Chereads / CINTA 9 TAHUN / Chapter 8 - 8. Aku Bukan Fian.

Chapter 8 - 8. Aku Bukan Fian.

"Siapa yang mengantarmu hari ini Arra? Aku tidak melihat mobil yang sama denganmu biasanya?" tanya Fian yang datang tidak lama Arra keluar dari mobil kakak laki-lakinya membuat Arra terkejut seperti bisanya karena kedatangan Fian yang membuatnya tidak dalam keadaannya yang siap.

"Kau memata-mataiku?" tanya Arra begitu melihat laki-laki itu merangkul bahu Arra dengan santai karena kedekatan mereka yang cukup akrab Arra sama sekali tidak keberatan, perempuan itu menerimanya karena permasalahan kurang jujur dari Arra pada Fian sudah selesai tadi malam.

"Aku menunggumu, seperti biasa. Bukankah kita juga sering pegi ke kelas bersama? Kecuali Vio yang selalu datang kurang lima menit dari bell masuk," jelas Fian kembali mengingatkan apa yang sebenarnya terjadi antara Arra, Fian dan Vio.

Mereka bertiga benar-benar sangat dekat, terlebih Fian yang selalu merasa senang dan nyaman dengan apa yang keduanya berikan padanya. Memiliki sahabat, bahkan teman perempuan membuat Fain merasa lega.

Dia bisa mendapatkan apa yang tidak dia miliki, teman laki-laki Fian? Laki-laki itu punya, tapi tidak untuk kali ini saja, sejujurnya?

"Soal permasalahan kemarin, jadi benar kau berbohong padaku?" tanya Fian kembali mengungkit pembicaraan antara dirinya dengan perempuan manis yang ada dirangkulannya kali ini.

"Bukankah masalah ini sudah selesai?" tanya balik Arra membuat Fian terkekeh bersamaan dengan tangan yang mengelus puncak kepala Arra refleks saja.

"Memang sudah, aku hanya sengaja membahasnya agar kau berbicara padaku," balas Fian ingin memperjelas apakah Arra mau berbicara dengannya.

Pribadi Arra yang banyak bicara hal konyol, manis dan lugu benar-benar bukan satu orang yang sama seperti tadi malam.

Ada yang paham?

Hanya permasalahan bagaimana Arra berbicara sangat dewasa dan merasa sangat dia merasa sangat bersalah hanya karena permasalahan sepele tidak seperti biasanya.

"Sialan, jangan mempermainkanku," kesal Arra membuat Fian terkekeh, tangan lainnya menarik tas kecil lainnya yang selalu Arra bawa sesuatu dari rumah untuk sedikit cemilan dimakan di kelasnya nanti.

"Kenapa? Aku hanya butuh jawaban," balas Fian dengan menaikan satu alisnya pelan membuat Arra semakin kesal jadinya, Fian terkekeh dan menjauhkan dirinya dari tubuh Arra.

"Aku hanya bercanda," ucap Fian tanpa mempermasalahkan hal yang sama dan memilih mengalihkan topik yang lain secara natural sekali. "Katakan saja jika kau tidak bisa pulang, dan Vio memintaku mengantarnya juga."

"Aku bisa mengantar kalian berdua jika kalian mau, aku bisa membawa mobilku juga jika boleh. Tapi sekolah ini terlalu ketat, aku siap putar balik untuk mengantarmu."

"Jangan menarik dirimu dengan Vio terhadapku, Arra. Aku tidak suka, kita bertiga teman," jelas Fian memberi sedikit pengertian pada Arra jika diantara mereka bisa dipikirkan baik-baik keadaan dan dalam situasi tersudut seperti apapun, Arra seharusnya sedikit terbuka juga, tapi mengingat Vio bagaimana, Fian tahu.

Bukan salah Arra juga, perempuan itu cukup egois untuk hidupnya sendiri.

"Aku tahu, maafkan aku." Fian menganggukkan kepalanya pelan, dia menerima maaf Arra. Sekarang sudah tepat di depan kelas Fian, laki-laki itu bahkan melewati kelasnya hanya untuk mengantarkan Arra sampai di kelasnya.

Bodohnya, itu seperti biasanya.

