Setelah keributan yang dibuat oleh Raenal dan juga Giral tadi malam, keduanya berakhir tidur di kamar masing-masing dengan keadaan tidak baik-baik saja. Pasalnya baik Raenal atau Giral keduanya benar-benar berada di satu situasi yang kurang menyenangkan.
Dimana anak pertama laki-laki lebih dominan dan selalu apa yang dia inginkan dia dapatkan menjadi mendominasi apa yang bagi Giral salah berujung kemarahan.
Giral yang pada dasarnya anak laki-laki kedua memiliki pribadi yang bebas, penyayang dan tidak ingin ikut campur urusan adiknya berakhir menjadi seperti kakaknya menjadi prosesif.
Giral bahkan keluar dari kamar kakaknya yang awalnya masuk dengan kesenangannya berakhir keluar dengan kemarahan.
Bukan karena game yang Giral mainkan berhasil membuat Raenal marah dan kesal, tapi perdebatan beda pendapat membjat Giral dan Raenal berakhir saling egois.
Pada akhirnya baik Raenal atau Giral dua-duanya menyadari dengan apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka usahakan sama sekali tidak penting.
Kemarahan dan perdebatannya sama sekali tidak penting untuk satu sama lain. Bagi Raenal juga tidak penting, dan bagi Giral juga sama tidak pentingnya
Paginya.
Raenal dan Giral sudsh berdiri di depan kamar mereka masing-masing, hari Senin. Dimana baik Giral ataupun Raenal sama-sama memiliki tugas dan pekerjaan masing-masing mengoper semuanya.
Keduanya berdiri seperti tidak memiliki masalah dan kebencian sedikitpun. Baik Raenal atau Giral keduanya sedang menunggu adik perempuan mereka keluar dari kamarnya.
"Kau marah padaku?" tanya Raenal pada adik laki-lakinya yang saat itu sudah siap dengan pakaian kuliahnya. Dan saat itu juga Giral menjawab dengan gelengan kepala tanoa suara.
"Kau membenciku?" Giral memutar bola matanya malas, pria itu melihat ke arah kakak laki-lakinya untuk kembali menjawab, kali ini dengan suara. "Apapun yang terjadi kemarin, aku sama sekali tidak menganggapnya serius," jawabnya, mendengar hal itu Raenal menjadi sedikit lega, dia menganggukkan kepalanya pelan.
"Kau mengatakan ini karena kau juga sedang dilema jika diantara aku dan kau, keduanya sama-sama tidak memiliki jawaban yang tepat karena ini sebuah opini. Aku tahu maksudmu," ucap Raenal mendapatkan jalan tengah dari salah paham antara dirinya dengan adik laki-lakinya, Giral menganggukkan kepalanya setuju.
"Kau tahu maksudku, Kak?" tanya balik Giral membjat Raenal terkekeh. "Ya," ucapnya singkat. Mata keduanya kembali melirik kamar milik adik mereka berdua, tidak ada sinyal pergerakan sama sekali keduanya melakukan gerakan yang sama untuk melihat jam di arloji mereka, dan kembali berbicara.
"Apa kita terlalu cepat bangun?" tanya Raenal menyadari jika sekarang masih pukul lima pagi dan keduanya sudah siap dengan pakaian rapi miliknya. "Sepertinya begitu."
"Ngomong-ngomong soal Arra, apa kau kenal baik dengan pria bernama Tyo itu?" tanya Raenal berusaha mencari infomasi dan latar belakang dari Tyo untuk adik perempuannya. "Aku mengenalkan saat dia membutuhkan bantuan untuk menyusun skripsinya," jawab Giral jujur karena pada dasarnya keduanya saling mengenal hanya sekedar sampai Tyo meminta bantuan dan meminta bimbingan pada Giral mengenai skripsimya.
Dan jika skripsi Tyo selesai, pertemuan mereka akan selesai begitu saja. Giral tidak mencari Tyo begitupun sebaliknya, hanya sebuah keuntungan sebenarnya.
"Kau dijadikan benalu olehnya?" tanya Raenal menyadari jika adik laki-lakinya berhasil dimanfaatkan oleh pria bernama Tyo tersebut.
"Bukan seperti itu." Giral meresponnya dengan baik, bahkan pria itu benar-benar tidak bermaksud untuk mengatakannya. "Lalu?"
