"Assalamu'alaykum, buu.."
"Wa'alaykumussalam warahmatullaah"
"Ibu lagi apa?"
"Ah kaya biasanya aja di rumah"
"Bang Gibran belum pulang ya bu?"
"Iya belum"
"Maaf ya bu, Aru ga bisa nemenin ibu di rumah. Jadinya, ibu di rumah deh sendirian"
"Gapapa nak, paling bentaran lagi juga bang Gibran pulang ko"
"Maaf ya buu.."
"Tidak papa. Jadi gimana tadi kelas bahasanya?"
Aku bercerita panjang lebar dengan ibu tentang hari ini, tentunya tentang masjid biru yang baru saja aku kunjungi tadi. Biasanya kami selalu menghabiskan waktu berdua, seperti memasak, menonton tv, mengobrol atau melakukan hal yang lainnya. Namun kini jarak memisahkan kita berdua, sehingga kita selalu mencuri waktu walau sekedar memberitahukan kabar lewat telepon.
"Yasudah kalau gitu, ibu istirahat ya"
"Aru juga jaga kesehatan ya nak"
"Siap ibu negara"
"Yasudah ibu tutup ya. Assalamu'alaykum"
"Wa'alaykumussalam warahmatullaah"
Telepon pun terputus.
"Ru ini gimana sih aku ga ngerti?" tanya Ajeng yang sedang sibuk dengan tugasnya
"Tinggal diganti aja katanya"
"Oh gituuuu"
"Ehemm"
Kebetulan aku menyelesaikannya terlebih dahulu, sebab aku ingin segera menghubungi ibu jika tidak tugasku akan terbengkalai karena kelamaan asik mengobrol bersama ibu.
"Alhamdulillaah akhirnya selesai juga" sahut Shindy
"Tungguin dong aku belum selesai Shin" keluh Ajeng
"Cepetan makanya"
Ajeng membalasnya dengan menekuk muka.
-------------------
"Baik kita selesaikan materi kemarin" lanjut pak Erward
Kelas hari ini kami awali dengan dengan semangat. Tidak terlambat lagi tentunya. Kita datang tepat waktu, lebih siap untuk belajar. Tanpa terburu-buru untuk mengejar waktu.
Kita boleh saja gagal di hari kemarin, tapi tidak diperbolehkan untuk mengulang di hari ini. Alangkah lebih baik jika kita bisa lebih baik dari hari kemarin. Perlu kita sadari jika kegagalan memiliki sedikit peran untuk menemani mencapai kesuksesan. Sebab melalui kesalahan lah kita belajar, mana hal yang perlu dilakukan dan mana yang tidak.
Kami sangat senang belajar dengan pak Erward sebab caranya dalam mengajar dapat dengan mudah untuk kami pahami.
Oh ya hampir saja melewatkan untuk mengenalkan pak Erward. Beliau adalah salah satu dosen di kampus kami yang mengajarkan materi bahasa Turki. Beliau berumur kisaran 50 tahun dan orang Turki asli.
Pelajaran berjalan dengan semestinya. Seperti kemarin setelah pelajaran usai, kami langsung melipir ke kantin untuk memburu makanan.
"Jadi gimana? Kak Erika sudah ada mengabari?" tanya Ajeng tak sabaran
"Yaelah, sabar Jeng. Abisin aja dulu makanannya" titah Shindy.
Aku hanya tertawa kecil dibuatnya.
Kami kembali fokus pada makanan yang ada di depan kami. Menghabiskannya. Sepertinya antara sarapan dan makan siang yang digabung akan menjadi kebiasaan baru. Namun, bagi ku ini bukan suatu hal yang baru. Sebab kebiasaan ini sudah melekat sedari dulu padaku. Bukan berarti ibu terlalu sibuk sampai-sampai tidak sempat membuatkan ku sarapan. Akan tetapi, ususku belum siap untuk didatangi tamu pada pagi hari.
"Hallo kak"
"...."
"Oh iya kak, kita masih di kantin ko kak"
"....."
"Oke kak"
Telepon pun berakhir.