"Bagaimana Vio kemarin? Apa dia senang diantar pulang olehmu? Aku tidak tahu apa dia sangat kesal karena hari aku tidak dijemput sama dengan hari yang tidak bisa dia mendapat jemputan juga." Arra benar-benar bertanya dengan wajah khawatir, perempuan itu sangat tulus berteman, bahkan saat hari ini adaah hari pertama dimana Arra berbohong pada Fian sebab apa yang dia dapatkan fakta yang mengejutkannya kemarin membuat Arra tidak bisa mempercayainya.

"Vio lega, aku bisa melihat wajahnya tidak ketakutan dan senang sampai di rumah. Aku mengkhawatirkanmu kemarin, saat aku sampai di rumah aku juga tetap menunggu kabarmu apakah sudah pulang. Ternyata benar kau berbohong padaku," ucap Fian merasa dirinya dipermainkan oleh Arra walaupun kemarahan itu sudah menghilang dari dirinya Fian maish saja mengingatnya.

Ada gerak-gerik aneh yang terlihat dari Arra sebenarnya dari kemarin, Fian berusaha melupakannya, sayangnya semua itu bukan hanya firasat buruk, melainkan memang semua itu terjadi dengan nyata.

"Maafkan aku, Fian." Laki-laki itu tidak bisa melupakan bagaimana Arra mengirimi banyak spam pesan dari Arra kemarin, perempuan itu bukan teman yang akan mengirimi pesan setiap satu kali sehari, bahkan saat pesan itu mendesaknya.

Masalahnya sama, Arra suka berbicara langsung, dia memang memegang ponsel, bahkan laptop yang katanya untuk perempuan bekerja, namun Arra bukan perempuan yang akan mengirim atau membalas pesan selain pada keluarga terdekatnya saja.

Arra yang mengatakannya, dan perempuan itu menujukan sebagian bukti jujurnya. Mau tidak mau Fian harus percaya, dan untuk alasan apa juga Fian tidak percaya?

"Aku memaafkanmu," jawab Arra membuat laki-laki tadi menjawabnya pelan dan mulai masuk ke kelas Arra dan juga Vio. Untuk kali ini keduanya dibuat terkejut sebab perempuan tadi melihat jika Vio (teman mereka berdua) sudah ada di kursinya sendiri sebelum mereka berdua datang.

Fian maju lebih dulu, laki-laki itu berusaha menyapanya sedikit lebih manit agar antara dirinya dengan Vio dan Arra juga terkesan baik-baik saja.

Memang baik-baik saja bukan?

"Vio," panggil Fian meletakkan tas milik Arra di kursinya disusul Arra duduk di kursinya, tempat duduk Vio dengan Arra hanya bersebelahan dekat.

"Kau sampai cukup pagi, apa kau baik-baik saja? Tidak biasanya." Terlihat jelas bagaimana wajah Fian yang terkejut karena ini adalah kali pertamanya Fian melihat Vio datang sepagi ini selama mereka dekat hampir tiga bulan terakhir ini.

"Aku baik-baik saja," jawab Vio melirik ke arah Arra yang melihat ke arahnya juga Fian. "Aku bisa melihat bagaimana kau mengkhawatirkan Arra sejak tadi. Apa kalian membahas yang kemarin?" Fian tertawa kecil mendengarnya. Perempuan yang Vio bahan bahkan hanya bisa memutar bola matanya mengingat apa yang Vio katakan benar-benar sangat sulit dicerca.

"Bagaimana bisa kau tahu?" tanya balik Arra membuat Fian memutar bola matanya malas sedikit tidak baik-baik saja ikut campur masalah ini. "Aku? Telingaku sangat tajam," jawab Vio membuat Fian tertawa kecil mendengarnya, laki-laki itu menarik kurai dari kursi dibelakang dua perempuan tadi dan sengaja mengambil duduk di tengah jalan menutup jalan untuk menengahi.

"Vio, kenapa kau sangan sensitif sekali? Aku dengan Arra memang selalu berangkat bersama dari depan sekolah karena jam kami datang selalu sama," balas Fian menengahi pertengkaran kecil antara Vio dengan Arra, namun perempuan tadi sedikit menaikan satu alisnya cepat kali ini.

"Apa memang begitu, Arra?" tanya Vio merasa sangat bersalah mendengar jawaban Fian yang membuatnya kali ini sedikit sensitif tanpa penjelasan orang lain kali ini. "Memang selalu begitu, kau tidak tahu karena kau tidak berangkat lebih pagi. Kau melihatnya sekarang," jawab Arra sebagai pembelaan, perempuan itu sama sekali tidak ingin diinjak lagi kali ini, setidaknya jika perempuan itu tahu dirinya tidak mengalah, untuk langkah pertama, jangan mau disalahkan jika memang tidak bersalah.

