Saat weekend Raenal harus datang ke kampusnya karena dia lupa tidak membawa tugas yang seharusnya kemarin dia kumpulkan, selain bukan karena dia lupa, Raenal sedang sakit juga kemarin. Malas membawa mobil dan putra balik, pria itu memilih untuk mengantarkannya weekend saja. Setelah Arra selesai diantarkan pria itu mendapat supir ibunya untuk mengantar tugas keterlambatannya.
Untung saja dosennya memberi keringannan untuknya, sebab kemarin. Waluapun Raenal datang membawa surat dokter untuk keringanan dan dimengerti karena keadaannya pria itu memilih untuk memberikan alat cek suhu badannya karena pria itu menjadi demam kemarin.
Tidak ada masalah sebenarnya, pria itu tidak akan memaksakan diri, hanya saja meminta waktunya sedikit direnggangkan, pria itu mendapatkannya karena Raenal selalu mendapat nilai yang sempurna, hasil tugas yang selalu bagus dan tidak mengecewakan didikan dosennya.
Hingga hari ini pada akhirnya Raenal sedang dalam perjalanan pulang untuk kembali istirahat sampai besok hari Senin pria itu harus sudah dalam keadaan baik-baik saja.
"Terimakasih, paman." Raenal turun dari mobil ibunya dan berjalan masuk ke dalam dengan masker penutup wajah dengan hidungnya juga. Ada ibunya yang sedang mengambil beberapa minum dan cemilan untuk dirinya sendiri, suaminya dan satu anak laki-lakinya juga. "Kau sudah pulang?" tanya wanita itu membiarkan pintu kulkas terbuka dan beberpaa mibuman yang sudah tertuang.
"Ya," jawab Raenal saat ibunya mendatanginya dengan mengecek suhu tubuhnya yang sudah tidak demam lagi. "Ibu masuk ke kamarmu tadi, kau muntah-muntah lagi tadi malam?" tqnya wanita itu menyadari ada bekah muntahan pada bajunya walaupun tidak ada sampah muntahannya. "Maafkan aku, ibu. Aku sudah membuangnya, tapi aku tidak mencucinya," jawab Raenal menjelaskan jika dia tidak mencuci bajunya yang saat itu terkena sedikit muntahannya.
"Kau meminum obatmu?" Raenal menganggukkan kepalanya pelan, tangannya membuka masker di wajahnya agar ibunya percaya. "Masuk ke kamar dna tidurlah, makan siang nanti ibu akan membangunkanmu," perintahnya membuat Raenal menganggukkan kepalanya pelan menuruti apa yang ibunya katakan.
Wanita itu memperlihatkan langkah kaki anak pertama laki-lakinya itu dengan baik, sampai pada Raenal menutup pintu kamarnya wanita itu kembali ketempatnya.
Raenal memang kelelahan, dan mungkin terlambat makan juga. Dampaknya memang buruk, pria itu seharusnya tidak terlambat makan, karena jika semua itu terjadi semua bagian tubuhnya akan diserang.
Semuanya, demam, flu, batuk sampai imunnya melemah walaupun dia pria yang kebal penyakit sebelum dia ambruk karena kelelahan.
"Anak itu, astaga." Wanita itu memilih berjalan menuju tempat sebelumnya tanpa berbicara. Langkahnya terlihat menutup kulkas dan menyiapkan cemilan untuk suami dan Giral.
Wanita itu berjalan menuju taman belakang, suaminya meminta untuk tetap di taman belakang karena membuatnya nyaman dan sejuk juga.
Wanita itu membawa minum dan cemilannya untuk sedikit memberi jeda saat keduanya mulai serius melakukan pembicaraan skripsi anak keduanya.
"Istirahat dulu," ucap wanita itu membuat Giral dan suaminya langsung menyingkirkan laptop dan juga beberapa buku yang sedang didiskusikannya. "Raenal sudah kembali?" tanya suaminya membuat wanita itu mengangguk. "Dia kelelahan sepertinya," jawabnya lagi.
"Kak Raenal tidak makan malam saat dia mengantar Kak Katya ke bandara," ucap Giral memberitahu pada kedua orang tuanya mengingat Raenal memang pria yang ceroboh untuk dirinya sendiri.
"Kau tahu?" tanya ayah, Giral menganggukkan kepalanya. "Kak Raenal yang mengatakannya padaku." Ibunya menghela nafas berat, seseorang tahu caranya mengorbankan sesuatu untuk yang dia sukai.
