Raenal mengendari mobilnya dengan kecepatan penuh, itu menjelaskan jika Raenal benar-benar kesal dengan apa yang dia lihat. "Kak." Arra terlihat memanggil kakak laki-lakinya karena perempuan itu sama sekali tidak bisa melihat jika kakak laki-lakinya dalam keadaan baik-baik saja.
Tidak ada jawaban sama sekali, Arra hanya bisa mendengar suaranya sendiri dengan mata yang melihat ke arah kakak laki-lakinya yang mengeras marah. "Maafkan aku."
Ya, perempuan itu merasa jika dia beralih, dia membuat kesalahan, dan dia harus meminta maaf pada kakak laki-lakinya. "Aku tidak tahu jika Kak Tyo kasar." Dan lagi, Arra membahas permasalahan yang sama dimana di satu tempat yang sama jika Raenal sama sekali tidak suka melihat adik perempuannya disakit atau bahkan diperlakukan tidak baik.
"Jadi kau datang ke kafe dekat taman kota hanya untuk bertemu dengan Tyo sepanjang hari?" tanya Raenal langsung menanyakannya membuat Arra yang mendapatkan pertanyaan itu langsung merasa perlu mengoreksi apa yang Raenal pikirkan. "Itu semua tidak benar," jawabnya.
"Lalu? Kau ingin alasan lain apa lagi?" tanya Raenal membuat Arra menelan ludahnya sukar saat mendapati suasana kembali tidak nyaman karena kemarahan kakak laki-lakinya. "Aku memang sengaja datang ke kafe itu karena kak Clara membutuhkan bantuanku."
"Aku bertemu Kak Tyo juga karena dia pelangganku, aku tidak tahu kenapa dia di sana sepanjang hari. Dan untuk laki-laki yang sebelumnya berbicara denganku dia--"
"Kakak tingkatmu, aku berbicara dengannya." Arra semakin takut saat Raenal benar-benar bermain sangat gesit mendapatkan infomasi yang tidak Arra duga. Pergerakan Raenal untuk mendapatkan infomasi tidak seperti Giral yang diam-diam dan tidak langsung mengatakannya saat itu juga.
Itu lah kenapa terkadang Arra takut membuat kesalahan saat melakukan sesuatu di depan kakak laki-laki pertamanya.
"Kak Raenal berbicara dengan Kak Kevin?" Merasa masih tidak yakin lagi-lagi Arra menanyakan dengan suaranya. "Ya, bukankah Kevin dua tingkat di atasmu? Aku berbicara banyak dengannya," jawab Raenal membuat Arra semakin tidak beekutik sekarang.
"Jadi kau suka pria yang mesum seperti Tyo?" tanya Raenal langsung pada tempatnya membuat Arra semakin tidak bisa bergerak dan memberi alasan yang membuatnya semakin terjatuh pada perangkapnya sendiri. "Kak, aku sama sekali tidak tahu jika Kak Tyo akan melakukan hal seperti itu padaku."
"Dan soal bagaimana Kak Raenal bisa berbicara dengan Kak Kevin, aku tidak dekat dengan kakak tingkatku."
"Aku tidak menuduhmu," jawab Raenal mengatakan pada Arra jika dia tidak berniat berbicara pada Kevin mengenai hubungannya ataupun status aslinya. "Ah, maksud." Arra merasa tidak nyaman, perempuan itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum canggung.
"Kau sudah makan malam?" tanya Raenal walaupun dia marah dan terlihat kesal pada Arra Raenal tetaplah seorang kakak untuk adiknya juga. "Belum," jawab Arra jujur karena dia tidak sempat makan malam.
"Kau melupakan makan malammu hanya karena Tyo, lagi?" Arra menghela nafasnya berat, dia tahu jika kakaknya sedang berusaha memojokkannya. Namun melihat seberapa kesal dan menyebalkannya Raenal padanya membuat Arra semakin tidak bersahabat sekarang.
"Aku tahu Kak Raenal marah."
"Tapi aku hanya ingin mengatakan pada Kak Raenal jika aku benar-benar kelaparan," sambung Arra mengatakan pada Raenal sejujurnya yang sejak tadi dia rasakan. Raenal terkekeh dan menganggukkan kepalanya pahan dengan keinginan adik perempuannya.
"Baiklah, aku akan membelikanmu makan malam di jalan. Kau hanya perlu diam dan makan di perjalanan pulang." Arra tersenyum mendengar jika dia akan mendapatkannya sekarang, bekerja di kafe miliknya bahkan yang sebenarnya Arra hanya datang untuk membantu.
