Mendengar bualan Fian menjadi semakin serius Arra memilih untuk mengabaikannya, Arra berjalan menjauh menuju kelasnya sebab kelas Fian dengan Arra memang beda tempat per kelasnya.
Melihat bell masuk belum berbunyi Fian kembali masuk ke kelas dimana tempat itu adalah tempat belajar Vio dan Arra.
Dengan lancang seperti biasa juga Fian mengambil duduk di kursi samping Arra dimana tempat duduk itu milik Vio.
"Kenapa kau tidak menjawabnya? Bukankah aku mengatakan hal yang benar?" tanya Fia membuat Arra memutar bola matanya malas tidak menanggapinya.
"Kau menganggap candaan tadi serius? Kau sendiri yang salah," balas Arra menganggat bahunya malas, Fian terkekeh mendengarnya. "Aku sengaja meninggalkan Vio sendiri, apa kau akan memarahiku lagi?" Arra tidak mengatakan apapun, jika Fian tahu apa yang akan Arra katakan, kenapa laki-laki itu memilih untuk bertanya. Bukankah ini terkesan lebih menyebalkan.
"Ini masalah kecil, kenapa kau selalu marah padaku jika Vio ku tinggalkan dan--" Mata seakan-akan menatap tajam padanya membuat Fian terkekeh, dia mengelus puncak kepala Arra membuat perempuan itu kesal.
"Aku marah karena kau tidak adil, kenapa kau pergi saat Vio belum selesai makan siang? Ini sama saja kau tidak adil pada kami. Jangan mengangapku serius sebab--"
"Kau terlalu percaya diri jika kau beranggapan seperti itu." Fian menyahuti, namun detik itu juga Arra hanya bisa diam saja tanpa membalas, Vio datang dengan air mineral di tangannya tanpa bicara.
"Maafkan dia," ucap Arra mengatakan pada Vio untuk penyampaian maaf dari Fian yang meninggalkannya. "Tadi aku dapat telefon dari kakakku," sambung Arra menjelaskan jika dia meninggalkan Vio karena sambungan telefon tadi.
"Dia membuntutiku," jelas Arra pada Vio dengan menujuk Fian. Vio menatap Fian sedikit meminta penjelasan, Fian memutar bola matanya malas tanpa ingin menjelasan sedikitpun.
"Bell sudah berbunyi, sebaiknya kau keluar saja, Fian." Vio memberi perintah pada Fian untuk pergi dari tempatnya karena dia ingin duduk, Fian menatap malas Vio dan berdiri. "Kau ingat tawaranku kan, Arra?" tanha Fian pada Arra membuat perempuan itu tidak menjawab sedikitpun.
Fian mengelus puncak kepala Arra dan Vio bergantian dan berlari menuju kelasnya sendiri.
Reaksi antara Vio dan Arra memang berbeda, tapi terlihat jelas sekali dari tatapan mata satu sama lain. Vio memulai, dia penasaran.
"Fian memberimu apa?" tanya Vio penasaran karena laki-laki itu pergi berjalan menjauh dengan senyum lebarnya.
Bukankah ini sangat berbeda, tidak seperti tiga bulan terakhir mereka kenal.
"Bukan apa-apa," jawab Arra membeli sedikit penjelasan tanpa alasan untuk Vio agar dia tidak semakin dicurigai oleh teman perempuannya.
"Jangan menutupi sesuatu dariku, Arra," minta Vio pada temannya membuat Arra terkekeh. "Kak Giral tidak bisa menjemputku hari ini," jawab Arra menjelaskan jika masalahnya bermulai dari kakak laki-lakinya. "Lalu?"
"Fian menawarkanku tumpangan," jawab Arra pada Vio jika Fian hanya membahas hal biasa sebab ini masalah mengenai bagaimana Fian mengantarnya pulang.
Dan, Arra juga belum menyetujuinya.
"Apa kau menerima tawaran dari Fian?" tanya Vip terkesan sangat cepat membuat Arra yang melihatnya merasa sangat tidak nyaman dengan respon Vio yang terlihat jelas sangat berlebihan.
"Memangnya kenapa?" Vio memutar bola matanya malas. "Hari ini supirku tidak bisa menjemputku," jelas Vio pada Arra jika maksudnya adalah baik. "Lalu? Apa yang harus ku lakukan?" tanya polos Arra begitu mendengar jika Vio juga sepertinya membutuhkan bantuan sama seperti Arra membutuhkannya.