"Itu wajar," balas ayah meminta pada istrinya untuk tidak menyalahkan Katya karena Raenal sendiri yang ingin melakukannya. "Katya pergi untuk waktu yang lama, dan waktunya juga tidak pas untuk kesibukan dengan putra kita. Jadi Raenal mengusahakannya," jelas suaminya untuk menenangkan istrinya agar tidak berpikir macam-macam.
"Bagaimana hasil skripsimu?" tanya wanita tersebut membuat Giral yang sedang memakan cemilannya menjadi menghentikan gerakannya. "Sedikit lagi," jawab pria itu membuat ibunya menganggukkan kepalanya pelan.
"Tanyakan pada kakakmu saat dia sudah merasa baik-baik saja," ucap ibunya membuat ayahnya menyetujui maksud istrinya.
"Istirahatlah sebentar," perintah ayah pada Giral agar pria itu menjauh dengan barang-barang miliknya dan mengistirahatkan tubuhnya setidaknya sampai makan siang nanti.
"Aku ke kamar dulu, ayah, ibu." Giral sama sekali tidak membawa barang-barangnya kali ini ibunya yang akan mengoreksi hasil diskisi hari ini dengan ayahnya. "Ya, tidur siang sana. Ibumu akan membangunkanmu."
Giral pergi ke kamarnya dengan santai, satu minuman di tangan kanannya dan satu cimilan satu toples dia bawa di tangan kirinya.
Pria itu sudah lapar, namun belum waktunya makan siang, Giral memutuskan masuk ke kamar untuk menghabiskan semua cemilan dari ibunya dengan minum air dingin dan setelahnya tidur siang.
Walaupun hanya dua jam Raenal dan Giral harus memanfaatkan waktu istirahatkannya dengan baik juga.
"Ah, sejak tadi aku tidak melihat Arra. Dimana anak itu," gumam Giral saat dia akan bersiap tidur siang setelah menggosok giginya pria itu akhirnya berjalan menuju kamar di samping kirinya karena disamping kanannya ada kamar kakak laki-lakinya.
Ibunya mengatakan Raenal sedang istirahat, dan sebisa mungkin juga Giral tidak akan membuka kamar kakak laki-lakinya. Langkah kakinya berjalan menuju kamar kirinya, pria itu membuka pintu kamar adik perempuannya untuk melihat kenapa perempuan itu tidak ada sejak tadi Giral bangun dari tidurnya.
"Dimana dia?" tanya Giral begitu menyadari kamar adik perempuannya kosong dengan lampu yang tidak menyalah. "Ah, dia pergi ke caffe miliknya sepertinya." Giral mulai sadar dengan apa yang dia cari, langkahnya kembali ke kamarnya untik mengistirahatkan tubuhnya, setidaknya satu jam tigapuluh menit untuk beristirahat.
Pukul dua siang, pria itu mengeliat begitu ada suara yang terus mengganggu tidurnya. "Giral!" panggil suara wanita membuat pria itu semakin menutup matanya dengan alat penutup mata umtuk tidur.
"Makan siang sudah siap," ucap ibunya saat wanita itu melepas alat tadi membuat Giral mulai merasa silau dari lampu kamarnya dan mulai terbangun.
"Apa semuanya sudah turun?" tanya Giral dengan suara mengantuk membuat ibunya mengusap rambut puranya ke belakang dan mengajaknya untuk bangun. "Ya." Wanita itu mulai berjalan ke luar kamar putranya meluhat Giral sudha membuka matanya sepenuhnya dan mulai tersadar. "Turunlah," perintah ibunya membuat pria itu mengambil sandal dan berjalan turun dengan sedikit mengantuk. "Iya, ibu."
Pria itu mengekori langkah ibunya dari belakang dan melihat ada Raenal dan juga ayahnya sedang menunggunya. "Dimana Arra?" tanya Giral menyadari adik perempuannya masih belum pulang juga.
"Arra mengatakan pada ibu jika akan pulang sedikit terlambat nanti." Pada akhirmya pria itu sstuju untuk turun dan memakan makan siangnya bersama tanpa adik perempuannya.
Selesai makan siang ke empatnya muai bersantai bersama, dengan Raenal hanya satu jam, setelahnya pria itu meminta izin untuk kembali ke kamar dan menyelesaikan tuganya yang masih belum selesai dia kerjakan.
