Chereads / Between Love and Time / Chapter 28 - 27

Chapter 28 - 27

Sandy adalah seorang lelaki berwajah manis, yang tidak menyukai sesuatu yang diumbar. Bahkan momentnya bersama Via pun enggan dia beritahukan pada orang lain. Menurutnya, untuk apa diumbar? Pamer? Ataukah sebenarnya Sandy takut ketahuan oleh gebetannya yang lain selain Via? Entahlah.

Hari-hari berjalan dengan cepat. Hubungan Via dan Sandy semakin meyakinkan orang yang melihatnya bahwa mereka berdua diam-diam sudah menjadi sepasang kekasih. Dengan melihat Sandy yang setiap harinya selalu menjahili Via, mencubitnya, modus mengajaknya pulang bersama, dan lain-lain. Tetapi jika salah satu dari mereka berdua ditanya tentang kejelasan hubungan mereka, pasti hanya menjawab CUMA TEMEN. Oke sekali lagi diulangi CUMA TEMEN.

Sudah satu bulan bahkan lebih mereka berdua seperti itu, dan masih saja menganggapnya teman. Tapi asal kalian tahu, jauh di lubuk hati Via yang paling dalam dia ingin sebuah kepastian.

"Ngapain sih nunggu cowok kayak dia nembak? Mau nunggu sampe kapan? Lebaran monyet?" cecar Sophie yang geram pada Via yang hanya menatapnya dalam diam.

"Ya elah, sabar kali! Baru sebulan pedekate masa udah ngebet pengen jadian," jawab Via bersilat lidah.

"Emang lo bener-bener suka sama dia?" tanya Diany.

"Kapan sih gue suka sama orang main-main?" jawab Via penuh penegasan dalam ucapannya lalu pergi meninggalkan keenam sobatnya yang masih terdiam. Mereka terkejut. Melihat ekspresi Via yang sangat serius.

Hari ini, tepatnya sepulang sekolah Via dan Sandy akan pergi ke bioskop menonton film layar lebar terbaru. Tanpa ada yang tahu. Ya, Sandy memang tak ingin kedekatan mereka terumbar. Entah apa alasannya. Via hanya menurutinya.

Via sudah siap dengan kaos putih, rompi hitam dan celana jeans hitamnya lalu menghampiri Sandy yang sudah menunggunya di depan rumah. Mereka pun mulai melaju menerobos teriknya sinar matahari.

Diantara gebetan gue yang lain, kenapa gue lebih nyaman sama lo, ya? Batin Sandy sambil memperhatikan gadis yang berada di jok belakang motornya melalui kaca spion.

Nggak tau kenapa gue nyaman banget sama lo. Dan gue nggak pernah ngerasa senyaman ini sama orang lain. Batin Via sambil memperhatikan mata lelaki yang dia sukai melalui kaca spion. Dan mata mereka pun bertemu.

"Ngapain lo liatin gue?" tanya Via garang.

"Suka-suka gue, lha!" jawab Sandy lalu menjulurkan lidahnya.

Mereka berdua pun sampai di sebuah bioskop lalu membeli tiket. Mereka telat 5 menit, tapi untungnya mereka masih bisa masuk. Saat mereka sudah memasuki theatre mereka merasakan dingin yang luar biasa.

"Ini guenya yang norak apa emang dingin banget sih?" tanya Via pada Sandy.

"Wkwk lo nggak sadar? Diluar hujan makanya dingin banget," jawab Sandy.

"Perasaan pas berangkat panas deh," kata Via mengingat-ingat.

"Ya nggak tau," jawab Sandy lalu dengan gerakan tiba-tiba menggaet tangan Via dan menyandar pada bahu gadis itu.

Jantung apa kabar? Batin Via. Dia sudah yakin bila di sana tidak gelap maka terlihatlah pipinya yang seperti tomat matang itu. Jantungnya berpacu sangat cepat.

"Laper," rengek Sandy dengan manjanya yang membuat Via gemas lalu dia menjawil hidung mancung Sandy.

"Sabar, ya," jawab Via.

"Tapi nanti pulangnya makan dulu, ya?" kata Sandy sambil tetap menyandar pada bahu Via. Nggak terbalik tuh?

"Iya gendut," jawab Via yang langsung membuat Sandy merubah posisinya menghadap Via.

"Emang gue gendut?" tanya Sandy.

"Nggak,"

"Terus?"

"Berisi doang,"

"Kok lo manggil gue gendut?"

"Bodo amat!" jawab Via sambil menjulurkan lidahnya.

