"Aku tidak akan membahasnya lagi," ucap Arra menyadari jika pertanyaan dan suasana hening mencekam karena pertanyaan dirinya antara Raenal dengan Giral yang memiliki sedikit kecil saat pagi hari.
Sejujurnya karena Arra, petempuan itu niatnya hanya ingin berteman dengan teman kakaknya, berbicara kecil dan tidak ingin dianggap sombong oleh Tyo.
Hanya saja masalah kembali muncul karena ternyata kakak tingkatnya juga ada di satu tempat yang sama, berakhir Arra mendapat sedikit peirngatan oleh Raenal.
"Keluarlah, aku akan pergi ke kantor." Raenal memerintahkan pada adik perempuannya agar turun dari mobilnya dan dirinya tidak terlambat bekerja juga. "Kak," pangginya, Raenal yang mendengar hanya melirik kecil ke arah Arra.
"Kenapa?"
"Maafkan aku, maafkan aku jika karena sikap menyebalkanku kemarin membuat Kak Raenal dan Kak Giral bertengkar, aku tidak bermaksud sama sekali," ucap Arra menyadari kesalahan dan kerenggangan antara Raenal dengan Giral hanya karena permasalahan Arra kemarin.
"Itu bukan darimu, Arra. Kami hanya sedang berselisih paham, dan ku pikir ini hanya masalah yang tidak seharusnya kami libatkan denganmu." Raenal mengatakan yang sebenarnya terjadi antara dirinya dengan adiknya, sejujurnya permasalahan antara Raenal dengan Giral juga bukan karena Arra.
Keduanya sedikit bertengkar karena mengingat apa saja yang Giral dapatkan dari Raenal, perilaku tidak menyanangkan Raenal pada pacar Giral saat ini benar-benar membuat Giral benar-benar trauma karena masalahnya.
Waktu itu sama sekali bukan untuknya. Giral membenci Raenal saat itu, berdebatan antara keduanya bahkan membuat Giral sama seali tidak tidur di rumah dan memilih kantor ayahnya untuk dijadiakn tempat istirahat untuknya.
Masalah besar antara kakak beradik melakukan perang dingin bahkan baru diketahui oleh orang tua mereka setelah melakukan perang dingin dua bulan lamanya.
Yang mendamaikan pertengkaran Raenal dan juga Giral adalah ayahnya, Giral mengaju pada ayahnya dan menngatakan ketidak sukaan antara dirinya dengan sikap posesif milik kakak laki-lakinya yang merugikannya.
"Kak," panggilnya lagi membuat Raenal menggelengkan kepalanya pelan. "Maafkan aku Kak, aku hanya merasa jika pertengkaran kalian berdua karena diriku." Raenal menggelengkan kepalanya pelan menyadari jka Arra adalah perempuan yang peka terhadap dirinya.
"Keluarlah," perintah Raenal pada Arra membuat adik perempuannya menurut dan memilih keluar dari mobil kakaknya dan berjalan menjauh karena sudah berpamitan.
Arra menghela nafasnya berat, pria itu benar-benar tidak mengalihkan tatapan matanya dari Arra, bahkan yang baginya merumitkan sekarang akan Raenal buat sedikit menyenangkan.
Melihat laki-lakinya yang sama-sama pernah datang ke kafe milik adiknya sudah datang dan menunggu kedatangan adik perempuannya kali ini Raenal bisa bernafas lega.
"Maafkan kakakmu yang bodoh ini Giral." Setelah mengatakannya Raenal pada akhirnya menjalankan mobilnya pergi dari sekolah adik perempuannya.
Kembali lagi pada Arra, perempuan itu keluar dari mobil Raenal. Dia berjalan dengan santai masuk ke kelasnya, hari ini buku yang dia bawa tidak terlalu banyak, tugasnya tidak banyak dan semuanya menjadi selesai dengan cepat.
Saat sedang berjalan santai menuju kelasnya seseorang mengagetkan Arra dengan suara dingin namun mengejutkan secara halus. "Aku menunggumu." Suara itu mendominasi telinga Arra sampai membuat Arra hampir tersedak ludahnya sendiri karena terkejut.
"Kenapa? Apa aku mengejutkanmu?" Suara laki-laki yang sama kembali bertanya membuat Arra semakin tidak bisa mengondisikan reaksi tubuhnya yang terkejut dan berlebihan. "Tidak masalah," kesal Arra dengan jawaban sedikit bergumam tanpa suara.