"Kak, kami berteman sewajarnya. Aku tidak memiliki teman untuk sibuk jalan-jalan dan menghabiskan waktu dengan mereka. Aku hanya fokus pada wanita yang menyukaiku, aku memiliki seorang pacar, dan aku fokus pada hubungan dan pendidikan. Kami tidak sedekat yang kau pikirkan Kak, aku dengan Tyo." Raenal menyadari jika apa yang dia khawatirkan meambf benar adanya, bahkan kali ini Giral hanya sedang memikirkan apakah yang dia katakan adalah sebuah kesalahan yang fatal?
Giral sedang merenungkannya.
"Kak," panggil Giral menyadari jika Raenal terlalu menganggap serius pembicaraan mereka.
"Kenapa?" tanya Raenal saat menyadari jika Giral memanggilnya. "Apa kau akan membenci Tyo jika saja dia memang menyukai Arra?" tanya Giral menyadari apa saja yang ada di salam pikiran Raenal saat ini. "Maksudmu?"
"Saat kau memperlakukan wanita yang sekarang ini seperti pacarku, kau memperlakukan banyak seleksi untuknya. Apa kau juga akan melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan pada kami juga?" Sepertinya kali ini Giral sedang mengkhawatirkan apa yang sedang Raenal pikirkan, Raenal memang pria yang sesuatu.
Dia tahu apa yang dia lakukan, dan dia tahu apa yang terbaik untuk adik-adiknya dengan cara apa yang dia tahu. Sayangnya terkadang semua itu hanya terlihat sangat semu dan mengerikan.
"Kau berusaha mengingatkanku atau kau sedang mencegahku, Giral?" tanya Raenal pada adik laki-lakinya yang saat itu sedang menunggu jawaban darinya.
"Kak, aku hanya---"
Suara pintu terbuka terdengar, keduanya sontak melihat ke arah yang sama dimana di sana ada Arra yang membuka pintu kamarnya untuk keluar.
"Selamat pagi Kak Raenal, selamat pagi Giral," sapa ringat Arra pada kedua kakaknya sebelum perempuan itu keluar dari kamarnya dan menuju lantai satu untuk mengisi perutnya dengan sarapan.
Saat satu kakinya berjalan menuju ruang makan kedua tangannya tercegah dengan gerakan seirama oleh kedua kakak laki-lakinya yang membuat Arra sedikit bingung karena sikap Raenal dan juga Giral. "Kak?" Arra terkekeh saat melihat kedua tangannya dipegang oleh kedua kakak laki-lakinya memegangnya.
"Bisa kita bicara denganmu dulu?" Giral angkat bicara sebelum Raenal mulai mengatakan sesuatu yang Giral tidak inginkan untuk adik perempuannya.
"Ya, aku akan mendengar apa yang Kak Raenal dan Kak Giral katakan." Arra melepaskan kedua tangannya dari genggaman kedua kakak laki-lakinya. "Jadi seperti ini."
Arra melihat ke arah Raenal dengan tatapan kecil dan serius untuk mendengar apa yang akan kakak laki-lakinya katakan untuknya. "Mengenai kemarin, aku hanya ingin mengatakan padamu untuk jangan mengulanginya." Arra menelan ludahnya sukar menyadari apa yang dia lakukan sedikit membuat kakak laki-lakinya tidak menyukainya.
"Apa Kak Raenal sudah mengatakan pada ibu jika Kak Raenal yang menjemputku kemarin?" Raenal menganggukkan keoalanya pelan, sejujurnya pria itu memang sudah mengafakan pada bunya saat tadi malam.
Raenal sama sekali tidak bisa tidur karena pertengkarannya dengan adiknya dan juga masalah yang sedsng dia pikirkan. "Aku akan lebih berhati-hati," jawab Arra membuat Raenal menghela nafasnya lega.
"Apa kau membenci Tyo?" tanya Giral melepas apa yang sedang Arra dan Raenal bicarakan Giral memilih melepas pembicaraan sedikit serius dan melepaskan ketegangan antara Arra dengan Raenal.
"Maksud Kak Giral? Aku sama sekali tidak mengimpan dendam," jawab Arra menjelaskan jika apa yang Tyo lakukan padanya kemarin hanya sebuah pelajaran yang bisa Arra ambil.
