"Kenapa?" tanya Kevin pada Arra yang saat itu Kevin sangat peka pada perubahan Arra yang awalnya banyak bicara dan menanyakan beberapa hal terlalu banyak ragu, dan berhasil membuat Kevin terkekeh menyadari sesiatu. "Aku baik-baik saja." Kevin memutar bola matanya malas, dia meliirk Arra yang masih diam saja dengan melihat jalan raya yang cukup ramai hari ini.
Terik matahari yang cukup menyakitkan dan juga bagaimana keadaannya semakin memanas dengan apa yang Arra dapatkan. "Kau cemburu?"
Pertanyaan Kevin membuat Arra menegang di tempat namun menjadi diam menyadari apa yang kakak tingkatnya tanyakan padanya sedikit sensitif untuknya.
"Kau tidak tahu apapun, Kak." Kevin memutar bola matanya malas, laki-laki itu kembali melihat Arra dengan terang-terangan kali ini.
Ada wajah sangat kecewa yang bisa Kevin lihat di wajah Arra, dangar jelas, bahkan Kevin sampai bisa menyimpulaknnya dengan cepat.
"Bagaimana bisa kau menyukai laki-laki bodoh seperti Fian," gumamnya. Kali ini Arra mulai menyadari jika Kevin peka terhadapnya, bagaimana bodoh wajahnya menjelaskan segalanya. Seharusnya Arra sedikit memberi dinding lebih tinggi dan tebal pada kakak tingkatnya.
Sayangnya Arra tidak bisa, saat mengetahui jika Kevin tidak menyukainya, smeua perasaannya menjadi sangat terbuka begitu saja. Tidak seperti pada Kevin dan juga Vio, entah kenapa dan tanpa alasan juga.
"Apa salahku?" tanya Arra begitu saja bertanya pada Kevin yang saat itu sedang fokus mengendarai motornya tanpa memikirkan masalah Arra. "Kau bertanya padaku?" Arra menganggukkan kepalanya pelan. "Tentu saja."
"Apa yang kau takuti?" tanya Kevin saat itu bertanya lagi membuat Arra menelan ludahnya sukar. "Tidak ada," jawab Arra sedikit ragu untuk mengatakannya, kali ini dia sengaja memberanikan diri untuk mengatakan apapun dengan berani dan melupakan apa yang sedang dia rasakan.
Arra sedang menebalkan topeng yang dia pakai, fungsinya untuk hidup yang lebih menyenangkan.
"Apa kau selalu berbohong pada semua orang seperti ini?" Kevin bertanya tidak serius namun mampu membuat Arra sedikit diam menyadari sesuatu. "Jika kau bahagia melakukannya, lanjutkan saja. Lagipula siapa yang akan perduli pada hidupmu," lanjutnya lagi, lampu merah untuk pemberhentian pertama.
Kali ini Kevin bisa lebih serius berbicara debgan Arra, karena saat berkendara Kevin terbiasa diam dan tidak menanggapi siapapun yang berbicara dengannya.
"Aku hanya bertanya pada Kak Kevin diawal, apa kesalahanku melakukannya. Kenapa semakin jauh?" tanya Arra saat dia tidak suka jika hidupnya dicampuri oleh orang lain, orang asing yang berusaha datang. "Oh, iya!" Kevin menganggukkan kepalanya pelan.
"Apa kau yakin dengan kebodohanku itu?" tanya Kevin yang saat itu mulai bertanya pada Arra bagaimana perasaan konyol perempuan itu pada temannya sendiri. "Kenapa ucapanmu sangat menyakitkan sekali, apa tidak bisa diperbaiki dengan lebih halus lagi?" minta Arra membuat Kevin memutar bola matanya malas, lampu hijau sekarang.
Laki-laki itu mulai mengangkat bahunya acuh, dia akan kembali fokus pada motornya lagi sekarang. "Kak," panggil Arra saat Kevin diam saja sejak pembeehentian pertama lampu merah yang mengacaukannya, Arra sejak tadi juga memilih diam karena takut jika Kevin tidak nyaman dengannya. "Kenapa?" tanya Kevin degan suara beratnya.
"Apa salahku menyukai laki-laki seperti Fian?" tanya Arra begitu saja membuat Kevin terkekeh kecil mendengarnya, dia menjadi tidak habis pikir. Pertanyaan gila mulai muncul kali ini Kevin mulai ingin berbicara dan bertanya pada Arra mengenai pertemuan kedua dimana kafe sebelumnya menjadi tempat paling horor karenanya. "Apa kau juga bertanya hal seperti ini pada teman kakak laki-lakimu seperti kemarin di kafe itu?" tanya Kevin penuh curiga karena dia sedikit memikirkannya sekarang.