"Kau sudah baik-baik saja?" tanya ayah pada Raenal saat melihat putra pertamanya memilih kembali ke kamar saat mereka sedang berkumpul. "Sudah, hanya ada tugasku saja yang belum ku selesaikan kemarin."
Pada akhirnya Raenal naik ke atas menuju kamarnya, pria itu menyelesaikan tugas-tugasnya yang tidak bisa dia kerjakan kemarin karena demam. Pria itu menyelesaikan tugasnya bahkan sampai jam makan malam.
Pukul delapan malam dekarang, adik laki-lakinya datang ke kamarnya untuk memanggil Raenal turun. "Aku tahu, sedikit lagi," ucap Raenal saat melihat jam di dinding dan kedatangan adik laki-lakinya yang diperintahkan ayahnya untuk memanggilnya. "Kamarmu selalu keren, Kak." Giral memuji bagaimana tata letak kamar kakak laki-lakinya dengan beberapa barang yang tidak hanya buku saja di sana.
"Kenapa? Aku membeli laptop game dengan uangku sendiri," ucap Raenal saat pria itu masih sibuk merevisi pekerjaanya sebelum Raenal harus mengirimnya pada dosennya. "Kau beli kapan semua alat game ini?" tanya Giral begitu dia melihat ruangan kosong milik Raenal mulai diubah menjadi tempat gym kecil dan juga tempat bermain game berukuran besar.
"Kemarin lusa, kau sedang sibuk pergi dengan pacarmu saat itu, aku sengaja memintamu pulang lebih cepat karena ingin memberitahumu jika aku membeli barang bagus, kau sibuk saat itu. Jadi aku memakainya sendiri," jelas Raenal mengingatkan bagaimana sikap dewasa mengajak adik laki-lakinya yang sebenarnya sudah dewasa sudah dewasa sama sepertinya juga.
"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang padaku?" tanya Giral tidak menyangka dengan peralatan game milik kakaknya adalah barang yang dia inginkan sejak dua tahun terakhir ini. "Aku sengaja, malas juga jika kau mulai mengemis padaku untuk dipindahkan ke kamarmu. Semua barang ini bagus dan mahal, buktinya kau juga tidak mampu membelinya sampai sekarang," ucap Raenal kembali mengatakan fakta pada adik laki-lakinya jika tidak akan memberikan pada Giral semudah itu.
"Sialan," kesal Giral menyesal tidak mengikuti kakak laki-lakinya untuk pulang cepat saja. "Ayo turun," ajak Raenal saat pria itu melihat jika Giral akan mengambil kursi untuk dia duduki setidaknya satu kali permainan dengan berniat menyalakan laptopnya.
"Kak, sebentar saja. Biarkan aku memainkannya hanya satu menit," mohon Giral membuat Raenal memutar bola matanya malas, tangannya menarik adik laki-lakinya untuk keluar dari ruang game dan gym nya untuk turun makan malam saja.
"Tidak bisa," jawab Raenal membuat Giral menelan ludahnya sukar saat kakak laki-lakinya benar-benar tidak bisa diajak berkompromi. "Arra sudah pulang?" tanya Raenal lagi, pria itu mengalihkan pembicaraan pada Arra agar Giral melupakannya.
"Belum," jawab Giral melihat jika perempuan itu belum pulang sama sekali sampai sekarang. "Aku mendapat tugas untuk menjemputnya," ucap Giral memberitahu Raenal jika pria itu memiliki pekerjaan setelah makan malam.
"Kau tidak mau?" tanya Raenal membuat Giral menggelengkan kepalanya pelan. "Aku mau, aku tidak menolaknya," jawab Giral santai membuat Raenal menggelengkan kepalanya pelan.
"Apa kau mau main game di kamarku dan menggantikanku di kamar? Biarkan aku yang menjemput Arra." Raenal menjelaskan maksud terselubungnya sekarang. "Tunggu!!! Apa maksudmu, Kak?"
Raenal terkekeh, dia menggelengkan kepalanya meninggalkan Giral yang bersemangat di belakangnya dengan Raenal yang terkekeh. Tentu saja Raenal membeli peralatan game untuk dirinya, walaupun nantinya akan Giral juga yang banyak memainkannya.
Karena tujuan Raenal membelinya memang untuk adik laki-lakinya, untuk Giral Anoval.