Arra sampai di belakang tempat duduk Tyo diam-diam, bahkan matanya melihat bagaimana mata tajam Tyo mencari ke tempat dirinya beediei di depan pintu masuk caffe. "Kak Tyo mencariku?" Arra langsung saja bertanya membuat Tyo yang ketahuan memata-matai seseorang terlihat gugup dan mengambil duduknya tanpa suara.
"Kau benar Kak, aku Arra." Perempuan itu mengambil duduknya di samping samping meja karena Arra sengaja menarik satu kursi di samping tempat duduk Tyo dan mulai meminum minuman yang biasa dia minta berbau susu. "Kenapa?" tanya Arra melihat Tyo melihatnya dengan serius membuat mulutnya kembali bertanya.
"Maafkan bau tubuhku, aku baru saja keluar dan mandi pagi-pagi sekali. Jika aku bau, itu sudah wajar kak," ucap Arra meminum minumannya dengan mengipas-ngipas tangannya karena suhu ruangan di tempat itu masih belum beradaptasi dengan tubuhnya.
"Apa Kak Tyo selalu datang ke caffe ini?" tanya Arra dnegan melihat beberapa pesanan untuk dua orang yang dimakan oleh pria itu saja. "Tidak, ini pertama kali." Tyo menjawabnya dengan bermaksud koreksi karena Tyo tidak ingin Arra menjadi besar kepala karena kedatangannya ke caffe yang sama dimana dia pergi ke caffe dekat rumah kakak tingkatnya dan akan berakhir dengan adik perempuan dari kakak tingkatnya lagi.
"Oh, itu bagus," respon Arra kembali mendekatkan tubuhnya untuk mendekat ke arah Tyo dimana perempuan itu ingin tahu bagaimana rasa makanan dan minuman di caffe nya yang belum lama ini dibangun.
Selera dan lidah seseorang terhadap makanan memang berbeda, bukankah tidak masalah jika Arra meminta penilaiannya sedikit saja?
"Tunggu dulu," ucap Tyo memberi aba-aba untuk tidak memulainya. "Kenapa? Apa makanannya tidak enak? Biar ku ganti dengan yang baru jika--"
"Bisa kita bicara nanti saja? Tunggu aku selesai sarapan, ini sudah terlalu siang untuk memulainya." Arra tidak mengatakan apapun, perempuan itu mengambil tas kecil yang sengaja dia bawa tadi.
Perempuan itu masuk ke ruangan yang sama dimana wanita dewasa menegur dan meminta Arra untuk tidak melakukan hal besar. "Ada apa Arra?" tanya Clara begitu melihat perempuan itu masuk eke ruangannya. "Aku ingin mengambil tasku kak, selesaikan saja pekerjaanmu. Maaf sudah mengganggumu," ucap Arra keluar membawa tas nya dan membjarkan Clara melanjutkan pekerjaannya untuk hari ini.
Hari yang pada karena weekend, Arra juga membiarkan laptopnya tetap menyala karena dia butuh infomasi. Tyo melihat ke pintu dimana Arra keluar, pria itu mulai sibuk melanjutkan makannya begitu melihat Arra kembali dengan tas nya.
"Apa masih belum selesai?" tanya Arra menanyakan pada teman kakak laki-lakinya soal sarapannya, Tyo menganggukkan kepalanya pelan.
Pria itu tidak menjawab, namun pria itu menjelaskan jika dia masih belum. Dan juga, matanya hanya menatap malam roti nya yang tersisa setengah saja. Sejujurnya pria itu sama sekali tidak masalah jika sarapannya diganggu dan berdampingan dengan dirinya berbicara dengan Arra. Hanya saja pria itu penasaran, pria itu terlihat tidak baik-baik saja melihat bagaimana perempuan itu meminum minumannya dan juga bermain ponselnya dengan diam.
Sepertinya Arra dibesarkan di keluarga yang memiliki etika menghormati yang besat, sopan santun yang sangat digunakan, dan tahu harus bersikap seperti apa di depan orang lain.
Ya, perempuan itu terlihat berpendidikan dan orang yang tahu harus bersikap dengan baik dimanapun.
Tyo memilih terus memperhatikan Arra diam-diam dengan yangan yang terus memainkan sedotan dalam minumannya sesekali meminumnya. Mata pria itu masih digunakan untuk mengintimidasi diam-diam, Arra bahkan hanyut dalam ponselnya dengan sesekali tersenyum kecil.
Ya. Perempuan itu sedang bertukar pesan dengan Fian. Teman laki-laki di sekolahnya cukup dekat.
