Chereads / CINTA 9 TAHUN / Chapter 7 - 7. Posisimu Yang Dicintai.

Chapter 7 - 7. Posisimu Yang Dicintai.

Tidak ada yang bisa mejawab pertanyaan dari bungsu mereka, Arra terlihat tidak merasa bersalah mengatakannya. Perempuan itu justru terlihat bingung karena pertanyaannya membuat kedua kakaknya dan juga kedua orang tuanya terus diam tanpa melanjutkan sarapannya.

"Apa aku salah bicara?" tanya Arra terlihat bingung menerimanya, Giral menggelengkan kepalanya pelan dan mengambil beberapa roti untuk makan siang pengganjal perutnya dimana ibunya membuatkan banyak untuknya dengan Arra.

"Tidak," jawab Giral cepat. "Ibu, aku akan membawa delapan rotiku." Ibunya hanya bisa menganggukkan kepalanya saat dia tahu jika anak keduanya tidak bisa memakan sarapannya banyak dan lebih bisa memakan roti dan memakan beberapa jam sekali tanpa sarapan. "Sayang kau ingin rotimu ditambahi? Ibu hanya membuat sepuluh roti, kau ingin yang lainnya?" tanya ibu pada anak bungsunya kali ini menggelengkan kepalanya pelan. "Aku sisanya saja, Kak Raenal tidak membawa roti. Dua cukup, aku juga sudah mulai membeli makan siang di kantin. Aku menyukainya," jawab Arra lebih cepat melupakan yang baru saja terjadi tadi walaupun canggung.

Raenal menaikan satu alisnya hanya berbicara kecil dengan gerakan tubuh agar adik perempuannya tidak melihat. Pria itu meminta pendapat pada ayahnya sebab apa yang dia katakan memang benar dan ingin pergi mengantar Arra tidak tanpa alasan juga.

"Pergilah, antar adikmu. Setelah itu kau boleh beristirahat, ayah tahu kau kelelahan," jawab ayahnya membuat Raenal menghela nafasnya lega, dia menyelesaikan sarapannya sedikit dan lebih banyak meminum susu kali ini.

"Kau mual?" tanya wanita yang peka pada pergerakan anak pertamanya karena terus meminum tanpa ingin memakan banyak sarapannya. "Iya," jawab Raenal sekenanya dan melirik pada Arra yang masih lahap memakan sarapannya dengan serius.

"Ibu, apa juru masak akan datang? Aku akan meminta dibelikan sesuatu sebelum dia datang," minta Raenal bertanya pada ibunya karena setiap pukul sembilan ada beberapa pekerja yang dipekerjakan untuk di rumahnya sampai batas sebelum kana malam.

Wanita itu menjawab dengan anggukkan kepala pelan, tangannya mengambil tisu untuk membersihkan bibir yang basah karena selesai sarapan. "Datang, jika kau ingin sesuatu, ibu akan meminta mereka datang lebih awal satu jam dari jadwalnya. Kau ingin apa?" tanya ibunya kali ini berjalan mengambil ponsel di tasnya dan kembali ke tempat duduk sebelumnya untuk mengirimkan pesan pada pekerjanya hari ini.

"Belikan aku makanan berat yang cepat lunak, apapun aku makan. Aku malas mengunyah, dan mual juga." Wanita tiga anak itu sibuk mengirim pesan pada pekerjanya di rumahnya untuk membelikan makanan untuk anak pertamanya. Arra yang sudah selesai kali ini melihat ke arah kakak pertamanya untuk meminta sesuatu.

Raenal yang peka terhadap apa yang Arra lakukan hanya menganggukkan kepalanya pelan. Dia mengambil kunci mobilnya sendiri. "Ayo, ku antar sekarang," ucap Raenal mulai berdiri menuju mobilnya sebelum pergi meninggalkan rumah untuk meninggalkan rumahnya.

"Hati-hati saat berkendara, Raenal." Ayah berbicara pada anak pertamanya agar tetap menjaga keselamatan keduanya. "Aku hanya demam dan mual. Aku sama sekali tidak pusing dan suhu badanku baik-baik saja. Aku akan membawa mobilku dengan aman, ayah." Pria itu menjawab tanpa ragu, dia juga langsung meninggalkan Arra yang masih sibuk memasukkan bekal yang sengaja dia bawa untuk mengganjal perutnya saja.

"Arra, kau pulang denganmu nanti." Kali ini Giral mengatakan rutinitas sebelumnya membhat Arra menganggukkan kepalanya pelan. "Iya," jawab Arra mulai mencium tangan ibunya dan berlaih pad ayah.

