"Kau marah?" tanta Kevin saat laki-laki itu berhasil berjalan cepat memotong jalan untuk mengantar Arra ke kelasnya dengan lembut dan berusaha keras untuk tidak membuat perasaannya kembali memanas.
"Apa salahku sebenarnya," kesalnya meremas kotak bekal dikedua tangannya. "Vio tidak ingin mendengarkan penjelasanku, dia selalu paling tersakiti seakan-akan dia yang tidak melakukan apa-apa jika aku marah. Apa aku harus terus mengalah dipertemanan yang tidak sehat seperti ini?"
"Aku lelah, Kak." Arra terlihat putus asa dengan wajah memelas dan mata yang ingin menangis, ternyata perempuan itu tidak selemah, dan sebodoh yang Kevin pikirkan.
Bahkan dengan satu kali melihat saja Kevin bisa melihat jika tatapan tulus dan kecewa milik Arra benar-benar tidak dibohongi dengan wajahnya yang terkesan kasar dan kesal.
"Kau menganggap Vio dua temanmu apa sebenarnya?" tanya Kevin terlihat membutuhkan jawaban karena laki-laki itu ingin membantu Arra sedikit saja untuk tidak merasakan hal yang kurang nyaman saat di dekatnya. "Tiga bulan terakhir ini kami bersahabat." Arra berjalan menuju kelasnya dari sisi belakang bersama dengan Kevin begitu mendengar bell masuk mulai terdengar.
"Kau merasa kau membutuhkan itu?" tanya Kevin membuat perempuan yang sedang berusaha keras menetralkan kemarahanya untuk Vio dan Fian. "Aku butuh teman, aku ingin punya sahabat yang---"
"Seumur hidupku, aku tidak pernah memiliki teman." Kevin memotong ucapan Arra begitu saja saja karena menyadari jika pertemanan Arra dengan kedua temannya benar-benar tidak sehat.
"Tidak ada yang bisa kau anggap serius di lingkup pertemanan sebenarnya, Arra. Mereka hanya datang saat mereka mau, mereka hanya ingin dekat denganmu saat kau dibutuhkan, mereka hanya akan terus mempermainkan hidupmu untuk mereka monopoli. Tidak ada yang menyenangkan jika berteman." Kevin menjelaskan apa yang akan Arra dapatkan jika perempuan itu memiliki teman dan akan berakhir seperti yang dia inginkan.
"Kak Giral dan Kak Raenal tidak pernah mengajariku seperti itu," ucap Arra menyadari jika saat ini Kevin sedang berusaha menasihatinya terlalu jauh. "Aku hanya memberimu saran, jika kau tidak terima kau tidak perlu memakainya. Aku tidak memaksa," jawab Kevin untuk Arra membuat perempuan itu menyatukan alisnya pelan menyadari kesalahanmya yang terlalu jauh.
"Jika kau kurang nyaman menunggu dijemput oleh Kak Giral, masuklah ke kelasku. Apa kau tidak lelah terus bermain petak umpat dengan Fian hanya untuk membiarkan Vio pulang dengan Fian?"
"Pikirkan dirimu sebelum kau berpikir untuk orang lain." Kevin memberi sedikit nasihat agar Arra tidak melakukan hal konyol lagi. "Aku akan menemanimu, tapi tidak dengan menjadi bodoh."
Kevin membiarkan Arra sampai di kelasnya dan laki-laki itu berjalan tanpa pamit menuju kelasnya yang cukup jauh dari kelas Arra saat itu. Alis Arra menyatu sempurna begitu melihat Kevin berjalan santai tanpa mengatakan apapun meninggalkan dirinya tanpa bicara, bahkan sekarang yang membuat Arra semakin bingung adalah bagaimana Kevin dengan santainya berjalan ke kelasnya saat beberapa guru mulai masuk ke kelas sepuluh.
"Kak Kevin benar-benar bukan laki-laki biasa, dia benar-benar iblis berhati malaikat." Selesai bergumam Arra pada akhirnya masuk ke kelas tanpa mengatakan apapun. Di sana belum ada Vio sama sekali, Arra menghela nafasnya berat menyadsri jika yang sebenarnya mereka lakukan dan gunakan bukanlah sesuatu yang perlu dia permasalahankan.