"Memangnya kenapa?" tanya Arra dengan suara sangat polos yang mampu membuat Kevin benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang Arra pikrkan terhadap hidupnya. "Kenapa?"
"Bagaimana kau menjalani hidup jika kau tidak memiliki privasi, Arra?" Bertanya seperti seorang yang kehabisan kesabaran Kevin dibuat gemas saat menyadari jika ada manusia seperti Arra jika dia bisa saja berbicara pada orang lain, laki-laki yang perempuan itu kenal dua hari yang lalu mengatakan segalanya.
"Kenapa? Di keluargaku tidak ada yang menyimpan rahasia, kami sangat terbuka untuk masalah pribadi, untuk apa aku menutup-nutupi masalahku jika aku bisa membagikan pada orang lain?" Kevin tidak menyangka jika perempuan kecil itu akan benar-bensr bertanya padanya seperti.
Kenapa? Tentu saja semua manusia harus memiliki rahasia dan privasi, bagaimana Arra mudah percaya pada seseorang dan masih tetap tidak mendapatkan pengkhinatan seperti ini.
Kevin banyak curiga sekarang.
"Apa kedua kakakmu melakukan itu?" tanya Kevin penasaran pada kedua kakak laki-laki Arra karena dia penasaran bagaimana keluarga perempuan itu menjalani haru-garinya. "Tidak juga sebenarnya," jawab perempuan itu.
"Kakak Raenal membawa pacarnya di tahun pertama S2 nya, dan Kak Giral semester ini sedang menyusun skripsi S2 dan dia belum membawa pacarnya ke rumah," jawab Arra jujur membuat Kevin menyadsri sesuatu.
Benar saja. Memang Arra di didik sebagai putri keluarga yang sangat polos, pintar, anggun dan terbuka. Sama sekali tidak ada celah untuk masuk, karena pintu terbuka sangat lebar.
"Apa kau tidak ingin seperti kedua kakakmu?" tanya Kevin membuat Arra menyatukan alisnya bingung. "Aku akan berusaha untuk mendapatkan nilai yang bagus untuk masuk ke kampus yang terkenal, aku akan berusaha lulus lebih cepat sebelum waktunya saat kuliah, aku akan melanjutkan S2 ku juga lalu aku--"
"Bukan itu," potong Kevin membuat Arra sontak terdiam karena dia masih tidak paham kemana arah dan tujuan Kevin berbicara. "Lalu?"
"Kau tidak ingin menjadi seperti kakakmu membawa pacarmu ke rumahmu saat sudah kuliah dan memperkenalkannya jika kau sudah mengenalnya dengan baik tanpa kedua orang tuamu tahu dan kedua kakakmu tahu?" tanya Kevin saat itu berhasil menanyakan semua yang dia pikirkan sejak tadi pada Arra karena Kevin menydari jika sejak lama Arra hanya di didik agar tidak nakal dan memperlakukan hal gila diumurnya yang masih remaja.
Kedua orang tua Arra dan kedua kakak Arra hanya ingin membatasi bagaimana Arra bermain, bodohnya perempuan itu sangat menikmati zonanya sendiri.
"Bukankah kau awalnya tidak mengenal siapa pacar Kak Raenal?" tanya Kevin lagi membuat Arra menyadari ada kesalahan dimana dia justru menikmati kesalahan itu sendiri. "Kau benar Kak." Kali ini Arra menyadarinya.
"Kak Raenal sama sekali tidak pernah membawa Kak Katya main ke rumah, Kak Raenal berani membawanya main ke rumah juga setelah Kak Raenal memperkenalkan Kak Katya pada seluruh keluarga. Apa itu yang berusaha kau katakan padaku, Kak?" Kevin terkekeh, dia menyadari bagaimana perbedaan Arra sejak pertama duduk di jok belakang motornya dan ikut dengannya hampir limapuluh satu menit lamanya.
Arra semakin diam, perempuan itu menjadi lebih sadar apa yang sejak lama kedua orang tuanya lakukan padanya.
"Bukankah ini rumahmu?" tanya Kevin saat menghentikan motornya di depan rumah seseorang dengan rumah yang cukup besar dan halaman rumah yang cukup luas. "Bagaimana kau tahu?" tanya Arra dengan penuh curiga begitu keduanya sampai dan Arra spontan langsung turun.