Sandy yang gemas pun mengacak rambut Via gemas. Entah keberanian dari mana, Via menyandarkan kepalanya pada bahu Sandy. Jantungnya berpacu semakin cepat.

Sandy mengelus puncak kepala Via dengan lembut. Dan menjalarkan sebuah kehangatan. Tak lama kemudian film yang di putar pun habis.

"Sedih, ya," kata Via baper.

"Laper, ya," kata Sandy laper.

"Ye.." Via menonjok pelan lengan Sandy.

"Mau pake jas hujan nggak?" tanya Sandy saat mereka sudah ada di parkiran.

"Nggak usah, lagian cuma gerimis." jawab Via lalu mereka pun melaju keluar area parkir.

Tiba-tiba hujan menjadi sedikit lebih ganas dari gerimis. Lalu Sandy pun menepikan motornya di depan sebuah mini market. Berkali-kali dia menawari Via untuk memakai jas hujan, namun gadis itu keras kepala akhirnya Sandy hanya menyuruh gadis itu memakai helm untuk melindungi kepalanya.

Setelah berjalan sekitar 5 km dari gedung bioskop tepatnya setelah lampu merah, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk singgah di rumah makan bakso. 'Kan kalo lagi hujan enaknya makan yang anget, apalagi sama doi. Eh.

"Bu, baksonya dua mangkok sama teh manis angetnya dua," seru Sandy pada Ibu penjual bakso tersebut.

Tak lama kemudian Ibu tersebut datang dengan dua mangkuk bakso jumbo dan disusul dua gelas teh manis hangat. Mereka pun mulai melahapnya. Sandy begitu bersemangat menyantap bakso tersebut sampai membuat Via terkekeh.

Nggak ada jaim-jaimnya amat ni cowok. Batin Via.

"Kok nggak dimakan? Nggak suka?" tanya Sandy yang bingung melihat Via yang sedari tadi hanya memperhatikannya makan.

"Eh, suka, kok!" jawab Via lalu menyendokkan potongan bakso ke dalam mulutnya yang mungil.

Sepertinya baru saja 5 menit, mangkuk Sandy sudah bersih. Dan minumnya sudah tandas.

"Laper, Bang?" tanya Via menahan tawa.

"Banget!" jawab Sandy dengan cengiran khasnya.

Via pun memotong bakso jumbonya menjadi dua bagian lalu menyendokkannya ke mangkuk Sandy.

"Dih!" kata Sandy dengan wajah sok garangnya itu.

"Abisin!" titah Via.

"Ogah ah!" jawab Sandy sambil mendorong mangkuknya ke arah Via.

"Makan ih!" titah Via lagi. Dengan wajah cemberutnya Sandy mulai memakan bakso pemberian Via itu. Dan habis dalam waktu sekejap.

"Ogah, ogah, abis!" cibir Via pada Sandy.

"Mubazir!" jawab Sandy tak mau kalah.

"Laper mah laper aja," ledek Via yang membuat mereka berdua tertawa nyaring diantara derasnya hujan kala itu.

"Minumnya diabisin!" titah Sandy melihat gelas Via yang masih penuh.

"Ih, udah ah!" jawab Via ogah-ogahan.

"Abisin! Mau sakit lagi?" kata Sandy dengan tatapan nyalangnya. Dia tahu bahwa gadis itu bermasalah dengan ginjalnya karena sulit sekali minum.

Via berdecak sebal, "iya iya!" jawabnya lalu meneguk teh manis itu.

"Lagi! Masa cuma seteguk?"

"Nggak mau!"

"Abisin Via!"

"Setengah aja deh," jawab Via dengan puppy eyes-nya yang membuat Sandy luluh.

"Ya udah," jawab Sandy pasrah.

Selesai membayar, mereka berdua pun berjalan menuju motor Sandy yang kini telah basah oleh air hujan yang kian membesar.

"Tunggu di situ!" titah Sandy. Lelaki itu pun berlari menuju motornya lalu membuka jok motornya dan mengambil sebuah jas hujan. Kemudian kembali berlari menuju Via dan menaungi gadis itu dengan jas hujan menuju motornya.

Mereka berdua pun akhirnya bernaung pada satu jas hujan yang cukup besar, tas yang dikenakan Sandy pun dia berikan pada Via. Agar punggung gadis itu tidak kedinginan. Karena jas hujan itu sebenarnya hanya untuk satu orang, mau tak mau Via harus merapatkan tubuhnya dengan tubuh Sandy dan menunduk untuk menyandarkan kepalanya pada punggung hangat milik Sandy. Jantung mereka berdua berdegup kencang. Mereka berdua pun menerobos hujan yang sangat deras di sore itu. Berdua.