"Apa katanya Shin?" tanya ku
"Kak Erika baru keluar dari kelas, bilangnya mau nyusul kesini"
"Oh gitu"
"Gimana udah siap?" kak Erika datang tiba-tiba sembari menepuk pundak ku dari belakang
"Astaghfirullaah" ucapku kaget
"Maaf ya jadi mengagetkan"
"Gapapa kak"
"Masih pada makan ya?"
"Engga ko kak, udah pada abis makanannya juga" elak ku
"Yaudah yuk langsung berangkat"
"Ayo kak" ajak Ajeng
"Huss Ajeng, bukannya ajak dulu duduk kak Erikanya atau barangkali kak Erika mau makan siang dulu"
"Ya maaf" jawab Ajeng sembari senyum
"Udah gampang, aku masih kenyang ko. Yaudah yuk berangkat" ajak kak Erika
"Emang kita mau kemana ku?" tanya ku penasaran
"Hagia shopia"
"Wah asik nih kayanya"
kak Erika menjawab dengan senyuman.
Hagia sophia siapa yang tak tau? Kata yang selalu keluar dari kebanyakan mulut jika membicarakan tentang sejarah Turki.
Kami memilih untuk melanjutkan ekspedisi dengan berjalan kaki agar lebih terasa jalan-jalannya. Kali ini Turki sedang diselimuti musim gugur. Dedaunan pada pohon di sepanjang jalan terlihat menguning pertanda siap untuk menjatuhkan diri ke bumi. Suasananya membawa kita pada seperti cerita pada dongeng-dongeng.
Kami menghabiskan waktu dengan berbagi cerita, tak lupa mengabadikan setiap momen unik dengan memotretnya. Sesekali kami tertawa karena ulah salah satu diantara kami.
Tak terasa kami pun sudah berada di depan bangunan yang kokoh nan megah, hagia sophia.
Hagia sophia adalah tempat yang tergolong wajib dan menarik dikunjungi di Istanbul. Bangunan bersejarah yang berumur sekitar 1500 tahun ini selama berdiri dalam riwayatnya adalah sebuah Gereja yang kemudian dimasa Kesultanan Sultan Mehmet II dirubah menjadi Masjid.
Pada masa Sultan Murad III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Mengganti tanda salib yang terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi hiasan-hiasan yang semula ada di dalam Gereja Hagia Sophia dengan tulisan kaligrafi Arab. Altar dan perabotan-perabotan lain juga dihilangkan. Patung-patung dan lukisan-lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat.
Lantas selama hampir 500 tahun bangunan bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid. Adanya kontak budaya antara orang-orang Turki yang beragama Islam dengan budaya Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang semula berupa atap rata dan bentuk kubah, kemudian mulai berubah menjadi atap meruncing.
Setelah mengenal bentuk atap meruncing inilah merupakan titik awal dari pengembangan bangunan masjid yang bersifat megah, berkesan perkasa dan vertikal. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya gaya baru dalam penampilan masjid, yaitu pengembangan lengkungan-lengkungan pada pintu-pintu masuk, untuk memperoleh kesan ruang yang lebih luas dan tinggi.
Namun, sejak masa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk, beliau di tahun 1937 mengubah bangunan ini menjadi Museum. Penguasa Turki dari kelompok Muslim nasionalis ini melarang penggunaan bangunan Masjid Aya Sofia untuk shalat dan mengganti fungsi masjid menjadi museum. Mulailah proyek pembongkaran Masjid Aya Sofia.
Beberapa desain dan corak bangunan yang bercirikan Islam diubah lagi menjadi gereja. Praktik keagamaan, baik Nasrani maupun Muslim dilarang dilakukan di dalam kompleks Hagia Sophia. Sejak difungsikan sebagai museum, para pengunjung bisa menyaksikan budaya Kristen dan Islam bercampur menghiasi dinding dan pilar pada bangunan Aya Sofia.
Bagian di langit-langit ruangan di lantai dua yang bercat kaligrafi dikelupas hingga mozaik berupa lukisan-lukisan sakral Kristen peninggalan masa Gereja Hagia Sophia kembali terlihat. Secara nyata, detail mengenai bangunan ini ku simak secara perlahan.
Perjalanan yang sangat menyenangkan. Banyak hal yang kita pelajari disana, termasuk tentang sejarahnya yang meninggalkan jejak hingga saat ini.