Chereads / CINTA 9 TAHUN / Chapter 11 - 11. Cepat-cepat Membunuhnya

Chapter 11 - 11. Cepat-cepat Membunuhnya

Tiga hari setelah Tyo mendapat bimbingan dari kakak tingkatnya pria itu memilih datang ke suatu tempat, weekend yang nyaman saat Tyo hanya merasakan seberapa mengerikan tugas kuliah S2 kakaknya walaupun dia sudah mendapatkan bantuan dari segala sisi juga.

Tyo berjalan-jalan menggunakan pakaian serba putih, sepatu, baju, celana panjang, masker dan topi. Semua serba berwarna putih selain masker yang menutup di wajah dan hidungnya.

Taman kota hari ini, pria itu tidak membawa kendaraannya sama sekali, untuk ukuran luas yang sebenarnya Tyo memilih melirik dengan seksama seramai akan weekend kali ini. Terlalu mendominasi, semua manusia membutuhkan hari istirahat dari aktifitas yang mampu membuat mereka merasa segar.

Walaupun sebagian dari mereka akan memulai hari Senin dengan penuh kesibukannya seperti biasa, sebagian dari mereka mulai melakukannya.

Pria itu melirik arloji di tangan kanannya, dia masih tidak percaya jika sekarang sudah mulai pukul delapan pagi, Tyo pergi tanpa sarapan dari pukul tiga pagi karena pria itu selalu mandi sangat pagi dan mengerjekan tugasnya yang masih belum selesai.

Prinsipnya masih sama. Bukan soal siapa yang paling lama tidur di malam hari yang menunjukan jika seseorang sudah berusaha keras. Bagi Tyo yang pintar dan berusaha keras adalah orang yang tidur dengan cukup dan bangun cukup pagi.

Walaupun jika dilihat berapa banyak orang-orang mulai berkumpul di taman, Tyo bisa menilai jika pukul lima adalah waktu paling banyak orang-orang mulai berolah raga.

Tyo berjalan cukup jauh mencari caffe, dia sengaja mencari caffe karena dia sedikit lapar, berjalan-jalan pagi hampir empat jam lamanya membuat pria itu sedikit kelelahan. Melihat nama salah satu caffe tidak jauh dari taman kota tadi pada akhirnya Tyo berjalan mendekat ke tempat itu.

Tidak jauh lama dari itu Tyo mulai menaikan satu alisnya saat dia menyadari jika nama caffe yang tidak dia datangi sedikit tidak asing sedikit-sedikit pria itu mulai menyadarinya.

"Apa tempat ini tempat yang sama dengan yang waktu itu?" Tyo mulai menyadari jika ada beberapa hal yang sama dengan tempat lain tanpa sadar. "Ada ini pemilik yang sama juga?" Memilih tidak memikirkan lebih jauh apa yang dia dapatkan dan memilih langsung masuk ke caffe tersebut.

Pria itu memilih mengambil tempat duduk yang jauh dari keramaian, paling pojok belakang dan memilih untuk menyendiri karena tidak membawa seseorang.

Pria itu memesan sarapan kecil dan beberapa minuman yang sengaja dia beli kali ini. "Roti ini dan dua jus alpukat," jawab Tyo menujuk menu yang dibawa oleh wanita saat wanita tadi menanyakan apa yang akan dia pesan untuk makanan sepagi ini.

"Tolong tunggu pesanannya lima menit lagi," minta wanita tadi membuat Tyo menganggukkan kepalanya tanpa mempermasalahkannya.

Tyo memilih mengambil ponselnya, walaupun dia tidak memiliki siapapun untuk diprioritaskan sekarang Tyo memilih membaca beberapa buku dan juga materi yang akan dibahas hari Senin tepat besok.

"Cukup rumit ternyata," ucap Tyo menyadari jika soal besok mungkin akan rumit karena materinya cukup sulit dia ingat-ingat saat minggu kemarin berhasil membuatnya strees. "Ah." Pria itu mulai menyadari jika hampir sepuluh menit pesanannya masih belum datang.

Mungkin lupa, Tyo menyimpan ponselnya melihat cukup ramai caffe ini mendapat pelanggan, mungkin karena masih cukup pagi, dan beberapa pada wanita dan pria yang baru saja jalan pagi memilih datang ke caffe ini.

