yang sembab tak bisa ditutupi. Dia berjalan menuju meja makan yang menyatu dengan dapur.

"Kakak kamu kenapa, sayang?" tanya Mama Via lembut ketika melihat mata anaknya yang sembab.

"Nggak apa-apa, Ma," jawab Via dengan senyum yang dibuat-buat.

"Bohong!" sergah Gito cepat.

Tak ada suara. Mama, Papa dan Gito menatap Via yang menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Ya udah, sekarang makan dulu," kata Mama Via memecah keheningan lalu mulai menyindukkan nasi pada piring suami dan kedua anaknya.

Suasana makan malam terasa mencekam untuk Via. Pasalnya mata tajam adiknya terus menatapnya menginterogasi. Gito paling tidak suka melihat Via menangis. Karena kakaknya tidak pernah cengeng. Gara-gara mantannya itu, kakaknya menjadi cengeng. Membuat Gito semakin tidak bisa menahan amarahnya tiap melihat wajah Dio.

Selesai makan malam, mereka sekeluarga pun berjalan menuju ruang tamu untuk menonton tv bersama. Mereka menonton acara komedi. Bahkan ketika yang lain tertawa terbahak, Via tersenyum pun enggan. Gadis itu menatap layar tv dengan tatapan kosong.

Akhirnya Via memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Dia pun meraih ponselnya yang tadi dia lemparkan ke tembok. Ditatapnya ponsel kesayangannya itu. Untung saja layar ponselnya tidak ada yang retak. Hanya tempered glass-nya yang retak. Sama seperti hatinya. Dari sekian banyaknya pesan, dari Sandy yang dia buka. Gadis itu tak bisa membohongi dirinya bahwa hatinya cinta dengan tulus pada lelaki itu yang walaupun Via tidak tahu apakah lelaki yang dia cinta merasakan yang sama atau justru sebaliknya.

Sandy N: PING!!!

Sandy N: lo kenapa? Maafin gue ya bikin lo nangis

Alivia Anna: nggak apa-apa. Gue udah maafin lo. Lagian guenya aja yang lebay, haha

Sandy N: gue mau ceritain semuanya sama lo

Alivia Anna: oke

Sandy N: Jihan itu emang nitip salam buat gue. Tapi gue nggak respon, kok. Dia itu mantan gebetan gue sebelum gue jatuh di hati lo. Dan gue akuin emang gue punya prinsip seperti yang lo denger dari mulut merconnya Yadi, tapi itu dulu. Dan sekarang gue sadar kalo prinsip gue itu egois. Dan gue mutusin buat punya satu gebetan, yaitu lo.