Hari ini Via berangkat ke sekolah diantar Papanya. Karena kakinya yang tergelincir kemarin, gadis itu berjalan dengan sedikit menyeret kakinya. Saat memasuki kelas, keenam sahabatnya langsung menghampiri Via.
"Lo kenapa, Cil?" tanya Virsya.
noted: "Cil" yang dimaksud itu "Kecil" wkwk
"Kaki gue keseleo," jawab Via sambil memijit kakinya pelan.
"Kok, bisa?" tanya Sophie.
"Jatoh," jawab Via sambil memperlihatkan barisan giginya yang putih.
Pelajaran pun dimulai. Di pagi yang cerah langsung bertemu guru matematika yang tampan itu rasanya warbyazah. Bel istirahat pun berbunyi setelah dua jam mereka menunggu.
Disaat semua orang ke kantin, Via hanya menitip makanan pada Sophie karena dia malu harus menyeret kakinya. Gadis itu pun menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangannya. Cukup lama hingga dia mendengar sesuatu.
"Nggak apa-apa, dong. 'Kan prinsip kita bertiga sama. Gebetan boleh banyak, tapi kalo pacar satu." kata suara seorang lelaki yang Via yakini adalah Dava.
Via langsung mengadahkan kepalanya lalu menoleh ke arah Dava yang duduk membelakangi dirinya. Yasha yang sadar akan tatapan tajam dari Via pun dengan gerakan cepat menyenggol lengan Dava lalu mengisyaratkan dengan dagunya bahwa Via mendengar percakapan mereka.
"Njir! Gimana, dong?" bisik Yasha pada Dava. Sementara Via masih terus menatap mereka tajam.
"Gue kira tuh bocah molor, makanya gue nggak kontrol volume suara gue," ringis Dava.
Oh jadi gitu prinsip mereka bertiga? Gue 'kan gebetannya si Sandy, berarti gue... Batin Via lalu dengan cepat gadis itu memalingkan pandangannya ke arah lain.
Saat makanan Via sampai, dirinya tidak langsung melahapnya seperti biasa, namun melamun berusaha menyaring perkataan Dava.
"Lo kenapa, Vi?" tanya Mila.
"Eh, nggak apa-apa, Mil," jawab Via berbohong.
Saat Via menoleh ke arah tempat duduk Sandy, lelaki itu sedang bercanda ria dengan seorang perempuan teman sekelasnya. Dengan gaya perempuan itu yang centil, membuat hati Via terbakar api cemburu. Vina yang menyadari hal tersebut pun langsung menyerbu Via.
"Cie... Cembokur cie," ledek Vina sambil menyenggol bahu Via.
"Nggak!" kilah Via cepat.
"Nggak usah bohong, kita juga tau keleus!" kata Virsya.
"Ya emang apa hak gue buat cemburu coba? Emang gue siapa? Pacarnya? Bukan 'kan?" tanya Via kesal.
Gini nih kalo nggak punya status apa-apa! Mau cemburu juga nggak berhak orang bukan siapa-siapa! Batin Via.
Hatinya panas melihat perempuan itu terus berbicara dengan gayanya yang centil dan menggoda pada Sandy.
Yang namanya pura-pura itu nggak enak. Pura-pura nggak peduli, pura-pura nggak cemburu, pura-pura nggak sakit, apalagi pura-pura senyum disaat hati ingin menangis. Nyeseq bosque.
"Woi! Bengong mulu!" kata Sophie yang membuat Via tersadar dari lamunannya.
"Phie, gue mau cerita sama lo," kata Via dengan lirih.
"Oke, gue siap jadi bahu buat lo bersandar," jawab Sophie.
"Tadi gue nggak sengaja ngedenger si Dava lagi ngobrol-ngobrol gitu sama Yasha. Terus si Dava ngomong gini, ''Kan prinsip kita bertiga sama. Gebetan boleh banyak, tapi kalo pacar satu' walaupun gue nggak terlalu ngedenger percakapan mereka sebelum itu. Gue nyesek dengernya. Secara, ya, gue 'kan gebetan salah satu dari mereka bertiga, berarti gue gebetan yang kesekian, dong," jelas Via sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Njir! Parah! Ya, nggak boleh gitu, lha! Jahat itu namanya," jawab Sophie berapi-api.
"Makanya gue tuh bingung sama jalan pikiran mereka." jelas Via. "Phie, pulang sekolah kita mampir ke kedai es krim, yuk, gue mau refresh otak," sambungnya.