"Oh, maafkan aku," ucap Vio dengan wajah sedikit lemas karena tidak tahu kenapa dia menjadi sedikit sensitif dengan masalah seperti ini, atau karena Vio sangat takut jika Arra mengatakan jika Vio menyukai Fian atau tidak, semuanya terlihat sangat saling membutuhkan.

"Seperti simbiosis?" gumam Arra dengan suara samar membuat Fian memiringkan kepalanya karean dia seperti mendengar sesuatu. "Kau mengatakan apa, Arra?" tanya Fian ingin memastikan telinganya, namun perempuan tadi memilih menggelengkan kepalanya pelan.

"Sejak tadi aku diam saja," jawab Arra bingung karena Fian bertanya padanya, Vio menghela nafasnya berat. "Jadi, bagaimana kau pulang kemarin, Arra?" tanya Vio bertanya nasib Arra yang tidak dijemput oleh Giral dan Fian menganyarnya pulang.

"Aku--"

"Kakakku menjemputku, aku menunggu sebentar, dan aku pulang bersama dengan Kakak laki-lakiku. Memangnya kenapa?" tanya Arra memotong jawaban Fian yang akan mengatakan jika laki-laki itu sempat berputar arah untuk mengantarnya pulang namun tidak ada.

Bahkan jika sampai berputar pulang, pertengkaran tadi maalm, pembicaraan soal Vio bersama dengannya, Arra hanya tidak ingin laki-laki itu untuk hari ini tidak membahasnya.

Arra masih terlalu takut untuk jujur karena pengakuan Vio kemarin. "Maafkan aku, Arra." Vio meminta maafnya karena sebenarnya yang membuat Arra pulang terlambat adalah sikap egoisnya kemarin. "Aku tidak apa-apa," jawan Arra memakluminya dan bersikap biasa saja.

"Apa masalah kalian sudah selesai? Biarkan aku keluar dari kelas kalian dan aku akan masuk ke kelasku sendiri," celetuk Fian meminta celah dimana pembicaraan antara Vio dan Arra sedang serius. "Pergilah, aku juga sebenarnya sedang tidak membutuhkanmu," jawab Vio kesal seakan dibuat-buat juga dengan wajah sedikit sensi pada Fian.

"Aku ke kelasku dulu, Arra." Fian pamit pada Arra dan melupakan Vio ada di tempat yang sama dengan Arra juga.

Perempuan itu memilih menganggukkan kepalanya pelan tanpa mengatakan apapun, Vio terlihat sedikir kesal mendengarnya. Matanya meminta penjelasan pada Arra kenapa dia tidak dianggap kali ini.

"Apa Fian tidak melihatku?" tanya Vip pada Arra sebab laki-laki itu hanya berpamitan pada Arra saja. "Jangan kesal, Vio. Kau bahkan berbicara dengannya sama rata, kenapa kau bertanya padaku?" Arra mengeluarkan beberapa buku mata pelajarannya dan sengaja mengeluarkan sebagian dan disimpan ke laci menjawab pertanyaan Vio tanoa melihat ke arahnya.

"Tapi kenapa dia hanya berpamitan padamu saja?" tanya Vio lagi merasa itu benar-benar tidak adil untuknya, Arra lelah, perempuan itu menghela nafasnya berat untuk jawaban kali ini.

"Fian baru saja mengatakannya, dia terkejut kau sudah ada di kelas, ini pertama kalinya kau datang cepat," jawab Arra menjelaskan apa yang Fian rasakan kali ini, laki-laki itu tidak mengatakan hal yang sama pada Vio mungkin karena lupa juga.

"Tapi kita baru saja berbicara, kenapa dia tidak berpamitan padaku juga?" tanya Vio menegaskan jika dia tidak suka saat Fian mulai berubah karena lebih mementingkan satu orang saja dan bersikap tidak adil.

Arra sedikit menyerah, perempuan itu mengambil ponselnya untuk menujukkan pukul berapa sekarang karena ingin mengatakan sebentar lagi akan bell masuk.

"Tanyakan saja pada Fian, Vio. Aku bukan Fian, jadi aku tidak tahu semua pertanyaanmu." Itu jawaban lelah Arra pada akhirnya.