"Kau harus menolak tawaran Fian tentu saja, apa kau akan membiarkanku tetap di sekolahan menunggu sampai besok? Supirku tidak bisa datang karena mama dan papa ku sibuk. Jadi, bisakah kau membantuku, Arra?" Vio memintanya, namun Arra hanya bisa diam memikirkannya.
Bahkan perempuan itu menggigit bibir bawahnya karena dia sangat bingung. Arra sangat ingin membantu Vio seperti biasa, membiarkan Fian mengantar pulang Vio saja. Tapi jika Arra menolak tawaran Fian hari ini, Arra harus menunggu setidaknya dua atau tiga jam sampai Kak Giral menjemputnya.
"Vio, maafkan aku. Tapi aku sama sekali tidak bisa melakukannya. Aku juga butuh diantar pulang oleh--"
"Arra, apa kau sama sekali tidak ingin berbaik hati denganku? Aku takut gelap, aku tidak bisa pulang terlambat sampai rumah, aku alergi cuaca dingin, dan--"
"Vio, ada apa denganmu?" tanya Arra tidak nyaman dengan apa yang Vio berushaa katakan padanya, ini seperti sebuah tekanan dan tindakan yang sebenarnya tidak harus dilakukan separah ini. Tapi kenapa respon Vio sangat jelas tidak senang dengan apa yang Fian lakukan padanya?
"Memangnya aku kenapa?" tanya balik Vio seakan-akan dia tidak sadar dengan apa yang dikatakan pada Arra.
Arra terdiam, dia memilih tidak mengatakan alapun dan tertawa kecil tidak menganggalnya serius. "Apa kau ingin pulang dengan Fian, lagi?" Vio menganggukkan kepalanya cepat, Arra hanya menghela nafasnya berat, namun kali ini Arra hanya ingin bertanya untuk mendapatkan penjelasan kecil.
"Apa kau senang pulang bersama dengan Fian?" Jawaban yang sama. "Tapi jika aku juga ingin pulang bersama dengan Fian, apa tidak boleh? Setidaknya satu kali. Aku juga tidak bisa pulang sendiri hari--"
"Arra, bukankah kita berteman baik? Ayo bantu aku," potong Vio pada ucapan Arra padanya saat itu. Arra menghela nafasnya berat, kepalanya menggelengkan tanda dia tidak setuju.
"Aku juga butuh pulang lebih awal, ibu bisa saja memarahiku jika--" Bahkan alasan tidak ingin Vio dengar sedikitpun. Arra melihat dengan jelas bagaimana egoisnya Vio menggelengkan kepalanya dengan tegas jika dia tidak bisa melakukannya.
"Bantu, aku butuh Fian agar pulang denganku saja," minta Vio membuat Arra hanya diam saja, perempuan itu memilih untuk fokus pada guru yang datang saat perdebatan mereka mulai memanas.
"Aku tidak tahu," gumam lirih Arra sebagai jawaban, Vio menatap tajam ke arah Arra sebab perempuan itu benar-benar mengabaikannya.
Dua jam mata pelajaran berlalu, baik Vio ataupun Arra mereka semua sudah pergi, meninggalkan kelasnya karena waktu sekolah mereka sudah selesai.
Saat ingin bangun dari tempat duduknya Vio kembali bebricara pada Arra, namun ucapan Fian mengabaikan oerdebatan dua perempuan tersebut.
"Arra, ayo!" ajak Fian sedikit berteriak membuat Arra hanya bisa menatap Vio dengan tatapan memelas.
Arra terdiam, dia melepaskan tangannya dari tangan Vio yang memegang bahunya. Arra berjalan menjauh mendekati Fian tanpa bicara. "Kau menyetujuinya?" tanya Fian begitu Arra sampai di depan kelasnya.
"Sekarang coba ku tanya, apa kau ingin menjadi malaikat penolong untukku?" tanya Arra langsung membuat Fian bingung karena pertanyaan sedikit kasar kepadanya karena pengungkapannya. "Arra, kenapa sekarang kau yang termakan ucapanmu sendiri?" tanya Fian membuat Arra mengerucutkan bibirnya sedikit kesal. "Jawab saja."
