Diam-diam Vio menatap tajam pada Arra, bahkan perempuan yang mendapat tatapan tajam dari sahabatnya sendiri sama sekali tidak tahu jika perempuan itu sedang ditatap diam-diam.
Sekarang ketiganya sedang di kantin sekolah, istirahat jam pertamanya Arra tidak memesan makanan inti sama seperti Fian dan Vio. Perempuan itu selalu membawa bekalnya walaupun akan memakan di kantin juga.
Fian yang tahu betul bagaimana Arra akan memakan roti isi hanya bisa tersenyum sedikit pengertian. "Kau selalu memakan roti isi, dan memakan pesanan lain di jam istirahat kedua. Apa kau tidak bosan?" tanya Fian lagi-lagi bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Aku malas menjawabnya," ucap Arra memakan roti terakhir miliknya karena hanya ada dua.
"Arra, apa kau anak ibu? Terlihat sekali ibumu sangat memperhatikan makananmu, bukankah itu berlebihan? Ibumu melarangmu membeli makanan sembarangan karena apa?" tanya Vio mulai angkat bicara karena perempuan itu istirahatnya memilih memesan makanan berat lebih dari satu. "Aku memang anak orang tuaku, aku anak ibu dan aku anak ayah juga." Arra kembali meminum air putih yang selalu dia bawa dari rumah walaupun dia juga akan memesan jus alpukat setiap jam istirahat kedua.
"Maksud Vio bukan itu," balas Fian berusaha menjelaskan pada Arra jika yang berusaha Vio katakan bukan secara harfiahnya. "Lalu?" Arra menaikan satu alisnya pelan untuk kembali mendengarkannya baik-baik.
"Kau anak manja," jelas Vio langsung menjelaskannya secara kasar membuat Fian menggelengkan kepalanya pelan tanpa menengahi pembicaraan antara perempuan dengan perempuan kali ini.
"Aku memang manja kenapa kau menanyakan pertanyaan saat kau tahu jika aku anak manja?" balas Arra masih tidak mempermasalahkan apapun saat Vio berushaa menjatuhkan harga dirinya di depan Fian sama sekali.
"Oh?" Vio cukup terkejut melihat wajah Arra yang masih santai seperti biasanya, bahkan laki-laki yang duduk di samping Vio hari ini masih sibuk dengan makannnya. "Kau marah?" tanya Vio menanyakan apa yang sekarang Arra rasakan, sayangnya respon teman Vio tidak yang serius, perempuan itu hanya mengelengkan kepalanya pelan. Tangannya mulai menutup kotak bekalnya karena perempuan itu selesai.
"Tidak, aku memang manja. Aku tidak bisa pulang sendiri, tidak menghafal jalan pulang menuju rumah, dan aku takut sendiri, aku memang manja Vio." Arra menjelaskan beberapa penjelasan tentang dirinya dengan wajah serus karena itu memang dirinya.
Maaf saja jika Vio merasa jika itu dirinya, Arra tidak bermaksud untuk itu. Jadi, bisakah jangan memulai pertengkatan lebih dulu?
"Kau mengejekku?" tanya Vio sedikir meninggikan suaranya karena Arra dengan jelas menyindirnya kemarin karena permasaan anatara Vio dan Arra saja perihal Vio yang memaksa Arra. "Aku tidak mengejekmu," jawab Arra kembali mengoreksi bicaranya, dia mengambil tisu di meja kantin untuk membersihkan tangannya dan sudut bibirnya karena isi dari bekal yang dia bawa.
"Tapi tadi kau--"
"Vio, kenapa kau marah?" tanya Fian berusaha menengahi perdebatan antara Vio dan Arra karena cukup sengit, mereka berdua tidak pernah sampai serius berbicara sampai seperti ini.
Ini hanya kali pertamanya keduanya bertengkar karena masalah kecil, biasanya Arra tidak marah, dia hanya bantak mengalah dan membiarkan Vio melakukan apa yang dia mau. Tapi kali ini Arra sedikit tertarik untuk membalasnya, bahkan laki-laki itu terlihat bingung untuk memisahkan perdebatan mereka berdua.
"Siapa bilang aku marah? Aku hanya bertanya diawal," jawab Vio karena tujuan diawalnya Vio memang bertanya pertanyaan yang kecil saja. Melihat Fian membalas Arra Vio semakin kesal sekarang. "Apa kau marah karena aku berbicara pada Arra jika dia anak yang manja?" tanya Vio saat ini menyudutkan Fian membuat Arra memiringkan kepalanya karena dia butuh jawaban.