Interior caffe dengan dominan warna putih santai membuat membuat siapapun merasa kurang nyaman, pemilihan warna putih tidak terang ini memanjakan mata pelanggan yang datang untuk sekedar minum kopi setiap pagi atau sarapan sepertinya.

Tyo sering pergi jalan pagi setiap weekend, hamya saja ini kalo pertamanya pria itu memilih jalan pagi tanpa membawa mobilnya, entah kenapa juga Tyo melakukannya. Beberapa hari ini pria itu merasakan begitu banyak masalah privasi, entah dari pihak ayah, kakak laki-lakinya dan masalah pribadinya sendiri, tanpa memutus masalah pokok pria itu hanya ingin pergi dari rumah untuk menjernihkan pikirannya saja.

Mata tajam milik Tyo mulai menelusuri beberapa orang-orang yang mulai berdatangan dan juga beberapa dari mereka yang sudah selesai mulai pergi. Sepertinya caffe ini memiliki banyak pelanggan, setidaknya pelanggan baru yang datang juga.

Tempatnya yang luas dan strategis tentu membuat beberapa dari mereka memilih untuk mampi, Tyo masih berusaha santai menunggu gilirannya untuk memakan sarannya, walaupun meleset lebih dari sepuluh menit setidaknya pria itu bisa memakluminya.

"Maaf membuatmu menunggu, Kak." Wanita yang berbeda mulai datang, Tyo tidak mengatakan apapun sebagai respon, kepalanya hanya sedikit mengangguk dan semua pesanannya sudah tertata rapi di mejanya.

Lagi-lagi pria itu kembali melihat dengan jelas seberapa bagus makanan yang dijual dia caffe ini, mata dan tangannya bekerja untuk menyapit dan memotong roti pesanannya yang cukup besar. Setidaknya pas untuk mengganjal perutnya.

"Bagus, ini cantik, dan sedikit gula." Hanya itu yang Tyo katakan, karena setelah melihat dan mengiris baguan roti pesanannya pris itu memilih melahapnya sedikit-sedikit dengan merasakannya.

Kakak Tyo mrmiliki bisnis makanan juga, walaupun itu bukan makanan manis seperti caffe ini kakak laki-laki Tyo paling benci makanan yang menggunakan banyak gula dan garam juga.

Makanan Jepang adalah yang terbaik, kakak Tyo memiliki restoran cukup terkenal di Indonesia, dan Tyo juga tahu mana makanan sehat dan mana makanan yang bisa cepat-cepat membunuhnya.

Limabelas menit menghabiskan roti dan satu jus alpukat milik Tyo, pria itu mulai mengambil ponselnya. Kali ini untuk membuka siapa yang mengirimi pesan penting untuknya selain mahasiswa perempuan yang akan meminta bantuan mata kuliah atau hanya wanita-wanita yang sibuk membuang waktunya untuk mengirimi prsan untuk Tyo.

"Ada apa dengan Kak Ary?" tanya pria itu menyadari jika kakak laki-lakinya mengirimi hampir tiga pesan baru, dan dua panggilan yang tifak sepat Tyo jawab saat dia memakan sarapannya.

/Dimana kau? Aku datang berkunjung dengan istriku, dan kau tidak ada?/

/Tyo, apa kau sudah sarapan?/

/Baiklah, lupakan. Aku tahu kau sedang jalan pagi, ku tunggu sampai jam makan siang, aku ingin berbicara denganmu/

Dua panggilan tidak terjawab dari Kak Ary.

Tyo menghela nafasnya berat, pria itu sama sekali tidak mempermasalahkan pesan dan panggilan tidak terjawab dari kakak laki-lakinya.

"Bukankah dia tidak mengatakan aku harus membalas pesannya? Baiklah, lupakan saja sekarang," gumam Tyo menyadari apa yang dia lakukan tidak menjadi masalah dan hal yang serius yang pelru dia bicarakan baik-baik.

Tyo kembali memasukkan ponselnya kembali, pria itu memilih untuk menyelesaikan meminum jus pesanannya dengan sesekali melihat-lihat apa saja yang sedang dilakukan oleh sebagian wanita dan pria yang bekerja di caffe tersebut dan dengan mata tajamnya juga melihat ke beberapa pelanggan yang semakin banyak datang.