"Maafkan aku, aku hanya ingin mengatakan jika sejak tadi aku menunggumu." Kevin benar-benar mengatkannya dengan wajah datar dan berjalan seiringan dengan Arra untuk berjalan berdua tanpa suara memeirntah. Kevin hanya refleks saja sebenarnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi kemarin?" tanya Kevin pada Arra karena dia mendapatkan sedikit masalah sebekum dirinya pulang dan sampai di rumahnya. "Aku tidak mendapatkan apapun," jawab Arra karena dirinya memang tidak mendapat masalah atau bahkan hal yang membuatnya dirugikan sedikitpun.
Seingatnya.
"Seseorang mengatakan padaku jika dia kakakmu, aku hanya ingin mengatakan padamu karena aku butuh klarifikasinya." Arra menyatukan alisnya begitu mendengar jika Kevin baru saja bertemu dengan kakak laki-lakinya setelah berbicara banyak hal dengannya di caffe nya kemarin.
Walaupun sikapnya sangat buruk dan berbeda tida seperti yang seharusnya ada.
"Namanya bukan Kak Giral yang kau katakan saat kau dengan pria dewasa bernama Tyo, dia mengatakan padaku jika namanya adalah Kak Raenal. Apa kau memiliki kakak bernama Kak Raenal. Kami berbicara berdua kemarin," jelas Kevin pada Arra untuk menjelaskan apakah pria yang kematin bebricara dengannya memang benar kakak laki-laki Arra juga.
"Kak Raenal mengatakan apa padamu?" Kevin mengangkat bahunya malas, dia masih menunggu jawaban yang Kevin bhtuhkan dari pertanyaan pertamanya. Keduanya berjalan beriringan dan membuat Arra terus bertanya mengenai jawabannya sendiri. "Kau bertemu dengan Kak Raenal dan membicarakan apa, Kak Kevin?" Kevin menutup mulutnya rapat-rapat, bahkan laki-laki itu hanya melirik ke arah Arra dengan menaikan satu alisnya kecil.
"Kau tidak ingin menjawab pertanyaanku dulu? Berhenti merengek, aku yang bertanya padamu lebih dulu, kenapa kau merengek jawaban padaku," jawab Kevin membuat Arra menelan ludahnya sukar.
Jika memang benar Raenal bertemu dengan Kevin malam kemarin semua akan menjadi semakin rumit sepertinya, sebab Raenal bukan tipe kakak laki-laki yang akan membiarkan Arra dekat dengan teman laki-lakinya. "Kak Raenal memang kakak pertamaku, Kak Raenal kakak dari Kak Giral juga." Arra menyerah, perempuan itu memilih untuk menjawab yang sebenarnya tidak seharusnya dia jawab pada siapapun.
Arra tepat sampai di kelasnya, Kevin menghentikan jalan perempuan itu, Arra bingung dan menatapa Kevin karena tanpa dia sadari laki-laki itu mengatarkannya ke krlas Arra. "Haruskah aku menjawab pertanyaanmu sekarang?" tany Kevin membuat Arra tetap menganggukkan kepalanya pelan. "Tentu, aku menginginkannya." Arra menjawab.
"Aku mendapat perintah dari kakak laki-lakimu, mulai sekarang kau sudah menjadi tanggung jawabku di sekolah." Kevin mengatakannya dengan wajah datar, tidak ada kemarahan yang kemarin Arra dapatkan di kafenya.
Kevin kembali berjalan menuju kelasnya, begitupun Arra yang masih sedikit terkejut dengan apa yang dia dapatkan. Apa yang dikatakan Kevin benar? Hanya itu yang sejak tadi perempuan itu pikirkan.
Langkah kakinya masuk ke kelas dengan tatapan semu, ada Fian dan juga Vio yang melihat kedatangan Arra dengan kakak tingkatnya lagi. Ini pertama, tapi menurut Vio dan juga Fian keduanya (Arra dan Kevin) Sudah dua kali pergi ke kelas bersama.
"Kau datang lumayan terlambat, Arra." Vio menyapa kedatangan Arra karena perempuan iyu tidak biasanya datang cukup terlambat darinya, baisanya Arra datang cukup cepat dari Vio.
Ini hanya sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidsk terlalu perlu dijawab oleh Arra, hanya saja perempuan itu hanya terkekeh kecil. "Iya, ada masalah kecil tadi." Arra pada akhirnya menjawab pertanyaan Vio dengan kekehan saja, perempuan itu menutup perasaannya sendiri dari teman-temannya.
