Chereads / CINTA 9 TAHUN / Chapter 29 - 29. Pertengkaran Di Meja Makan.

Chapter 29 - 29. Pertengkaran Di Meja Makan.

Sungguh, menjadi Arra adalah satu kemarahan yang akan dibanting secara bersamaan.

Arra sama sekali tidsk melakukan apapun, dia dituduh yang tidak-tidak oleh sahabatnya sendiri, entahlah apakah menurut orang lain Vio adalah teman Arra. Hanya saja keduanya menjadi semakin menyebalkan dan sulit dijelaskan karena Arra hanya bisa tetap diam dan menerimanya.

Vio mungkin benar-benar menyukai Fian dengan tulus atau apa, sebenarnya Arra sedikit tidak suka karena sikap Vio yang berubah menjadi sedikit kasar padanya.

Semenjak Vio mengatakan pada Arra jika perempuan itu menyukai Fian Vio menjadi sedikit sensitif dan agresif, sejujurnya hal ini yang membuat Arra gerah. Dia tidak tahan sama sekali untuk menerima semua itu, maki, kalimat kasar, menyebalkan dan hampir membuatnya kesal setengah mati.

Ingin menjauh, dan tidak ingin memaafkan, masih banyak lagi.

Saat Arra sedang tidak ingin meladeni pesan spam dari Fian juga, Arra sebenarnya ada di kamarnya setelah diantar pulang. Melihat banyak spam dari Fian sejujurnya Arra ada di tempatnya, hanya saja perempuan itu lebih memilih untuk tidak menjawabnya karena dia masih setengah kesal juga.

Kenapa harus Arra yang menjadi pelampiasannya?

Kenapa jika ada perempuan menyukai Fian, dan perempuan itu sedikit tidak suka respon Fian pads perempuan itu, kenapa harus berimbas pada Arra?

Contoh kecilnya Vio, dan Arra juga masih sedikit kesal pada Fian karena pria itu juga yang membuat Arra ada diposisi sulit dijelaskan.

Arra melihat dan membiarkan pesan dari Fian, perempuan itu memilih menyalakan ponselnya saat-saat ponselnya akan mati Arra mulai menyalakan ponselnya lagi.

Membaca pesan dari bilah notifikasi dan sampai pada akhirnya Arra mendapat pesan dari Vio dan perempuan itu juga membacanya dari notifikasi yang terlihat dari bilahnya.

Arra mulai gerah juga, dia mulah terganggu dan tidak nyaman. Ada begitu banyak makian, posisi menyudutkannya dan beberapa hal menyebalkan yang Arra dapatkan dari Vio, pada akhirnya Arra memilih langsung membalas pesannya saja pada Fian, sampai beberapa pesan terakhir sebagai pengancaman Arra memilih mengakhiri membalas pesan antara dirinya dengan Fian.

/Vio mengatakan padaku jika supirnya tidak menjemput, aku mengantarnya dengan selamat. Sejujurnya jika aku tidak melihatmu pulang dengan Kevin aku akan putar balik untuk mengantarkanku pulang./

/Fian aku harus pergi, sudah dulu ya./

Arra terkeeh saat dia berhasil menulis pesan untuk Fian dengan tidak meninggalkan keganjalan yang ada, Arra juga membaca pesan balasan dari Fian dan memilih mengabaikannya.

Pesan dari Vio juga sedikit menonyol, tapi dia juga melas membalas pesan untuk Vio juga.

Ada beberpaa hal dan masa yang membuat Arra kurang senang jika melakukannya. Terlebih terlihat sangat jelas bagaimana sisi munafik Vio yang terkadang sangat baik dan kasar sekali.

Arra hanya membacanya dan melewatinya

/Berhentilah mengirim pesan pada Fian, Arra. Kau menggangguku, kau mengganggu usahaku, kau tidak suka aku menyukai Fian, tapi jangan membuat Fian membenciku, aku benar-benar tidak memaksamu mendukung perasaanku, tapi kau mengusiknya Arra./

/Jangan membalas pesan dari Fian lagi atau aku benar-benar tidak akan mau menjadi temanmu lagi Arra! Ini bukan peringatan, melainkan aku menegurmu baik-baik./

/Balas pesan dariku, Arra./

/Maaf aku berbicara kasar padamu, aku marah tadi Arra. Benar-benar marah dan tidak bisa mengondisikan tubuhku, maafkan aku yang selalu membuatmu dirugikan setiap saat. Terimakasih tetap menganggapku baik dan menilaiku cantik di depan Fian. Kau teman terbaik, Arra. Terimakasih banyak./

/Arra, maafkan kesalahanku jika kau marah padaku hari ini./

Arra melempar asal ponselnya ke ranjang tempat tidurnya, dia memilih menyelesaikan tugas-tugasnya dan turun jika sudah makan malam, Arra bisa naik setelah pukul sepuluh atau mungkin sebelas untuk tidur dan bangun pukul lima pagi nanti.