Tidak melihat ada yang aneh atau mungkin salah satu orang yang mungkin Tyo pernah lihat, pria itu masih terus meminum jus alpukat miliknya dengan mata mengintimidasi. Wajah yang sebagian besar tertutup dengan topi karena tidak Tyo lepas membuat mungkin saja ada salah satu orang yang pernah melihat pria itu menjadi sedikit tidak mengingat dan menyadari jika pria itu Tyo.

Dari jauh Tyo melihat jika ada satu perempuan dengan pakaian santai masuk ke dalam caffe tadi, lebih tepatnya pada bagian dalam karena perempuan tadi mungkin pergi menuju dapur untuk membeli beberapa persediaan yang mulai menipis karena hari ini adalah weekend.

"Apa ada yang lain yang aku tinggalkan?" tanya perempuan tadi yang Tyo yakini jika dia pernah melihat perempuan tadi bersamanya beberapa hari terakhir.

"Tidak, tapi kau tidak perlu sampai pergi ke tempat persediaan susu seperti ini nona, itu tugas kami sebenarnya," jawab wanita yang mungkin bagian kepala pelayan yang mengatus sebagian kinerja dapur caffe tersebut.

"Jangan seperti itu, aku juga tidak masalah soal ini. Memang pengeluaran minggu ini sedang kencang makanya sebagian persediaan mulai habis lebih cepat." Perempuan yang sejak tadi Tyo perlihatkan juga masih sempat-sempatnya memegang barang yang dia bawa dari luar belum dikeluarkan.

"Berikan padaku, nona." Arra terkekeh saat mendapati wanita yang lebih tua dan jauh dari umurnya mulai merasa sungkan karena caffe ini milik Arra bahkan saat dia masih bersekolah tahun ke satu.

"Aku tidak keberatan, Kak. Tolong biarkan saja, Kak Clara bisa bantu kami mengangkat beberapa perlengkapan juga," ucap Arra menujuk beberapa bahan yang Arra beli cukup banyak untuk persediaan hampir dua minggu penuh datang tepat di hari weekend yang padat pengunjung.

"Siapa dia?" Kali ini suara milik Tyo yang mendominasi bagian, pria itu terus melirik pada perempuan yang sempat berbicara pada wanita tadi terus berbolak balik menuju mobil di depan caffe tadi karena membeli persediaan bahan-bahan juga.

"Aku seperti pernah melihatnya," gumam Tyo masih berlanjut saat melihat perempuan tadi menggunakan pakaian santai namun rapi dengan rok sebatas lutut dan pakaian panjang menutupi rok juga, jaket yang perempuan itu pakai dengan warna merah muda campur susu itu sengaja perempuan itu lepas saat pertama masuk dan kali ini perempuan itu tidak malu dan memikirkan orang-orang melihat ke arah.

Pengunjung mulai sedikit bertambah, tidak sampai terburu-buru sebelumnya, bahkan Tyo yang sejak tadi meminum jus sebatas setengah dengan mata tajam melirik pada Arra masih berusaha mengingat siapa perempuan itu.

Menyadari jika tatapannya terlalu tidak sopan dan lancang Tyo memilih menghentikan tatapannya pada perempuan itu dengan membuka ponselnya begitu dia pas sekali mendapat sambungan telefon dari seseorang.

Ah, ternyata itu kakak laki-lakinya. Tyo memilih mengangkat langgilannya melupakan pelecehan apa yang baru saja dia lakukan pada perempyan tadi.

"Ya?" jawab Tyo saat kakaknya langsung menyapa dirinya begitu panggilan diangkat. "Kapan kau pulang? Pukul sembilan sekarang, aku sengaja datang karena aku tidak bisa sembarangan mengosongkan jadwalku untukmu," ucapnya membuat Tyo merasa dia juga tidak memaksa kakak laki-lakinya untuk datang.

Dan juga, kenapa pria itu tidak menghubungi Tyo dulu sebelum datang. "Pukul sepuluh aku sudah akan di rumah tunggulah sebentar lagi, Kak." Tyo sengaja mematikan sambungan telefonnya dan memasukkan ponselnya ke saku celana kanannya dan melanjutkan melihat ke arah yang sama.

Sayangnya matanya tidak melihat perempuan yang sama, mata tajam Tyo terus mencari membuat seseorang dari arah belakang tubuhnya mengagetkannya.

"Kak Tyo mencariku?" Ya, suara itu dari perempuan yang menyadari mata tajam milik teman kakaknya.