"Fian hanya bertanya juga tadi," celetuk Arra menimpali pertanyaan Vio membuat Fian menujuk ke arah Arra jika Fian tidak bermasuk untuk marah juga. "Ish, kalian menyebalkan," kesal Vio mulai diam dan memakan makanannya sendiri tanpa suara dan malas-malas, Vio juga membuang wajahnya ke arah lain karena dia malas melihat wajah Arra dimana perempuan itu ada di depan wajahnya.
"Aku tidak tahu kenapa kau kekanak-kanakan sekali," komentar Arra meminum airnya sendiri setelah melihat bagaimana respon Vio masih seperti sebelum-sebelumnya. Perempuan itu akan kesal dan marah hanya karena masalah kecil dan meminta dibujuk.
Arra lelah saja sebenarnya. Fian terkekeh mendengar bagaimana suara samar Arra mengomentari Vio yang setiap perdebatan dengan perempuan itu akan selalu meminta dibujuk berulang kali agar baikan. "Sudahlah Vio, kenapa sekarang kau yang marah pada kami," ucap Fian menarik perhatian dari Vio untuk tidak memperpanjang masalah kecil seperti ini semakin jauh lagi, perempuan itu kali ini kembali melihat kearah Fian.
"Aku hanya marah pada Arra," jawab Vio menjelaskan jika perempuan itu tidak marah pada Fian. "Kenapa sekarang kau yang marah? Bukankah Arra yang seharusnya marah karena kau mengamatinya jika dia anak yang manja?" tanya balik Fian membutuhkan penjelasan kenaoa perempuan itu memilih meminta perhatian cukup jauh dari Fian tanpa seseorang sadari juga.
"Tapi Arra mengataiku kekanak-kanakan juga baru saja!" Vio membalas tidak kalah sengit dimana Arra juga mengejek perihal harga diri dan sikap baik Vio selama ini.
"Kita sahabat, selesaikan saja dengan cepat," minta Fian membuat Vio menatap serius Arra dimana perempuan itu melirik malas pada Vio. "Kau yang harus meminta maaf padaku," ucap Arra dengan gaya bicara lebih sengit karena perempuan itu sedang kesal.
"Aku hanya bercanda," ucap Vio menjelaskan jika ucapannya beberapa menit terakhir ini hanya candaan, Arra menganggukkan kepalanya menerima. "Aku juga hanya bercanda," jawab Arra berusaha membalas permintaan maaf dari Vio juga, sayangnya responnya kali ini berbeda.
"Tapi kau mengataiku!" kesal Vio tidak terima membuat Fian menghela nafasnya berat. "Vio, jika kau bercanda pada Arra apa salahnya Arra juga bercanda padamu?" Fian datang dipersahabatan mereka bertiga sebagai laki-laki yang sempurna.
Fian menjadi laki-laki yang berani karena dia selalu dihadapkan dua pilihan dan agar adil sama rata. Laki-laki itu selalu menyelesaikan masalah persahabatan yang sama diantara Arra dan Vio.
Sangat sering.
"Kau sejak dulu memang selalu memihak pada Arra," kesal Vio menjadi semakin menjadi, perempuan itu berdiri dan berjalan meninggalkan Arra dan juga Fian yang sejak tadi masih duduk di kursinya karena menunggu Vio selesai menghabiskan makanannya. Arra melihat bagaimana Fian menghela nafasnya berat.
"Apa menurutmu, berteman dengan dua orang dan perasahabatan tiga orang itu kebodohan?" tanya Arra menarik peehatian dimana mata Fian sejak tadi melihat bagaimana Vio berjalan cukup cepat menuju kelasnya atau tempat yang lain lagi. "Kenapa kau bertanya soal itu? Jumlah persahabatan tidak mempengaruhi apapun," jawab Fian karena laki-laki itu sama sekali tidak mempermasalahkan mau berapa mereka berteman baik, karena bagi Fian teman ya hanya sekedar teman.
Tidak bisa lebih juga.
"Aku hanya sedang memikirkannya, Vio akhir-akhir ini mudah marah padaku, aku merasakannya akhir-akhir ini. Bukankah dua minggu terakhir ini aku dan Vio sering bertengkar? Aku tidak tahu dibagian mana aku bersalah," ucap Arra sedikit kewalahan dengan apa yang dia dapatkan dari Vio hanya karena masalah kecil saja.