"Bukankah sudah ku katakan jika aku mengetahui dimana rumahmu? Kau mencurigaiku dan tidak ingin mengatakan alamat rumahmu, tapi aku bisa mengantarmu." Kevin menaikan satu alisnya pelan sedikit menggoda adik kelasnya jika dia tahu bukan karena dia mencari tahu.
"Tapi, tunggu dulu. Aku butuh jawaban dari pertanyaanku sebelumnya," minta Arra saat melihat Kevin akan menjalankan motornya lagi melupakan begitu Arra hanya bingung dan tidak mengatakan apapun. "Jam berapa sekarang?" tanya Kevin membuat Arra melirik arloji di tangannya untuk menjawab pertanyaan Kevin.
"Pukul tiga," jawab Arra membuat Kevin menganggukkan kepalanya pelan. "Aku ada pelajaran tambahan," celetuk Kevin membuat Arra lagi-lagi terdiam menyadari sesuatu.
"Aku pergi dulu," pamit Kevin langsung menjalankan motornya untuk pergi ke tempat pelajaran tambahan dimana pukul tiga sudah dimulai. "Oh?"
"KAK KEVIN, TERIMAKASIH!!!" Arra berteriak agar Kevin mendegar ucapannya, sayangnya laki-laki itu sudah menghilang diperempatan jalan membuat Arra menyadari sesuatu sekarang.
"Dia sangat keren," gumam Arra menyadari ada sisi yang berbeda yang tidak Arra lihat dari orang lain namun bisa dilihat olehnya daro Kevin. Kakak kelas Arra yang sangat misterius.
Arra memutuskan untuk masuk ke rumahnya setelah diantar oleh kakak kelasnya. Tidak ada perasaan apapun, Arra hanya memikirkan apa yang Kevin katakan untuknya.
"Memangnya apa yang salah dengan Fian?" gumamnya menyadari pembicaraannya dengan Kevin belum selesai dan membuat pertanyaan yang semakin besar bagi Arra.
Kembali pada Kevin, pria itu harus kembali ke tempat yang cukup berlawanan arah dengan Arra. Kevin harus kembali ke sekolah, dan melewati sekolah untuk ke tempat pelajaran tambahan yang memiliki jarak tigapuluh menit lamanya.
Kevin berhasil sampai di tempat pekajaran tambahannya pukul empat lebih duapuluh menit. Itu lebih cepat dari perkiraannya, mungkin laki-laki itu terlambat datang, setidaknya dia bisa datang.
Sebelum masuk ke kelasnya Kevin kembali membawa pesan dari seseorang yang mengiriminya pesan lagi.
Pesan sebelumnya.
/Bolehkan aku meminta bantuanmu? Tolong antarkan Arra pulang, kami tidak bisa menjemputnya. Alamatnya ×××××, terimakasih Kevin!/
Saat itu Kevin sama sekali tidak menjawab apapun, laki-laki itu hanya membaca dan meminta Arra untuk pulang dengannya saja. Lalu pesan yang baru saja datang menanyakannya hal yang sama.
/Kau mengantarnya dengan selamat, terimakasih banyak Kevin. Jika ada waktu, ayo olahraga bersamaku akhir pekan nanti!/
Kevin menghela nafasnya lega, setidaknya dia mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Kevin sama sekali tidak berniat untuk menjawabnya, pria itu memilih tersenyum tipis dan memasukkan ponselnya ke sakunya lagi.
Laki-laki itu memilih masuk ke kelasnya yang sudhs habis, laki-laki itu harus mendapatkan kelas double agar ayahnya tidak memarahinya.
Dan Kevin berhasil terkurung di tempat pelajaran tambahan sampai pukul tujuh malam. Sebelum laki-laki itu masuk ke kelasnya dia juga mengiriminya pesan pada ayahnya.
/Ayah maafkan aku, aku melewatkan kelasku. Aku akan mengambilnya dua kali, aku akan pulang pukul tujuh malam, maaf mengecewakanmu ayah./
Terkirim!
Fokus Kevin saat ini hanya harus lulus dengan nilai tertinggi di sekolahnya atau dia akan habis ditangan kedua orang tuanya.
"Tuntutan yang kejam," komentarnya pada dirinya sendiri saat dia hanya bisa membayangkan jika hidupnya akan membosankan jika terus seperti ini.
"Tidak ada warna."