Arra duduk di kursinya dengan diam, tidak lama dsri itu Vio datang dengan wajah masih bingung dan duduk dengan diam, guru mulai masuk dan pelajaran terus berjalan dengan baik, bahkan saat itu Arra benar-benar fokus pada mata pelajarannya dan meninggalkan Vio yang sejak tadi berusaha mencari celah untuk berbicara dengannya.
Bell pulang sekolah mulai terdengar, beberapa dari mereka langsung pergi dsri kelas, dengan guru yang sudah meninggalkan kelas dengan baik, dan bagaimana Vio yang sejak tadi menunggu pergerakan selesai dari Arra karena perempuan itu ingin berbicara dengan Arra setelah mereka bertengkar tanpa disengaja.
"Arra." Vio memulainya dengan memanggil nama Arra dengan sedikit gugup, Arra yang sedang merapikan meja miliknya memasukkan beberapa alat tulis hanya bisa terdiam sebentar lalu menyelesaikannya lagi tanpa jeda.
"Aku ingin bicara, bisakah kau memberiku waktu sebentar?" Vio berbicara dengan sangat baik, bahkan saat itu Arra hanya bisa terdiam tanpa merespon apapun. Selesai dengan tasnya Arra memilih langsung berjalan meninggalkan kelas dan membiarkan Vio seorang diri di kelas mereka, namun gerakan cepat Vio membuat Arra refleks membiarkannya.
Vio menarik tangan Arra sampai dengan tas milik Arra sengaja Arra jatuhkan agar Vio melepaskan eratan tangannya dari Arra. "Arra, maaf." Arra memutar bola matanya malas.
Dia mengambil tasnya tanpa bicara, melirik Vio sedikit dan mulai menyelesaikan langkanya untuk keluar dari kelasnya tanpa bicara.
"Kenapa kau tidak ingin berbicara denganku?" Kali ini Vio melakukannya dengan sedikit kasar, Arra yang masih berjalan menuju pintu keluar sama sekali tidak membiarkan kesempatan itu terbuang.
"Beri aku kesempatan untuk berbicara, kenapa kau egois sekali padaku Arra." Kembali melakukan hal yang sama Arra hanya bisa menghentikan langkahnya dan membiarkan dirinya berdiri di depan pintu yang memiliki jarak satu langkah besar saja.
Arra membalikkan tubuhnya dan bisa melihat Vio berjalan kearahnya. "Maafkan aku jika bicaraku terdengar kasar tadi."
"Aku hanya berusaha menyadarkanmu jika kau melakukan hal yang tidak seharusnya kau lakukan di sekolah, Arra." Vio menelan ludahnya lagi sebelum dia kembali berbicara panjang lebar lagi.
"Aku mengajarimu jika diawal aku memang mencintai Fian, menyarankanmu untuk dekat dan berpacaran dengan Kak Kevin." Perempuan itu masih melakukan hal yang sama tanpa sengaja dia lakukan berulang kali. "Tapi tidak dengan berciuman di sekolah, Arra."
"Ini area sekolah, dan kau tidak bisa seenaknya berpacaran di---"
"Aku tidak berpacaran dengan siapapun," ucap Arra angkat bicara setelah diaterlihat geram dengan apa yang dia dapatkan dari Vio. "Lalu? Maksudmu tadi hanya---"
"Aku memohon pada mulutmu untuk tidak berbicara seenaknya, Vio. Sangat percuma juga jika kau kembali menjelaskannya. Aku akan melakukan hal sama sebagaimaan kau melakukannya padamu." Vio menelan ludahnya sukar, perempuan itu memilih berjalan menjauh meninggalkan Vio di kelas mereka.
Begitu keluar dari kelas Arra harus dihadapkan dengan Fian yang sengaja datang ke kelas mereka. "Apa kau akan pulang bersama denganku karena---"
"Haruskah kau egois untuk memaksa orang lain untuk mencintaimu dengan cara yang paling gila, Fian? Aku selalu dirugikan," ucap Arra langsung berjalan menuju parkiran agar dia tidak harus bertemu dengan Vio dan juga Fian untuk membuat suasana hatinya menjadi semakin tidak baik-baik saja.
"Kau datang ke kelasku? Kau sangat penurut, Arra." Baru saja Kevin akan keluar menuju kelas karena hari ini jadwalnya Kevin mengembalikan buku karena piketnya. "Bukan, aku hanya menyadari jika kau sangat membantuku Kak." Kevin terkekeh, laki-laki itu mengambil satu tumpukan buku paket dimana ada sekitar limabelas buku Kevin berikan pada Arra untuk membantunya.