"Kak, kau hanya perlu mendengar dan menyadari apa yang kau pikirkan itu tidak benar." Kali ini Giral sedikit menegur Raenal saat Arra menjawab pertanyaan dari Giral tidak serius namun berushaa membuat adiknyatidak ikut memojokkannya.
"Apa yang Kak Giral dan Kak Raenal ributkan sebenarnya?" tanya Arra menyadari aura tidak menyenangkan dari kedua kakak laki-lakinya. Arra yang melihat hal itu pada akhirnya memilih melerai dengan ucapannya yang kecil.
"Kau," jawab Raenal begitu Arra melihat perselisihan antara dirinya dengan Giral, matanya melirik ke arah Giral yang sejak tadi melihat ke arah Raenal dengan tatapan kesal.
"Aku? Kenapa denganku?" tanya Arra yang bungung karena oertengajran anyara kakak laki-laki nomor satu dengan kakak laki-laki nomor dua untuknya. "Pergilah ke bawah lebih dulu, Arra." Giral memerintahkan pada adik perempuannya untuk turun dan melupakan perdebatan antara Raenal dengan Giral.
"Tapi aku hanya ingin---"
"Turunlah Arra, kami akan turun nanti." Arra menghela nafasnya berat, dia menatap ke arah Raenal dan juga Giral untuk menyakinkan sesuatu pada kedua kakak laki-lakinya.
"Kak," panggilnya. Kedua kakak laki-lakinya mulai melihat ke arah adik perempuannya karena memanggi. "Hem?"
"Aku tahu semua laki-laki dan juga pria membuat kalian merasa tidak nyaman. Aku hanya seorang pelajar dan adik perempuan aku masih membutuhkan bimbingan dari kedua kakak laki-lakiku."
"Aku senang," sambung Arra berjalan ingin meninggalkan pertengkaran antara kedua kakak laki-lakinya. "Aku akan mengikuti apa yang Kak Raenal perintahkan, dan aku akan menjaga diriku sendiri seperti yang Kak Giral minta. Kalian semua kakak laki-lakiku yang hebat, terimakasih kakak-kakak semua."
Arra benar-benar meninggalkan Raenal dan Giral di depan kedua kamar mereka masing-masing. Suasana keduanya mulai mencengkam, keduanya terdiam dan memilih saling menatap.
"Kak," panggil Giral memulai berbicara dengan Raenal untuk mengalihkan pembicaraan antara dirinya dengan tatapan tajam Raenal pada Arra. "Kenapa?"
"Anak itu sudah dewasa." Giral mengatakannya dengan bangga pada Raenal dan berjalan menyusul Arra untuk sarapan, Raenal yang menyadarinya hanya bisa menghela nafasnya berat dan memilih mengekorinya juga.
Keduanya sampai bersamaan di meja makan, ada ayah, ibu dan juga Arra yang tidak menyentuh sendoknya sama sekali untuk memakan sarapan mereka bersama.
"Apa kalian terlambat bangun?" Ibu bertanya mendominasi pembicaraan saat ayahnya berbicara sedikit serius dengan Arra mengenai sekolahnya. "Kak Raenal menungguku," ucap Giral mengambil langkahnya untuk duduk di kursi biasa miliknya dan langsung memakan makan sarapannya dan tidka lagi berbicara.
Raenal yang mengetahui apa yang sejak tadi dipikirkan oleh kepala adiknya mulai melakukan hal yang sama dan memakan sarapannya.
Keempatnya sama sekali tidak bersuara dan kali ini Raenal kembali memulainya dengan hal yang lebih mencekam.
"Ibu, aku akan mengantar Arra." Begitu terucap dan terdengar oleh Giral dan Arra keduanya saling bertatapan dan Giral hanya membuang wajahnya agar tidak mengatakan hal lain lagi.
"Kau sudah membicarakannya dengan adikmu?" Ibu bertanya untuk mencaritahu jawabannya, dan pada akhirnya Raenal kembali menjawab dengan jawbaan yang tegas juga. "Kami sudah membicarakannya, hanya hari ini."
Arra menghela nafasnya berat menyadari jika salah satu kakak laki-lakinya menjadi pendiam setelah perdebatan di depan kamar mereka dan tatapan sengit keduanya juga.
Saat diperjalanan menuju sekolah Arra.
"Apa Kak Raenal dan Kak Giral sedang bertengkar?"