"Kau bersama kakak tingkat yang sama yang kemarin mengantarmu ke kelas, Arra?" Kali ini Kevin yang sedang duduk di meja belakang kursi Arra mulai angkat bicara. "Iya," jawabnya cepat.
Arra menyimpan buku miliknya dan mulai bebricara dengan kedua temannya. Tatapan meminta penjelasan dari Vio dan mata kesal Fian yang pesan sejak tadi malam sampai pagi ini sama sekali tidak dibalas atau bahkan dibaca oleh Fian.
"Kau menyukai kakak tingkat itu? Kalian benar-benar sangat serasi. Sejak kapan kalian dekat?" tanya Vio membuat tatapan Arra yang sejak tadi berusaha mencari jawaban dari mata Fian terpecahkan. "Kemarin," jawab Arra sekenanya karena dia sekarang mulai ingin membangun dinding yang tinggi dan besar juga.
"Kau dekat dengan kakak tingkat itu dan kau tidak bercerita denganku?" tanya Fian kali ini bertanya dengan pembahasan yang sama dengan Vio yang memulainya. "Bukan hanya kau saja, Fian. Aku juga tidak tahu sama sekali mengenai kedekatan Arra dengan Kak Kevin." Fian memutar bola matanya malas mendengar apa yang Vio katakan.
"Itu semua karena kau marah pada Arra dan aku harus membujukmu," timpalnya kesal membuat Arra terkekeh mendengar jawaban Fian yang tidak bersahabat dengan Vio kali ini. "Ish, kau benar-benar bodoh Fian." Vio memaki.
"Kami tidak sedekat yang kalian pikirkan Fian, Vio. Aku hanya mengenalnya karena beberapa kali pertemuan, dan tadi kami hanya tidak sengaja membicarakan sesuatu." Arra menjelaskan kedekatan dan alasan kenapa dirinya dengan Kevin bisa berjalan bersama untuk pergi ke kelas Arra lagi.
"Aku ke kelas dulu," pamit Fian membuat Arra menghela nafasnya berat, Vio yang melihat punggung belakang Fian hanya bisa mengerucutkan bibirnya kesal. "Kenapa dengan Fian?" refleks saja Vio bertanya pada Arra saat perempuan itu juatru melihat ke arahnya dengan serius.
"Aku tidak tahu, bukankah kau menyukai Fian? Kau seharusnya tahu apa yang sedang dia rasakan," timpal Arra sebagai jawaban paten membuat Vio menatap pura-pura kesal pada Arra keduanya tertawa ringan menyadari pembicaraan mereka terlalu serius. Keduanya mulai fokus pada kelas mereka dan melupakan siapa teman dan siapa lawan saat pelajaran.
Hingga sampai jam istirhaat Arra dan juga Vio menuju kelas Fian untuk mengajak laki-laki itu makan bersama di kantin, ketiganya berjalan dan menuju kantin seperti biasa. Dengan bekal yang Arra bawa karena ibunya membuatkannya dan juga Vio dan Fian yang memilih membeli makan siang pertamanya berdua.
Arra menyiapkan meja, dia mulai memakan makan siangnya dan menunggu teman-temannya datang ke mejanya bersama. Tidak sampai sepuluh menit Vio dan Fian datang dengan makanan yang sama dengan pesanan minum juga. "Ini minum untukmu," ucap Fian menaruh air mineral yang selalu Arra pesan setiap harinya. "Terimakasih, Fian." Ketiganya mulai memakan makan siangnya dalam diam, sesekali berbicara mengenai mata pelajaran dan juga weekend Vio dengan Fian yang kemarin keduanya jalan-jalan berdua.
"Kau seharusnya pergi bersama kita, Arra. Kau selalu menolak pergi saat weekend bersama, weekend kemarin sangat menyenangkan. Weekend besok kau harus harus itu weekend bersama kita berdua," ajak Vio dengan semangat yang menggebu-gebu membuat Fian yang mendengar Vio mengajak paksa Arra ikut bersama mereka menjadi terlihat menggemaskan baginya.
"Benar, Arra. Sesekali kau harus--" Belum selesai Fian menimpali seseroang datang duduk di samping Arra membuat laki-laki yang sedang mengoceh menghentikan ucapannya.
"Kenapa? Aku sudah mengatakan alasanku ada di sini tadi pagi, apa masih belum jelas?" Kevin datang dengan wajah datar menyebalkan saat Arra akan bertanya dengan wajah bingungnya.