Chereads / Sepasang Pena / Chapter 4 - Gapyear

Chapter 4 - Gapyear

"Betah banget Ru depan jendela" seru Ajeng yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Indah tau, coba sini deh" Ajeng mendekat dan mensejajarkan tubuhnya dengan ku.

"Lagi pada ngapain di depan jendela?" tanya Shindy yang tiba-tiba baru saja masuk ke dalam kamar.

"Engga tau, dari kemarin Aru betah banget diem disini" jawab Ajeng

"Anak indie ya?" tanya Shindy

"Hahaa.." aku hanya tertawa menjawabnya

"Pantes aja" sergah Ajeng. Aku hanya tersenyum

"Mau ga?" tanya Shindy

"Apa itu?" jawab Ajeng

"Roti, nih.." sembari tangannya memberikan potongan roti kepada Ajeng.

"Nih Ru buat kamu"

"Makasih Shindy.."

"Emang pagi-pagi gini minimarket udah buka ya?" tanyaku tiba-tiba

"Kan 24 jam"

"Eh iya lupa.."

Awalnya, kami berkenalan setelah 12 jam penerbangan dan akhirnya bertemu di bandara istanbul. Shindy dan Ajeng berbeda rombongan dengan ku, alhasil kami baru bisa kenal di turki. Beruntung ternyata kami satu fakultas, lebih beruntungnya lagi kami pun disatu kamarkan di dorm.

Sungguh begitu Maha Baiknya Allaah, dimudahkan segala urusan hamba Nya. Semoga ke depannya kami dapat bersahabat dengan baik. Aamiin..

---------------

"Jadi kamu lebih tua dari kita Ru?" tanya Ajeng

"Iyaa, tahun lalu aku gapyear dulu"

"Aku kira kita seumuran" celetuk Shindy

"Ya beda dikitlah hehe"

"Tetep aja lebih tua" jawab Ajeng tak mau kalah

"Haha iya iya"

Jadi sebenarnya setelah lulus sekolah, aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah namun karena beberapa faktor, kuliah ku jadi tertunda sehingga aku memutuskan untuk gapyear selama satu tahun.

Selama satu tahun itu aku tidak berdiam diri. Aku mencoba melamar pekerjaan di salah satu lembaga pendidikan swasta yang berada di kota Bandung. Kebetulan setelah aku lulus, kami semua memutuskan untuk merantau ke Bandung menyusul bang Gibran yang juga bekerja disana setelah menyelesaikan sarjananya.

Kami merantau dari Aceh menuju kota Bandung. Di Bandung lah semua perjalanan kecil ku dimulai.

Untuk pertama kali nya setelah menamatkan bangku SMK, aku terjun ke dunia pendidikan menjadi seorang tenaga pengajar tanpa direncanakan sebelumnya. Mungkin inilah takdir Tuhan.

Setelah lulus kuliah, bang Gibran mendapatkan kembali beasiswa s2 sekaligus mendapatkan hadiah berupa dana usaha atas prestasinya di bidang arsitektur.

Ia kebingungan dalam mengalokasikan dana usaha tersebut akan dipakai usaha apa. Bang Gibran pun berdiskusi dengan kami berdua, aku dan ibu tentunya. Akhirnya setelah diskusi panjang, kami memutuskan untuk mendirikan kedai kopi saja.

Aku pun turut serta bersama bang Gibran dalam proses pendiriannya. Kebetulan aku lulusan marketing di SMK, setidaknya aku tidak terlalu buta untuk terjun di dunia bisnis. Lebih senangnya lagi, aku sebagai pecinta kopi berhasil menciptakan resep untuk dijadikan menu di kedai kopi bang Gibran nanti.

Perihal bagaimana aku bisa menyukai kopi, biasanya setiap pagi ibu menyuruhku untuk membuatkannya kopi dan setiap selesai membuatnya aku selalu meminumnya sedikit terlebih dahulu sehingga lama kelamaan aku candu akan kafeinnya. Namun hal tersebut jangan ditiru ya hehe..

Aku dan bang Gibran dibantu dengan do'a dari ibu memulai bisnis ini dari nol. Bang Gibran membuat desain kedainya, sedangkan aku dan dibantu satu orang temannya bang Gibran menyiapkan konsep pemasaran yang akan dipakai nanti.

Tepat satu bulan semenjak pembangunan dimulai, kedai kami melakukan grand opening. Waktu yang singkat memang, karena bang Gibran memutuskan untuk membeli ruko yang sudah jadi, selain menghemat biaya untuk produksi, bang Gibran pun tidak perlu kerepotan untuk menyiapkan desain dari nol cukup mengubah konsepnya ruangannya saja.

Sembari mengajar di sekolah swasta, aku melakukan kerja sampingan membantu bang Gibran di kedai kopi.

Tak menyangka setelah 2 bulan ini kedai kami mendapatkan kenaikan omset dibanding awal kedai ini buka. Berusaha melalukan pelayanan yang terbaik itu adalah kunci kami dalam membangun usaha ini, sebab jika tidak mungkin bisnis kami tidak akan berkembang karena tidak memiliki konsumen.

Bang Gibran memperkerjakan 8 orang sebagai karyawan di kedai nya. Tak menyangka bisnis kami dapat berkembang dengan baik.

Namun selain rasa kopinya yang membuat candu, aku mengusulkan ide kepada bang Gibran untuk konsep kedai ini sebelum dibangun. Ku pikir jika ini akan dibuat kedai kopi alangkah baiknya disandingkan dengan hal yang serupa. Kebanyakan anak muda jaman sekarang selalu mengaitkan antara kopi, senja dan puisi. Setidaknya aku bisa menggabungkan dua unsur tersebut untuk membangun ciri khas dari kedai kami.

Diputuskanlah sebuah konsep. Konsepnya memang terbilang sederhana namun dapat membuat branding yang luar biasa bagi kedai kami.

Di kedai kami tersedia lembaran kertas dan pena di setiap meja nya. Kemudian para konsumen dapat menuliskan hal apa saja yang ia mau entah itu sebuah quotes, sajak, puisi atau curahan hati yang kemudian bisa memasukkan nya ke dalam box yang telah kami disediakan.

Keesokan hari nya konsumen akan mendapatkan balasan atas tulisan nya yang sudah dimasukkan ke dalam box tersebut, hal itulah yang menjadi branding bagi kedai kami.

Selain tulisan, kami pun turut mengaamiinkan dunia literasi dengan membuat perpustakaan kecil di dalam kedai kami. Setidaknya dapat meringankan beban budayakan membaca demi memberantas buta huruf dengan memfasilitasi buku. Kami pun memperhatikan hal tersebut dengan mengupradge buku setiap bulannya dengan judul yang baru.