Perempuan itu selalu mengalihkan masalahnya dengan belajar, mengerjakan tugas dan mengerjakan soal-soal tahun kedia hanya untuk mengasaj diri. Arra benar-benar memperlakukan waktunya hanya sebatas untuk belajar dan belajar.

Begjtupun dengan kakak pertama dan kakak nomor dua. Mereka selalu mengajarkan Arra hal yang sama dan selalu ditiru oleh adik-adiknya dengan baik.

Prestasinya

Seratus sembilanpuluh menit berlalu pada akhirnya Arra turun ke lantai satu, membantu ibunya untuk memasak atau bahkan hanya membantu untuk menyiapkan meja makannnya.

Sudah terdengae berisik dari atas suara potongan dan menggoreng sesuatu sejak duapuluh menit yang lalu, hanya saja Arra memilih tetap diam dan menyelesaikan tugasnya dan turun jika sudah selesai.

Perempuan itu turun dengan rambut terikat ke atas menjadi satu, kacamata hitam yang sengaja dia pakai karena matanya sedikit sakit akhir-akhir ini, celana pendek sebatas setengah paha, dan kaos putih kebesaran yang Arra pakai sampai ssbatas panjang tangan, sendal berbulu berwarna hijau lumut, dan ponsel yang sengaja dia pawa di tangan kirinya.

"Ibu," panggil Arra begjtu melihat ibunya sedang sibuk memasak untuk makan malam. "Kau sudah turun, tolong bantu ibu mengurus meja makan," mintanya membuat Arra terkekeh dan memeluk tubuh ibunya dsri belakang dan mencium pelan pipi ibunya.

"Aku menyayangi ibu," ucapnya manis membuat wanita itu hanya bisa terkekeh dan membalas pelukan itu dangan satu tangan mengelus pergelangan tangan putrinya. "Cepatlah, ayah dan kakakmu akan pulang duapuluh menit lagi, jadi kau segeralah menyusun meja makan." Arra terkekeh melirik jam dinding besar yang sengaja dipasang di dapur.

"Kenapa cepat sekali? Biasanya makan malam kita pukul enam, kenapa menjadi pukul lima lebih limabelas?" tanya Arra karena melirik jam dinding yang masih belum terlalu malam ibunya sudah menyelesaikan sebagian besar makan malamnya.

"Kau tidak baik makan terlalu malam, begitupun duamu dan ayahmu." Arra memutar bola matanya malas, dis berjalan menjauh dengan menggerutu. "Ibu memang selalu mengatakan itu, mengatur makanan kami, dan melarang kami makan dimalam hari, hanya saja ibu yang membuat peraturan, ibu sendiri yang melanggar, aku pernah melihat ibu satu kali makan mie instan dimalam hari." Wanita dewasa itu hanya bisa memutar bola matanya malas tidak ingin mempermasalahkan apa yang putrinya katakan.

Keduanya kompak menyelesaikan pekerjaan mereka tepat di pukul lima lebih limabelas menit. Dan tepat waktu juga ayah dan kedua kakak laki-lakinya yang pulang untuk hari yang berat setelah weekend.

"Kami pulang!!" Ketiganya berucap dengan suara cukup keras membuat wanita dan perempuan muda itu beejalan mendekati ketiganya. "Cuci tangan dulu, dan ayo makan malam." Ketiganya terkekeh begitu melihat istri sekaligus ibu yang mengambil ketiga milik tas putra dan suaminya untuk membersihkan sedikit diri mereka sendiri.

"Ibu masak banyak?" tanya Raenal saat melirik sedikit meja makan yang cukup penuh dengan masakan. "Tentu saja," jawabnya dengan mendorong putra pertamanya menjauh untuk bersiap. "Apa aku boleh mandi dulu?" tanya Giral saat memastikan jika dia hanya butuh mandi untuk kenyamanannya, hanya saja tidak disetujui.

"Makan dulu, kau bisa mandi setelah makan malam." Giral menghela nafasnya berat dan berjalan mengekori ayah dan kakaknya.

Ketiganya keluar dari kamar mandi dan disambut oleh Arra dan ibunya yang sudah duduk di kursi mereka masing-masing.