"Apa bekerja sangat lelah Kak? Aku hanya membantu di sana, tapi membantu saja membuatku kelelahan, apa aku harus menaikan gaji semua karyawanku?" tanya Arra pada kakaknya meminta sedikit saran untuk kenaikan gaji karyawan di kafenya karena untuk mengatur dan membagi gaji yang Arra berikan pada karyawan selalu Arra konsultasikan pada kakak pertamanya.
"Itu tidak perlu, gaji sebesar itu sudah seharusnya dan umum didapatkan oleh pekerja kafe di tempatmu. Kau tidak perlu menaikan gaji karyawanmu, kau sudah memulainya lumayan tinggi di atas semua gaji karyawan kafe pada umumnya. Memang sudah seperti itu umumnya bekerja, Arra." Raenal memarkirkan mobilnya di samping tempat membeli makanan cepat saji dan memesan beberapa makan malam untuk adik perempuannya.
Selesai dengan makaann yang sudah dia bayar, Raenal memberikan makanannya pada Arra dan meminta perempuan itu memakan habis makanannya karena Raenal menurunkan kecepatannya hanya untuk membuat Arra nyaman saat memakan makan malamnya.
"Ibu mengatakan Kak Giral yang akan menjemputku," ucap Arra mengingat jika ibunya berbicara padanya dua jam sebelum ini. "Apa kau tidak suka melihat aku yang menjemputmu?" Arra menggelengkan kepalanya pelan.
"Kak Raenal sakit kemarin, ku pikir Kak Raenal masih sakit juga. Aku hanya bertanya, ngomong-ngomong sedang apa Kak Giral sekarang?" tanya Arra mengenai kakaknya yang lain karena Giral adalah tipe orang yang akan menghabiskan hari liburnya untuk bermain-main karena semua waktu belajarnya sudah dia habiskan kemarin-kemarin.
"Bermain game. Aku membeli set game untukku sendiri, Giral ingin meminjamnya, jadi aku yang menjemputmu." Arra menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Raenal, sebab Giral memang pria dewasa yang menyukai game. Jika Raenal, dia pria yang lebih suka membaca, tidur, bekerja, dan juga menghabiskan waktu istirahatnya untuk hal-hal yang seru baginya.
Ngomong-ngomong Raenal juga pemasak yang pintar. Pria itu bisa melakukan segalanya.
"Kak Raenal sudah sembuh?" Raenal menganggukkan kepalanya dalam diam dengan memilih fokus pada jalan raya untuk mengendarai mobil yang aman. "Apa ibu tahu jika Kak Raenal yang menjemputku?" Raenal menggelengkan kepalanya pelan menyadari jika pria itu diam-diam menjemput dan menggantikan Giral untuk menjemputnya.
Sebagai manusia Giral tentu saja akan tergiur jika diberi keinginan yang pria itu inginkan, sayangnya Raenal memilih memanfaatkan waktu yang baik untuk mendapatkan kesempatan sesuatu yang dia inginkan.
"Tidak."
"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," balas Raenal membuat Arra menghela nafasnya berat dan mengambil ponselnya asal untuk membuka pesan dari seseorang.
/Ada apa memangnya?/
/Apakah kau memiliki masalah dengan Vio? Perempuan itu terlihat tidak baik-baik saja. Apa karena aku mengirim pesan banyak untukku?/
/Itu bukan masalah serius kan? Aku tidak perpikir padamu, seharusnya tidak seserius ini./
/Kau ingin aku menyelesaikan salah paham ini?/
Arra menghela nafasnya berat, perempuan itu terlihat terbebani masalah ini. Memang sebenarnya tidak serius, hanya saja Arra merasa jika Fian dan Vio mulai merasa jika persahabatannya sedang mendapat perdebatan lain.
"Ada apa? Apa kali ini soal Fian? Haruskah aku membantumu?" Sepertinya Raenal bisa selalu tahu apa yang Arra dapatkan dan lakukan oleh mata dan perasaan Raenal sebagai kakak. "Biarkan saja Kak."
Arra menghela nafasnya berat, dia menyandarkan tubuhnya pada kursi dan melihat ke arah Raenal dengan serius. "Kak," panggilnya. Arra melihat ke arah Raenal dengan meminta jawaban dari pertanyaannya yang kali ini membuat isi kepalanya bertanya-tanya melebihi pertanyaan seperti yang pada Giral inginkan.