"Oke sobat," jawab Sophie.
Saat bel pulang berbunyi Via dan Sophie pergi dari sekolah menuju kedai es krim langganan mereka berdua. Bahkan yang meladangi pun kenal dengan mereka berdua saking seringnya mereka ke sana.
Saat Via membuka pagar rumahnya, dia melihat sebuah motor bebek yang dahulu pernah dirinya cintai pemiliknya. Gadis itu membuka pintu rumahnya lalu dengan gerakan cepat Mamanya menarik lengan Via menuju kursi di depan tv lalu meninggalkan Via bersama lelaki itu berdua.
"Lo ngapain ke sini?" tanya Via dengan juteknya.
"Gue mau silaturahmi sama keluarga lo," jawab Dio menatap Via lekat-lekat.
"Oh, udah 'kan silaturahminya? Pulang sana," enek liat muka lo! Sambung Via dalam hati.
"Maafin gue, ya, Vi," kata Dio dengan suara yang dia buat-buat sedih.
Via menatap layar ponselnya yang sedang menunjukkan foto-foto idolanya di akun instagram. "Maaf?" kata gadis itu sarkas lalu tertawa mengejek. "Buat semua kebohongan yang udah lo lakuin? Helow, emangnya lo kira segampang itu?" sambung gadis itu masih dengan hawa dingin yang dia keluarkan.
"Apa yang harus gue lakuin biar lo maafin gue?" tanya Dio.
"Pergi dari hidup gue, jangan pernah muncul dihadapan gue lagi," jawab Via sarkas.
"Tapi gue nggak mau mutusin tali silaturahmi," kata Dio.
"Lo yang bikin semuanya jadi kayak gini! Kalo aja lo nggak jadiin gue pelampiasan, gue nggak akan kayak gini!" bentak Via lalu gadis itu pergi menaiki tangga menuju kamarnya meninggalkan Dio sendirian di ruang tamu.
Mama Via pun menghampiri Dio lalu berkata, "Maafin Via, ya, Nak Dio."
"Nggak apa-apa, kok, Tante. Emang aku yang salah. Aku pamit dulu, ya, Tante." kata Dio sambil berdiri.
"Ya udah, hati-hati, ya, Nak. Sekali lagi Tante minta maaf atas sikap Via," kata Mama Via.
Setelah menyalimi tangan Mama Via, Dio pun pergi dari rumah Via menuju sekolahnya. Mama Via berjalan menuju kamar putri sulungnya. Lalu mengetuk pintunya perlahan.
"Kak? Boleh Mama masuk?" tanya Mama Via lembut.
"Boleh, Ma," jawab Via yang sedang duduk menyandar pada sandaran kasurnya.
Mama Via pun duduk dipinggir kasur putri sulungnya, "Kamu nggak boleh jutek gitu, dong, Kak. Gitu-gitu juga kamu pernah sayang sama dia," jelasnya menatap Via lembut.
"Iya, sebelum dia ancurin semua rasa sayang aku dan rubah semuanya jadi benci!" jawab Via sarkas.
"Kakak tau 'kan kalo kejahatan nggak boleh dibales kejahatan? Harusnya kakak baikin dia, biar dia nyesel udah mainin kakak." jelas Mama Via lembut.
"Aku punya cara aku sendiri, Ma, buat bikin dia nyesel." jawab Via dengan senyum sinisnya.
Setelah Mamanya pergi, Via pun mengganti bajunya kemudian berjalan menuju balkon. Lalu duduk di pinggir balkon dengan kaki yang dia selipkan keluar pagar dan membiarkannya menjuntai ke bawah.
Gue tau yang gue lakuin ke lo itu jahat dan egois. Tapi apa pas lo nyakitin gue lo sempet pake otak lo buat mikirin perasaan gue? Batin Via.
Gadis itu menyandarkan kepalanya pada pagar dan membiarkan rambut sebahunya diterpa angin.
🧁🧁🧁
Makasih bgt buat kalian yg udh baca dan bahkan setia buat nungguin cerita ini jujur gue terharu bgt liat pembaca yg dari hari ke hari naik terus 🥺 dan maaf kemarin gue ga sempet upload karena lagi banyak tugas yg deadline-nya mepet huhuuu
sebagai gantinya, gue up dua chap hari ini!
selamat membaca dan sehat selalu kawan2 onlinekuuuu~