Fian terkekeh, dia menganggukkan kepalanya setuju akan menjawab. "Aku memang malaikat penolongmu kan? Aku akan menjadi malaikat penolongmu sebab kau yang mengatakan seperti itu padaku, jadi ada baiknya aku mengikuti apa maumu saja," jelas Fian membuat Arra puas mendengar jawabannya, kali ini Vio datang bertepatan keduanya berdiri.
"Kau akan langsung pulang, Vio?" tanya Fian menyapa Vio karena dia juga terlambat keluar dari kelas. "Aku tidak tahu." Alis Fian menyatu bingung karena jawabannya.
"Ada apa?" tanya Fian karena dia tidak tahu dengan apa yang sedang Vio cemaskan hari ini. "Supirku tidak bisa menjemputku," ucap Vio memberitahu Fian jika dia juga butuh bantuan dari Fian jika dia juga ingin diantarkan ke rumah oleh Fian juga.
"Ah, sayang sekali." Kali ini Fian melirik Arra yang sejak tadi melihat dengan matanya sendiri dengan pembicaraan Fian dan Vio.
"Hari ini aku dan Arra akan pulang--"
"Fian, maaf. Kak Giral mengatakan padaku jika dia bisa menjemputku, jadi lebih baik kau mengantar Vio saja. Supirnya tidak bisa menjemputnya." Arra selesai mengetik sesuatu untuk di kirimkan pada seseorang detik itu juga.
Arra tersenyum senang, dia kembali melihat pada Vio untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sudah terjadi baru-baru ini.
Seseorang yang Arra katakan adalah Vio, jadi Vio harus membuka pesan darinya juga. Alis Fian bingung, kenapa bisa menjadi bisa saat dia mendengar dengan jelas jika kakak Arra tidak menjemput dan berubah dengan sangat cepat.
"Arra, bukankah sebelumnya--"
"Aku mendapat pesan dari Kak Giral jika dia bisa menjemputku terlambat limabelas menit, sebaiknya kau mengantar Vio pulang saja," ucap Arra meyakinkan Fian jika Vio lah orang yang butuh pertolongan untuk diantarkan pulang oleh Fian, bukanlah dirinya.
Fian menghela nafasnya berat, dia mengambil tangan Vio untuk mengikutinya, Fian berpamitan dengan mengelus kepala Arra berpamitan.
"Telfon aku jika kakakmu tidak bisa menjemputmu, Arra. Aku bisa kembali lagi ke sekolah untuk mengantarmu pulang, tolong jangan keberatan untuk hari ini saja." Arra menganggukkan kepalanya sebab dia tidak ingin dibebankan, dan memilih tetap pada satu pendirian agar Fian tidak curiga.
Dibalik kepergian Fian menggandeng tangan Vio, perempuan itu tersenyum sangat cantik hanya dengan mengatakan jika dia sangat berterimakasih, Arra menghela nafasnya berat.
Yang sebenarnya terjadi hanya kesimpulan yang ada. Saat Arra merasa malas menanggapi Vio dengan Fian berbicara mengenai kepulangan Vio juga, Arra sengaja membuka pesan masuk di ponsel Arra jika yang mengirimi pesan adalah Giral.
Tapi melihat pesan itu dari Vio sebelum Arra berbicara dengan Fian baru saja Arra sedikit berpikir.
Sangat lama memikirkannya, sebab isi pesan tersebut terlihat sangat detail mengenai Vio padanya.
/Arra maafkan aku, tapi tolong bantu aku untuk pulang bersama dengan Fian, bukan hanya karena aku ingin pulang bersama Fian karena aku tidak dijemput supirku, Arra. Aku meminta bantuanmu karena aku menyukai Fian, tolong bantu aku. Maaf membuatmu merasa tidak nyaman, tapi tidak ada yang bisa ku mintai bantuan selain kau, karena kau yang paling dekat. Terimakasih banyak, Arra./
Arra bahkan sekarang hanya bjsa terkekeh. Tidak ada pesan dari Giral, kakak laki-lakinya itu hanya bisa pulang sekitar dua sampai tiga jam lagi, dan sepertinya Arra hanya bisa menunggu kakaknya.
Sudah tidak ada harapan lagi. Arra menulis pesan pada Giral sebagai ingatan jika Arra menunggu kakak laki-lakinya.
/Kak Giral, kau benar. Aku memang tidak memiliki teman dekat, jadi aku akan menunggumu sampai dua jam lagi. Jadi tolong percepat kuliahmu dan bantu aku pulang jangan sampai larut malam, maaf Kak Giral./
Semua teman memang brengsek.