/Jadi kau sedang tidak di rumah? Kenapa tidak menghubungiku, aku akan mengajakmu dan Vio juga jalan-jalan. Kau selalu saja mengatakan jika setiap weekend kau sibuk./
/Aku memang sibuk, Fian. Hanya saja aku tidak bisa main keluar, apalagi pergi jalan-jalan selain dengan kakak laki-lakiku./
/Memangnya kenapa? Aku selalu memintamu untuk jalan-jalan setiap weekend, tapi kau selalu menolaknya. Bukankah kau sendiri yang tidak mau./
/Iya, dan itu juga sebenarnya./
Arra tersenyum saat pembicaraan Fian terlihat berat namun saat dirasa pembahasan mereka menjadi sangat ringan.
/Ngomong-ngomong, pergi kemana kau dengan Vio? Vio pasti senang bisa pergi denganmu setiap weekend, sayang sekali aku tidak bisa./
/Ya, Vio selalu sama. Perempuan itu selalu senang dan bersemangat jika aku memintanya untuk jalan-jalan saat weekend, sayang sekali kau tidak bisa./
/Ngomong-ngomong soal Vio, perempuan itu belum mandi. Aku datang ke rumahnya pukul enam, kami memiliki janji pukul tujuh. Aku sengaja datang lebih awal tidak seperti sebelumnya. Dan ya, aku memaksa Vio tetap pergi dengan piyama tidurnya. Seharusnya kau juga ikut lain kali./
Perempuan itu membacanya menjadi semakin tidak nyaman, ada saat dimana Fian benar-benar memberikan begitu banyak infomasi kepada Arra membuat perempuan itu sendiri merasa jika dia tidak menginginkannya.
Bahkan tidak membutuhkannya, hanya ada rasa kurang nyaman dan tidak ingin mendengarnya sebenarnya.
Baru saja akan mengetik sesuatu untuk membalas pesan Fian seseorang mengiriminya pesan. Kali ini dari Vio.
/Hey, Arra! Aku sedang pergi berdua dengan Fian. Bukankah tidak sopan saat kau menghubunginya tanpa henti seperti ini? Ini tidak adil, Arra. Aku menjadi sendirian di sini, Fian sangat fokus pada pesan darimu. Kasus seperti ini sangat sulit ku tangani, berhentilah mengirim pesan pada Fian, aku mohon./
Astaga, Arra bahkan tidak mengirim pesan lebih dulu pada Fian. Sejak tadi pagi-pagi saja Arra sibuk mengurus caffe, bagaimana Arra memulai dan memperbanyak pembicaraannya kali ini.
Menolak membalas pesan dari Vio, Arra memilih mengirim pesan dari Fian saja. Arra lelah menjawab pesan dari Vio, terlalu menguras emosi ternyata.
/Fian maafkan aku, hari ini aku sepertinya akan sibuk. Jadi kita akhiri saja untuk hari ini, selamat siang Fian. Semoga weekendmu menyenangkan dengan Vio!!/
Arra menyimpan ponselnya sedikit tidak bersahabat dan meminum minumannya sedikit kasar karena kesal. "Kau kenapa?" tanya Tyo setelah puas memakan sarapannya dan semua pesanannya. Arra kali ini memanggil karyawannya untuk menyingkirkan sampah di depannya dan meninggalkan minumannya saja.
"Menyebalkan Kak." Arra mengatakannya dengan memajukan bibir bagian bawahnya sedikit imut di mata Tyo. "Iya, itu karena apa?" tanya Tyo lagi membuat Arra menghela nafasnya berat.
"Aku ingin mengoreksi apa yang Kak Tyo katakan kemarin-kemarin padaku soal perasaanku pada Fian, aku tidak menyukai laki-laki itu," ucap Arra mengingat sampai dimana Arra masih ingin menegaskan apa yang dia rasakan dengan apa yang Tyo nilai terhadapnya tidak benar.
"Oh? Aku tidak percaya," jawab Tyo dengan mengangkat bahunya malas mengulangnya. "Dan lagi, itu bukan urusanku juga," sambung Tyo membuat Arra mengerucutkan kesal.
"Bolehkan aku curhat sedikit?" tanya Arra dengan menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya memperagakannya. "Aku bukan penasehat sebenarnya," jawab Tyo sedikit tidak menerimanya, namun Arra menatap wajah Tyo kesal.
"Aku bisa meminta Kak Giral untuk tidak kerja kelompok lagi, aku bisa meminta pada ayah untuk membatasi pertemanan Kak Giral dengan Kak Tyo. Menyedihkan sekali jika Kak Tyo tidak bisa bertemu dengan Kak Giral dan kerja kelompok lagi karena aku. Apa Kak Tyo mau itu terjadi?"
