Chapter 9 - Khawatir

TOK..TOK..TOK..TOK..!!

Suara gedoran pintu terdengar dan sontak membuat Elish terbangun dari tidurnya. Gadis itu melepaskan pelukannya dan membangunkan Jovan. Ia meminta Jovan untuk bersembunyi dan segera dituruti oleh Jovan.

Elish keluar kamar berlari menuju pintu rumahnya dan membukanya. Setelah pintu terbuka agak lebar, ia mendapati Eva, Liony dan Lyora bediri di depan pintu dengan wajah murung dan tangan bersila.

"Kemari kau!" Ucap Eva seraya menarik Elish menuju kamar dan diikuti Lyora dan Liony dari belakang.

Sebelumnya, Liory mengunci pintu rumah Elish dari dalam untuk menjaga rumah itu tetap aman.

Kini Elish duduk di pinggir tempat tidurnya. Ketiga temannya berdiri di hadapannya. Mereka menatap Elish tajam. Namun mendadak wajah mereka berubah menjadi wajah lega. Bahkan Liony kini tiba-tiba terduduk lemas di lantai.

"Astaga Eliiisshhh... Kami pikir terjadi apa-apa padamu." Ucap Liony sambil menangis dan memeluk kaki kanan Elish.

Elish hanya menatap Liony heran.

"Kau tahu? Kami..." Kalimat Lyora terputus.

Elish berpaling pada Lyora, menanti kalimat Lyora yang sempat terputus.

"Ah.. sudahlah." Sambung Lyora dengan mata yang berkaca-kaca.

Elish masih kebingungan. Kini ia menatap Eva yang juga menatapnya. Tiba-tiba wajah Eva berubah murung dan perlahan mengerut lalu kemudian menangis sejadi-jadinya.

Eva terduduk karena tidak tahan lagi berdiri. Gadis itu memang selalu tidak tahan berdiri saat sedang menangis. Ia memeluk kaki kiri Elish di sebelah Liony.

Lyora juga ikut terduduk dan menangis bersama kedua temannya yang sudah menangis lebih dulu.

Elish hanya diam 'tak mampu bersuara. Ia tidak tahu apa yang membuat sikap teman-temannya begini.

***

"Sebenarnya kalian kenapa?" Elish buka suara setelah keadaan kembali tenang.

"Kau tidak membalas SMS kami." Ucap Lyora.

"Kau tidak mengangkat telepon kami." Sambung Liony.

"Lalu tadi... ada berita kecelakaan mengenai seorang mahasiswi berinisial EE." Sekarang Eva yang bersuara.

Kini Elish mengerti mengapa teman-temannya seperti itu. Ia turun dari tempat tidur dan ikut duduk di lantai bersama ketiga temannya.

Gadis itu tersenyum.

"Aku baik-baik saja. Jangan khawatir. Aku tidak membalas SMS dan tidak mengangkat telepon karena aku tadi masih tidur. Jadi..." Kalimat Elish terhenti begitu ketiga temannya menatapnya tajam.

Mereka kenapa? Kerasukan? - Tanya Elish dalam hati.

Tidur??? - Pikir Eva, Lyora dan Liony seakan memiliki satu pikiran.

"Kau..." Ucap ketiga teman Elish itu bersamaan.

Eva bangkit berdiri dan diikuti Lyora dan Liony. Mereka menatap horror Elish yang kini duduk sendirian di lantai.

"Pergi sana! Tidur lagi! Kalau perlu tidak usah bangun!" Ucap Eva dengan nada menaik.

Ketiga teman Elish itu pergi meninggalkan Elish sendirian di kamar. Lalu kemudian pergi keluar dari rumah Elish.

Elish tidak berniat mengejar. Ia lebih memilih untuk tetap duduk di lantai.

Ting!

Ponselnya berbunyi.

Elish segera bangkit dan meraih ponselnya di atas tempat tidur.

Eva💙

Kami tunggu sampai jam 11 di kampus. Kalau kau tidak muncul juga, jangan harap kau bisa tidur nyenyak malam ini!

Demikian isi pesan dari Eva.

Elish hanya tertawa kecil membaca SMS temannya itu. Ia melirik ke sudut ponselnya.

09.13 a.m.

"Masih banyak waktu." Ucapnya sambil menaruh ponselnya di atas tempat tidur.

Gadis itu berjalan menuju lemari dan mengambil segala keperluannya untuk dipakainya ke kampus.

***

Suurrr...

Suara air menggema di kamar mandi rumah Elish. Gadis itu sedang mandi. Bersiap-siap pergi ke kampus.

"Elish! Kau di waw.." Jovan tiba-tiba menembus dinding kamar mandi dan mendapati Elish sedang menyabuni tubuhnya.

"Aaaaaaa!!"

BUKK!!

Sebuah sabun melayang dan mengenai kening Jovan. Hal itu sontak membuat Jovan terpental ke luar kamar mandi. Sedangkan sabun yang Elish lempar tertinggal di dalam kamar mandi.

"Dasar MESUM!" Bentak Elish dari dalam kamar mandi.

Jovan terdiam di depan kamar mandi tanpa ada niat untuk masuk lagi. Pria itu menunggu sampai Elish selesai. Sudah cukup baginya dihajar sampai dua kali oleh Elish. Dia sangat kapok.

Wajah Jovan memerah begitu mengingat sosok Elish di kamar mandi tadi. Tapi ia segera menepis pikiran kotornya itu dan menyadarkan diri.

***