"Aku tidak tahu, aku akan berbicara padanya, aku juga akan menanyakan pertanyaanmu padanya nanti. Boleh aku menyusul Vio dulu?" Fian meminta izin pada Arra untuk pergi mendatangi Vio agar tidak terjadi salah paham lebih lanjut lagi. "Aku tidak mempermasalahkan hal itu," jawab Arra santai dengan memilih duduk dikursi yang sama untuk menghabiskan jam istirahatnya menunggu keadaan menjadi baik-baik saja.
"Terimakasih, Arra." Fian berjalan pergi menyusul Vio, laki-laki itu mengusap kepala Arra pelan sebelum pergi. Perempuan yang mendapat perlakuan manis itu memilih untuk tetap diam tanpa mengatakan apapun.
Mengukur jarak dengan perkiraan, Arra akhirnya melihat ke arah yang sama dimana Vio dan Fian pergi. Itu jalan kantin menuju koridor kelasnya.
"Tapi Vio yang mempermasalahkannya, Fian. Kenapa aku harus ada disituasi yang membingungkan seperti ini," kelas Arra bergumam ringan karena dia kembali mendapat pesan dari Vio seperti sebelumnya juga.
/Aku tidak tahu kau mengatakan apa pada Fian. Tapi sebelumnya, terimakasih telah memberiku ruang untuk bersama dengan Fian. Aku akan membelikanmu makanan jika Fian mulai nyaman denganku./
Selesai membaca pesan dari Vio Arra tidak bisa mengkondisikan dirinya sendiri, perempuan itu kesal dan meremat ponselnya sedikit marah. "Kenapa Vio menjadi sangat aneh seperti ini? Aku merasakan perasaan yang aneh, dan perasaan itu benar-benar membuatku cepat lelah," ucap Arra marah-marah membuat beberapa dari mereka yang ada di kantin yang sama juga hanya bisa melihat tanpa menjawab tanpa suara juga.
"Oh?"
"Kau perempuan yang sama yang masuk ke kelasku kemarin bukan?" Satu laki-laki sengaja datang ke meja Arra sebelumnya dengan Fian dengan Vio yang sekarang hanya ada Arra seorang itu. "Ah, itu." Arra menelan ludahnya sukar.
"Aku hanya--"
"Iya, kau perempuan yang sama." Laki-laki itu mendesak Arra membuat perempuan itu merasa sangat ketakutan dan keringat dingin. Arra tahu betul bagaimana kakak tingkat kelasnya itu sangat dingin dan tidak banyak berbicara pada orang-orang. Namun laki-laki itu baru saja berbicara banyak padanya, ini hanya seperti perasaan yang aneh dan terlihat sangat canggung.
Kembali pada Fian yang mengajak Vio, laki-laki itu sampai di kelas Arra dan juga Vio, Fian sengaja masuk karena tidak ada larangan sama sekali jika siswa tidak diizinkan masuk ke kelas siswa lain. "Kau marah?" tanya Fian kembali mempertanyaan pertanyaan yang sama membuat Vio mengerucurkan bibirnya kesal.
"Kalian menyudutkanku kan? Mengaku saja," kesal Vio menuduh Fian lebih keras membuat laki-laki tersebut hanya bisa menghela nafasnya berat dan mengambil sesuatu dari saku membuat Vio yang sejak tadi membuang wajahnya memilih sedikit mengintip ke arah Fian namun kembali seolah-olah tidak perduli.
"Ini untukmu, sepertinya kau tidak dalam mood yang baik, manfaatkan ini untuk mengontrol suasana hatimu. Aku akan kembali ke kelas." Fian memberikan coklat pada Vio beberapa, tidak mahal, Fian sempat membeli coklat karena laki-laki itu tahu jika Vio akan mulai sibuk dengan coklat walaupun sedang tidak baik-baik saja.
"Ah, ngomong-ngomong soal Arra. Apa kau mulai keberatan berteman dengan kami?"
"Maksudku aku, kau dan Arra? Arra mengkhawatirkan masalah ini." Vio menelan ludah sukar, dia menjadi semakin tidak tahu apa yang diinginkannya. "Maksudmu?" Fian menggelengkan kepalanya pelan.
"Lupakan saja."