"Aku anak yang manis, ayahku akan memberikan apa saja yang aku minta. Kak Tyo mau itu terjadi?" Sial, pria berumur duapuluh empat tahun diancam dengan amcan lucu yang membuat Tyo sama sekali tidak merubah keputuasannya. "Aku bukan teman Kak Giral juga, kami berbeda semester. Aku adik tingkatnya, kami tidak berteman." Tyo menjelaskan sampai dimana mereka dekat hanya karena bantuan dan bimbingan skripsi juga.
"Bukankah kalian saling dekat? Aku bisa melihat--"
"Kak Giral sangat baik pada siapapun," koreksi Tyo membuat Arra menghela nafasnya berat, dia melipat kedua tangannya di meja yang sama milik Tyo. "Aku sedih," ucap Arra tetap curhat saat Tyo sudah menolaknya sejak awal. "Kenapa?"
"Kak Tyo bilang tidak ingin mendengar curhatku, dan sekarang Kak Tyo penasaran juga? Lucu sekali," ejek Arra membuat Tyo menjadi salah tingkah dihadapkan dengan posisi Arra yang menydutkannya. "Aku takut kehilangan kakak tingkatku, aku butuh Kak Giral untuk nilai terbaiku."
Arra memutar bola matanya malas, dia menatap sebal pada Tyo. "Kau berteman tidak baik, kau memanfaatkan Kak Giral ternyata." Arra mendapatkan point buruk milik Tyo membuat pria yang baru saja merasa lega dari fitnah yang Arra berikan padanya menjadi semakin berpikir negatif lebih parah setelahnya.
Tyo menyerah, dia menghela nafasnya pasrah dan memilihbdiam mendengar cerita Arra tanpa suara. "Soal pertemananku dengan Vio dan Fian, aku sekarang mulai setuju dengan pendapatmu, Kak."
"Bukan pendapatmu yang ku bahas sebelumnya, ini soal Vio dan Fian yang bisa saja memiliki hubungan. Aku sepertinya harus mengikuti saranmu untuk berteman dan mencari teman baru," ucap Arra menjelaskan pertemanannya dengan Vio dan Fian yang oenuh drama di hidupnya.
"Aku tidak ingin mengatakan apapun," ucap Tyo membuat Arra menatap marah pada Tyo, bell masuk pelanggan baru terdengar saat suasana sebelumnya terlihat sepi. Laki-laki itu masuk menggunakan hoodie dan masker penutup wajah, matanya yang mengantuk dan juga tangannya yang masuk ke saku hoodie nya.
"Ada apa dengan orang tadi?" tanya Tyo saat melihat Arra menatap seseorang untuk memastikan siapa yang baru saja masuk. "Haruskah aku mendatanginya?" tanya balik Arra dengan berdiri dan berjalan cepat meninggalkan Tyo di tempatnya.
"Hahaha, dia masih anak remaja yang emosinya belum stabil." Tyo menertawakan dirinya sendiri kali ini
Arra berjalan mendekat ke arah laki-laki tadi yang baru saja datang ke caffe miliknya. "Apa kau sering datang ke caffe ini, Kak?" Laki-laki yang didatangi oleh Arra hanya melirik ke atah perempuan tersebut kecil dan menatap malas membuang pandangannya.
Tangannya meminta pelayan untuk mendekatinya. "Pesan apa?" tanya perempuan yang dang ke meja milik laki-laki tadi dengan Arra juga. "Satu susu putih hangat, tolong percepat." Perempuan tadi segera berjalan menuju barista untuk mempersiapkannya.
"Kenapa dimana-mana selalu ada kau? Semenjak kejadian di kelasku, dan kantin kau selalu ada di sekitarku. Ada masalah apa kau denganku sebenarnya?" tanya laki-laki tadi meminta penjelasan pada Arra saat perempuan itu juga tidak tahu alasannya. "Ini caffe milikku, aku tidak menguntit." Arra menggangkat bahunya tidak perduli. "Itu bukan urusanku juga," jawab Kevin membuat Arra menghela nafasnya berat.
Arra melipat kedua tangannya pada meja Kevin dan menumpukan kepalanya pada lipatan tangannya. Laki-laki itu melihat dimana Arra sebelumnya duduk, ada pria yang sejak tadi melirik ke arahnya dengan tatapan mengerikan.
"Kau dengan siapa di sini?" tanya Arra membuat perempuan itu duduk seperti sebelumnya. "Tidak dengan siapa-siapa?" Kevin memutar bola matanya malas.
"Pria yang duduk bersamamu sejak tadi melihat padaku, dia seperti bukan pria baik-baik."