"Aku berangkat dulu, ibu, ayah dan Kak Giral." Perempuan itu berlari meninggalkan rumahnya dengan beberapa barang bawaannya membuat Giral masih melihat adik perempuannya sampai hilang dari pintu utama.

"Giral, kau tahu siapa laki-laki bernama Fian?" tanya ibunya saat itu langsung melempar pertannyaan padanya membuat Giral sedikit canggung menjawabnya juga.

"Aku tidak tahu siapa Fian, tapi Arra mengatakan padaku jika laki-laki itu teman dan sahabatnya. Mereka dekat, ibu." Ibunya menganggukkan kepalanya pelan paham dengan apa yang Giral jawab kali ini. "Mereka tidak berdua kan?" Giral menganggukkan kepalanya pelan.

"Mereka bersahabat tiga orang, sebenarnya aku juga tidak yakin apakah mereka bersahabat. Pertemanan mereka buruk," jawab Giral meminum susu di gelanya cukup pelan dan membereskan beberapa roti yang akan dia bawa ke kampus nanti.

"Arra kemarin sore berbicara pada ibu soal itu. Dia juga mengatakan jika dia akan menjadi orang jahat jika dia menyukai Fian bagaimana Vio menyukainya juga. Apa karena itu?" tanya lagi wanita itu membuat Giral benar-benar tirak menyangka jika Arra akan seterbuka itu pada ibunya.

Giral tahu ini baik, bahkan benar-benar tersaring. Tapi apakah semuanya harus dijelaskan pada ibunya?

Bahkan sudah sejak lama sekali Giral tidak membicarakan soal dirinya pada ibukan? Tapi Arra benar-benar sangat lugu, dia benar-benar menyayangi ibu dan ayahnya.

Semua terasa biasa saja jika itu adalah Arra.

"Apa anak itu masih berbicara banyak pada ibu?" tanya Giral pada ibunya mengenai pola pikir Arra pada ibunya, wanita itu menganggukkan kepalanya pelan mendengar pembicaraan anak keduanya dengan istrinya. "Ya."

"Sejujurnya aku sudah tahu lumayan lama, saat hari pertama aku menjemputnya aku mendapat beberapa cerita darinya. Dia memang dekat dengan Fian dan Vio. Aku juga baru tahu jika Fian temannya menyukai Arra. Sedikit masalah diawal, yang terjadi antara Arra dengan temannya karena Vio menyukai Fian."

"Arra mengatakan padaku jika dia tidak menyukai Fian, aku memberinya sedikit nasihat kemarin," jawab Giral membuat pria yang sedang asik mendengar pembicaraan keduanya hanya tersenyum kecil.

"Biarkan saja Arra, dia hanya belum tahu jati dirinya. Jadi ayah rasa kita hanya bisa membimbing dan menjaganya," lerai ayah sebagai kepala keluarga membuat Giral menganggukkan kepalanya setuju. "Aku berangkat sekarang ayah, ibu." Giral mencium kedua tangan orang tuanya dan membawa perlengkapan sekolahnya dengan kedua tangannya. "Pulang pukul berapa nanti malam, Giral?" tanya ayahnya membuat pria itu membalikkan badannya untuk menjawab. "Tujuh, aku akan pulang cepat sebelum besok bimbingan dengan ayah dan ibu."

"Aku akan langsung pergi ke kantor ayah nanti malam." Pria itu terlihat sangat puas mendengar jawaban anak keduanya. Begitu indah keluarga mereka yang harmonis, bahkan beberapa dari mereka benar-benar hanya hidup dengan terbuka, saling percaya dan komunikasi tanpa putus.

Benar-benar keluarga yang sangat bahagia, harmonis dan manis juga.

Sekarang ayo kembali pada Arra dan kakak pertamanya, Raenal Atmaja. "Apa aku salah berbicara pada ibu dan Kak Giral? Bukankah hal semacam ini wajar, Kak?" tanya Arra sepanjang perjalanan masih membicarakan apa yang mereka bicara sama sekali bukan masalah besar bagi Arra.

"Wajar, mereka hanya terkejut, ayah sibuk bekerja, ibu juga, Giral sibuk kuliah, terkadang jika sudah sampai hari Jumat semuanya menjadi kurang menyenangkan, kau juga tahu itu kan?" Arra menganggukkan kepalanya setuju dengan apa yang kakak laki-lakinya pertamanya menjawab. Alasannya sangat logis, dan Arra juga meras dilindungi.