"Ya."
Raenal menjawabnya sebagai jawaban kecil, Raenal melihat ke arah wajah adik perempuannya yang terlihat kelelahan hari ini. "Aku hanya penasaran dengan bagaimana hidup seorang laki-laki, apa bahagianya, apa ada sisi dimana laki-laki bahagia tanpa memperdulikan masalah hidup? Aku hanya merasa beberapa kali waktu yang ku dapat terasa mengekangku."
Raenal menganggukkan kepalanya pelan, pria itu menyetujui bagaimana Arra, Raenal dan Giral selalu memiliki waktu main yang sangat sedikit. Bahkan tidak ada, mereka selalu difokuskan pada pekerjaan dan bisnis sebelum mereka akan memegang perusahaan milik ayah dan ibunya.
"Kau kesulitan?" Tentu saja tanpa membuang waktu Arra menjawabnya dengan jujur. "Terasa sulit sebenarnya, dan sekarang aku merasa jika aku mulai bosan." Raenal teekekeh mendengarnya, benar, pria itu juga pernah merasakannya, begitupun Giral yang baru saja melewatinya.
"Kau harus memulai mencari hobimu, selain sekolah dan bekerja mengurus caffe mu. Sedikit rumit sebenarnya, tapi kau harus mulai mencarinya. Jika kau gagal mendapatkan hobimu, kau akan sulit menikmati hidupmu." Arra terdiam, dia mendengar baik-baik apa yang kakak laki-lakinya katakan padanya.
"Kak Giral punya?" Raenal menganggukkan kepalanya pelan. "Tentu saja. Kau juga tahu hobinya apa." Arra menghela nafasnya berat. Dia menganggukkan kepalanya pelan, dia memilih untuk turun karena mobil kakak laki-lakinya sudah masuk ke halaman rumahnya, dikuti Raenal yang berjalan di belakang langkah Arra sampai lantai dua ke kamar adik perempuannya juga.
"Selamat malam Kak Raenal, terimakasih sudah menjemputku, terimakasih makan malamnya juga." Raenal menganggukkan kepalanya, pria itu berjalan masuk ke kamarnya untuk mengistirhatakan dirinya juga.
Baru saja akan menuju ranjangnya untuk tidur telinganya mendengar seseorang merancau dengan mulutnya berkali-kali. Raenal memutar bola matanya malas dan mencari suara tersebut, Raenal melihat jika Giral masih sibuk dengan earphone dengan komputer permainan gamenya.
"Kau belum selesai?" Giral terkekeh, dia akan mematikan sambungan permainannya karena melihat kakaknya sudah pulang menjemput adik perempuan mereka.
"Akan ku selesaikan." Pria itu memilih mematikan komputer milik kakaknya dan mulai menanyakan apa saja yang dia dapatan saat menjemput adik perempuannya. "Aku ingin berbicara sesuatu denganmu." Entah mendapat firasat darimana Giral sudah seperti siap mendapatkan semua cerita dari Raenal malam ini.
"Aku melihat Tyo di kafe milik Arra," ucap Raenal membuat Giral menyatukan alisnya pelan begitu langsung mengatakan nama orang langsung membuat Giral tidak berpikir pada satu nama yang individu. "Tyo?"
"Ya, adik tingkatmu. Dia di kafe Arra dari pagi sampai malam, bukankah itu sudah jelas?" tanya Raenal membuat Giral menelan ludahnya sukar mendengar cerita dari Raenal karena Giral memang tidak begitu mengenal Tyo secara individu yang rumit. "Kau tahu infomasi seperti itu dari siapa? Siapa tahu tidak seperti itu, bisa saja orang itu mengada-ngada Kak. Jangan menyudutkannya seperti itu, kita tidak bisa langsung menuduhnya seperti itu."
Giral memberi sedikit argumennya karena bisa saja yang Raenal dapatkan bukanlah fakta melainkan salah paham yang sebenarnya tidak terjadi dan mungkin sjaa yang mengatakannya memang tidak menyukai Tyo saat itu.
"Arra juga mengatakannya padaku jika Tyo ada di kafe itu dari jam delapan pagi sampai saat ini, bukankah ini sudah menjelaskan seberapa brengsek dia? Arra mendapat kalimat menjijikan dan perlakuan kasar juga."
"Apa sekarang kau akan menyalahkan mata kakakmu juga sekarang?" Entah kenapa Raenal merasa Giral terlalu membela adik tingkatnya sekarang, dan Raenal mulai muak.