"Ini untukmu," ucap ibunya memberikan satu piring dengan nasinya. "Ini milikmu."

"Punyamu."

"Arra, peganglah."

Ketiganya menurut dan menerima piring mereka masing-masing dengan mengambil aluk untuk porsi mereka masing-masing juga. Tidak ada pembicaraan di meja makan, mereka sama-sama menikmati makanan mereka karena hampis semuanya melakukan aktifitas diluar rumah dengan cukup berat.

"Bagaimana pulangmu? Aku tidak bisa menjemputmu, kau di jemput Kak Raenal, Arra?" tanya Giral saat makanan mereka sudah selesai dan ditutup dengan pertanyaan Giral pada Arra karena dia tidak bisa mengantarnya.

"Tidak, aku tidak mengantarnya." Raenal yang menjawab, Arra yang mendengr hal itu menganggukkan kepala menyetujui jawabannya. "Kak Raenal tidak menjemputku," jawab Arra kembali melengkapi jawaban daei kakak pertamanya.

Kedua orang tua mereka hanya mendengarkan.

"Lalu kau pulangnya bagaimana?" tanya Giral pada Arra, matanya kembali menyorot pada Raenal untuk bertanya juga. "Dimana tanggung jawabmu sampai-sampai kau tidak mau menjemput adikmu sendiri, Kak?" Kali ini pertanyaan untuk Raenal dari Giral, orang yang sama.

"Tapi--"

"Kau hanya harus mendengar jika Arra sampai di rumah dalam keadaan selamat karena kau tidak bisa menjemputnya, kau mengerti?" ucap Raenal menjelaskan pada Giral jika menjemput ataupun tidak, bagi Raenal itu hal yang sama. Karena keselamatan dan sampai di rumah dalaam keadaan aman, itulah yang pertama.

"Aku--"

"Jadi menurutmu, pulang dengan siapapun tidak penting yang penting hanya pulang saja? Kak, apa yang sebenarnya kau pikirkan," balas Giral membuat Raenal menaikan satu alisnya pelan. "Kenapa kau marah? Arra pulang dalam keadaan selamat, dan dia baik-baik saja. Kenapa kau memarahiku? Jika kau tidak percaya padaku, kenapa kau tidak menjemputmya saja!" Arra kembali melihat ke arah wajah Giral untuk menjawab balasan pada Raenal kala itu.

"Sepertinya pikiran Kak Raenal sudah tidak ada," celetuk Giral membuat Raenal memukul meja makan sampai terdengar suara piring terangkat sedikit dan jatuh ke tempat semulanya.

"Berhenti bicara, sialan!!" Raenal, si sabar yang akan menjadi sangat pemarah jika dia tidak dalam mood yang baik.

"Raenal, Giral, sudah-sudah. Kita baru saja selesai makan malam, jangan membuat situasi menjadi tidak nyaman hanya karena masalah sepele ini." Ayahnya berusaha melerai pertengkaran antara kedua putra bungsu dan sulungnya.

"Tidak ada gunakan memperbedatkan hal seperti ini. Arra sudah sampai di rumah dalam keadaan selamat, dan untuk Giral kau jangan mengkhawatirkan hal yang tidak terjadi, untuk Raenal sopanlah sedikit. Kami masih ada di sini," tegurnya membuat keduanya menundukkan kepalanya dan merendahkan pandangannya.

"Ayah dan ibu akan ke kamar dulu, jangan bertengkar!" Ayahnya kembali memberi peringatan kecil sebelum meninggalkan makan malam mereka dengan ringan. Ibunya juga melihat ke arag kedua putranya pelan. "Ibu tidak ingin melihat kalian memiliki luka." Kali ini teguran dari ibu.

"Kau dijemput siapa hari ini, Arra?" tanya Giral pada asik perempuan utnuk menjelaskan jika kakak laki-lakinya tidak bertanggung jawab atas asiknya juga. "Kak Kevin, kakak tingkatku." Arra menjawab seadaan dan jujur, mata tajam Giral kali ini melihat pada Raenal untuk meminta jawaban juga.

"Aku yang menyuruh laki-laki itu untuk mengantarkan Arra. Aku bisa melihat tatapan baik dari Kevin senior Arra daripada Tyo juniormu yang licik." Dan terjadilah perang cukup serius antara kedua kakak laki-laki Arra.

Ketakutan Giral benar-benar terjadi ternyata.

Karena sejujurnya, siapapun mereka. Arra adalah pemiik jaeaban yang sebenarnya.