"Apa dulu saat Kak Raenal belum berpacaran dengan Kak Katya juga melakukan hal yang sama bagaimana Vio melakukannya padaku juga?" tanya Arra menanyakan pertanyaan yang sama pada kakaknya yang lain setelah Giral. "Iya, bahkan lebih mengerikan dari itu." Raenal sengaja menjawabnya karena dia hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada adik bungsunya kali ini.

"Apa Kak Raenal sempat bertengkar dengan teman Kak Katya juga?" tanya Arra terlihat sangat bersemangat mencaritahu apa yang terjadi setelahnya, Raenal terkekeh, dia mengelus kepala adik perempuannya dengan lembut. "Kami bertengkar," jawab Raenal dengan jujur, bahkan tangan Raenal masih mengelus kepala adiknya pelan.

"Aku hanya tidak ingin kau sampai bertengkar. Apapun yang kau dapatkan, dan apapun yang kau lakukan, kau akan mendapatkan masalah jika posisimu saat ini adalah yang dicintai."

"Kau tidak bisa melakukan apapun selain diam dan menyerah, Arra. Aku pun sama," jawab Raenal sedikit memberi penjelasan dengan apa yang pernah Raenal dapatkan beberapa waktu yang lalu sebelum menetap pada Katya.

"Tapi bagaimana bisa? Aku menyukai Fian, dia baik, dan memperlakukanku dengan baik dan lembut. Seperti Kak Raenal dan Kak Gial memperlakukanku dengan baik juga, aku nyaman." Raenal menelan ludahnya sukar, benar yang Giral katakan padanya sepertinya.

Arra sedang mencari ala yang sedang dia rasakan tanpa tahu apa yang sedang dia lakukan, terdengar sanhat lucu memang, hanya saja ini sedikit keliru jika adik bungsunya tidak dibenarkan dan akan terus salah jalan seperti ini saja.

"Jadi benar kau menyukainya?" tanya Raenal meminta jawaban Arra dengan halus, sayangnya Arra masih menjawab dengan hal yang terdengar sangat lucu. "Aku tidak menyukainya, aku hanya merasa aku nyaman." Raenal menganggukkan kepalanya pelan, dia sama sekali tidak bertanya lagi saat adik bungsunya sudah sampai di sekolahnya.

"Siapa yang akan menjemputmu pulang hari ini?" tanya Raenal sebelum Arra keluar dari mobil. "Kak Giral akan menjemputku," jawab Arra membuat Raenal menganggu. "Berhati-hatilah pada siapapun, Arra." Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya pelan dan berjalan menuju kelasnya dengan cepat membuat Raenal menghela nafasnya lega.

Tangannya mengambil ponsel untuk menelfon adiknya kedua saat dia juga tahu jika Giral juga masih dalam perjalanan juga.

"Ya, Kak?" tanya Giral begitu dia menyesuaikan panggilannya tanpa dia pegang. "Aku harus berbicara denganmu, jika kau sudah sampai di kampusmu tolong telfon balik padaku," minta Raenal pada adiknya kali ini membuat Giral terkekeh. "Aku tahu kau mau membahas apa," ucap Giral pada kakaknya sebab masalahnya masih yang sama.

"Ya, ku tunggu limabelas menit lagi," ucap Raenal tidak ingin menjawab namun menentukan waktunya. "Tujuh menit lagi aku akan sampai, sampai jumpa Kak." Smabungan terputus sepihak dari Giral dan Raenal mulai mengendari mobilnya pulang ke rumahnya.

Lebih tujuh menit Raenal menunggu, bahkan saat Raenal sudah sampai rumah dia masih menunggu panggil dari adiknya, sayangnha sampai waktu berjalan lebih duapuluh menit Giral masih belum menghubungi.

Drrttt...

Akhirnya Raenal mendalat jawaban, pria itu naik ke kamarnya lagi sebelum sarapannya datang pukul delapan, Raenal menghela nafasnya lega. "Kenapa lama sekali? Kau baik-baik saja?" tanya Raenal sedikit mengkhawatirkan adik laki-lakinya, namun Giral terkekeh kecil.

"Ada masalah kecil tadi." Raenal memutar bola matanya malas mendengar bualan yang Giral lemparkan padanya. "Sialan!"

"Jadi kau ingin bicara apa, Kak?" Raenal tersenyum miring kali ini, pria itu sama sekali egois namun kali ini dia butuh bicara. "Soal Arra, aku hanya paham jika dia sedang mencari jati dirinya. Tolong jauhkan siapapun darinya dulu, kau tahu maksudku kan?" Giral mendengarnya hanya bia tertegun.

"Tyo?" Raenal menjawab dengan deheman. "Dia dalangnya."

Kenapa tiba-tiba Tyo?