Chereads / Sepasang Pena / Chapter 10 - Pengagum Rahasia

Chapter 10 - Pengagum Rahasia

Waktu begitu cepat sekali berlalu. Meninggalkan penyesalan pada apa-apa yang tidak sempat diwujudkan. Tidak hanya satu atau dua orang saja. Banyak sekali yang tidak terlihat, yang bisa jadi diri kita sendiri di dalamnya.

4 bulan berlari dengan cepat. Meninggalkan jejak-jejak perjuangan di belakang sana. Hidup di negeri orang tidak mudah seperti yang terlihat. Banyak kebiasaan baru yang harus kita pelihara dan kebiasaan yang telah membudaya perlu dikebumikan.

Seperti dua orang asing yang bertemu lalu dipersatukan. Dua kepala yang berbeda isi. Dua jiwa yang berbeda kontruksi. Dua raga yang saling bertolak belakang. Keduanya perlu sama-sama belajar. Perlu sama-sama berjuang untuk saling beradaptasi.

"Good morning" sapa seseorang yang baru saja masuk.

"Good morning". Ternyata itu pak Erward. Beliau sudah selesai dari tugasnya, akhirnya kita bisa kembali bertemu. Ku kira pak Bagas akan menggantikan pak Erward selamanya. Rasanya sudah rindu sekali pada pak Erward, lama tak jumpa. Aku rindu caranya dalam mengajarkan kami.

Sebelum melanjutkan untuk memasuki materi, pak Erward terlebih dahulu menanyakan kabar kami, bagaimana perjalanan selama belajar bersama pak Bagas lebih tepatnya.

Ternyata pak Erward mendapatkan sebuah tugas untuk terbang ke Jepang sebagai seorang peneliti mewakili Turki.

Pak Erward pun berbagi pengalaman selama di Jepang. Menjadi sebuah pengalaman yang paling berkesan dalam hidup, terlihat dari cerita yang dibawakannya sangat menarik hati kami.

----------------

"Mau makan dimana sekarang?" tanya Ajeng

"Ke tempat biasa aja, kantin" ajak ku

"Yahh bosen, keluar yuk!" kali ini Shindy protes, tak biasanya.

"Mau kemana?" tanya ku

"Kafe dekat dorm saja"

"Hemmmmmm.." aku berpikir

"Mau ya mauu?" rayu Shindy

"Tumben, ada apa nih?" tanya Ajeng menggoda

"Engga ada apa-apa ko" elak Shindy

"Ohhh.. aku tau" kini giliran ku merayu

"Apa sih Ruuu" Shindy merengek

"Barista nya yaa?" tanya Ajeng menggoda

"Apaan sih, yaudah ga jadi deh"

"Yaahh marah, yaudah yuk pergi" ajak ku sembari menarik lengan Ajeng dan Shindy.

Kami berjalan kaki menuju ke kafe tersebut. Maklum saja kami mahasiswa, demi menghemat uang bulanan hehe..

Sepertinya kami terlihat seperti ban becak. Kemanapun selalu bersama. Seperti sudah kenal lama, tetapi pada kenyataannya kami dipersatukan baru seumur jagung.

Aku sangat nyaman dekat dengan mereka. Ternyata mereka memiliki frekuensi yang sama dengan ku, entah itu topik obrolan yang untuk dibahas, memiliki beberapa jenis kesukaan yang sama, bahkan tingkat humor pun kami pada selera yang sama.

"Mau pesan apa?" tanya ku

"Yang biasa saja" jawab Ajeng

"Shindy mau pesan apa?"

"Samain aja sama Ajeng"

"Oke, jadi Lahmacun 3, ice coffe 1 dan limonata 2" ucap ku pada pramusaji yang langsung menuliskannya pada kertas yang dipegangnya.

Selain kopi, kafe ini pun menyediakan beberapa menu pilihan lainnya termasuk beberapa makanan berat seperti pilav, nasi khas turki.

"Ko ga kelihatan ya?" goda Ajeng sambil menyiku lengan Shindy yang berada di sampingnya

"Pantesan aja mukanya kelipet gitu" ledek ku yang disusul dengan tertawa kecil. Godaan kami tak berhasil. Shindy yang digoda tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia membuang muka nya ke luar jendela.

Setelah beberapa kali kami mengunjungi kafe ini, ternyata hati Shindy terpikat pada salah satu pegawai yang menjadi barista di kafe ini. Sosok yang dikagumi Shindy merupakan mahasiswa di salah satu kampus yang ada di turki. Terlihat dari parasnya ia merupakan warga indonesia, mungkin seperti kami.

Tak lama seseorang masuk membuka pintu. Ajeng dengan bersemangat berdehem keras "Ehemmm." Seketika Shindy menoleh dan raut wajahnya secepat kilat berubah menjadi sumringah.

Ada kelegaan yang Shindy rasakan ketika melihatnya. Seperti ada energi positif yang dibawanya untuk diri Shindy.

Memang diantara mereka tak pernah terjadi suatu obrolan, namun diam-diam Shindy menyukainya. Antara aku dan Ajeng mengetahuinya. Shindy terlalu segan jika untuk menyapanya duluan, sehingga ia hanya mampu menatapnya dari kejauhan.

"Matanya awas loncat tuh" ledek Ajeng

"Apa sih jeng?" elak Shindy sembari memalingkan pandangannya.

Tak lama tiba-tiba makanan datang.

"Silahkan" ucap pramusaji sembari menyajikan makanan di meja kami.

Seketika kami bertiga tersontak kaget. Aku yang sedang asik dengan membaca buku, sedangkan Ajeng dan Shindy sibuk dengan hp nya seketika berhenti melihat siapa yang baru saja mengantarkan makanan, terutama Shindy. Jantungnya seperti akan keluar dari tempatnya. Ah Shindy terlalu berlebihan hehe..

"Terimakasih" ucapku. Setelah menyajikan makanan, pramusaji tersebut kembali meninggalkan kami menuju tempatnya bekerja, lebih tepatnya si barista tersebut.

Shindy kaget kegirangan melihat siapa yang baru saja mengantarkan makanan ke meja kami. Ia menatap punggung si barista tersebut sampai benar-benar hilang di balik tembok dapur kafe ini.

"Wah ada yang bakal susah tidur nih malem nanti" lagi-lagi Ajeng menggoda.

"Baru dianterin makanan aja udah seneng, apalagii..." Shindy menggantung ucapannya sembari menampakkan ekspresinya akan membayangkan sesuatu hal. Aku dan Ajeng sontak menertawakannya bersama.

"Kira-kira namanya siapa ya?" tanya Shindy

"Tanyain" kata ku

"Hemmmm..."

"Apa perlu aku yang nanya?" tawar Ajeng

"Jangann. Jangan sekarang" tolak Shindy

"Mau sampai kapan? Nunggu jamuran?"

"Nanti aja deh" tolak Shindy dengan nada yang sedikit sedih. Ku lihat Shindy memang tak berani untuk memulainya terlebih dahulu.

"Sudah, sudah, yuk pulang" ajak ku untuk menengahi melihat makanan kami semua sudah habis.