"Jika aku membantumu beberapa kali, tolong bantu aku juga."
"Bantu aku mengantarkan buku paket ini ke perpustaan sampai kau mendapat pesan dari Kak Giral untuk menjemputmu. Kau mau? Aku pamrih, dan aku jujur." Arra melihat Kevin kesal, laki-laki itu terlihat tertawa menyadari jika kali ini aralah kesalahan Kevin, bukan orang lain.
"Apa kau memintaku untuk datang karena ini?" tanya Arra jika dia merasa dirinya dimanfaatkan juga oleh Kevin sama halnya Vio memperlakukannya. "Sejujurnya tidak."
"Aku memintamu untuk keluar dari masalahmu dengan dikejar-kejar oleh kedua temanmu. Mereka tidak akan berani berbicara denganku, bantu aku." Pada akhirnya Arra memilih untuk mengikuti langkah Kevin yang membantunya menuju perpustakaan mengembalikan buku paket mata pelajarannya.
"Jadi aku harus menunggu sampai Kak Giral menelfonku jika dia akan menjemputku?" Arra terlihat menerima ide dari Kevin jika dia membantu kakak tingkatnya dan mendapatkan keuntungan lebih.
Tidak lama dari itu keduanya sampai di perpustakaan, benar saja. Saat Arra berpapasan dengan Vio dan Fian tidak ada yang berani menyapa Arra. Keduanya memilih diam begitu Arra berjalan di bayangan langkah milik kakak tingkatnya.
"Terimakasih, Kak Kevin." Selesai dengan buku paket milik Kevin Arra justru berterimakasih begitu menyadari apa yang dia dapatkan karena tanpa sengaja Kevin juga membantunya keluar dari masalah. "Itu bukan masalah." Kevin berjalan menjauh keluar dari perpustakaan melupakan apa yang sebenarmya terjadi membuat Arra menyatukan alisnya pelan.
"Kak, kau tidak ingin menungguku?" Kevin terkekeh, dia menjawab dengan gelengan kepala yang sama tanpa menguranginya. "Kau benar-benar mengharapkan Kak Giral menjemputmu?" Pertanyaan justru kembali pada Arra, perempuan itu bahkan sampai terkejut dengan apa yang Kevin katakan. "Apa maksud Kak Kevin?"
"Pulang denganku." Kevin mengambil tangan Arra untuk ikut dengannya membuat arra yang saat itu tidak bisa melawan apapyn memilih diam.
"Bagaimana dengan Kak Giral?" tanya Arra membuat Kevin terkekeh dan masih tidak menjawab. "Kak, apa kau berusaha menculikku?" Masih dengan jawaban yang tidak ada Arra memilih untuk tetap mengikuti langkah Kevin karena laki-laki itu tidak memiliki pilihan lain.
Sampai di tempat parkir kakak tingkatnya Arra mulai menelan ludahnya sukar, laki-laki itu hanya memiih diam dan melihat ke arah Kevin tanpa mengatakan apapun. "Apa ini nyata?" tanya Arra menyadari jika Kevin benar-benar akan mengantarnya pulang dan tidak perduli bagaimana Giral akan menjemputnya pulang bersamanya.
"Kak Giral tidak akan menjemputmu, percaya padaku." Arra menyatukan alisnya pelan, dia menggelengkan kepalanya pelan tidak percaya dengan apa yang Kevin katakan padanya. "Kenapa tidak mau?" Kevin bertanya sebab perempuan itu memilih mundur.
"Kak Giral tidak mengatakan padaku jika dia tidak bisa menjemputku," ucapnya, Kevin terkekeh mendengar bagaimana perempuan itu keras dalam keputusannya.
"Apa aku harus mengatakannya?" Saat itu bahkan Kevin harus mengatakan apa yang seharusnya tidak dia katakan karena itu membuatnya muak. "Apa yang sebenarnya Kak Kevin inginkan." Raenal menaikan satu alisnya cukup terkejut.
"Naik saja, aku akan menjelaskannya setelah sampai di rumahmu. Kau tidak perlu mengatakan dimana rumahmu jika kau curiga padaku."