Sabrina baru saja tiba di mansion Mahesa, ia segera masuk ke dalam rumah dan menuju ruang wardrobe milik Mahesa. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika ibunya Mahesa datang menghampiri nya.
"Sabrina, ada apa kamu kemari?" tanya Almira.
Sabrina membalikkan tubuhnya dan membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat pada istri presiden direktur tempatnya bekerja.
"Selamat pagi Nyonya Almira, maaf kalau saya mengganggu karena balik lagi ke sini. Saya di minta tuan muda untuk mengambil pakaiannya yang akan di kenakannya hari ini" ujar Sabrina.
"Memang pakaiannya yang sekarang Mahesa pakai kenapa? Bukankah sudah rapi?"
"Maaf nyonya tapi pakaian tuan muda sangat tidak senada warnanya, apalagi hari ini ia ada meeting dengan klien penting. Makanya saya di minta untuk mengambil pakaian ganti"
"Oh begitu, baiklah silahkan Sab"
"Terima kasih, nyonya" seru Sabrina yang langsung menuju ruang wardrobe milik Mahesa.
Sesampainya di ruangan tersebut, Sabrina segera memilih beberapa jas dan juga kemeja yang akan di gunakan oleh boss nya. Tak lama kemudian Emma datang menghampiri Sabrina dan hal itu membuat Sabrina sedikit tersentak kaget.
"Hai, kamu pasti Sabrina ya" seru Emma.
Sabrina tersentak kaget dan langsung menoleh ke arah belakangnya. "Kamu siapa?" tanya Sabrina bingung.
"Kenalin saya Emma" gumam Emma yang langsung menyodorkan tangannya.
Sabrina segera menjabat tangan Emma. "Sabrina, aku sekretaris pribadi nya Mahesa" sahut Sabrina.
"Iya, tadi pagi mama sudah membicarakan soal kamu jadi aku sudah tau tentang kamu"
"Benarkah?"
"Iya, lalu untuk apa kamu datang kemari? Bukankah Mahesa sudah tiba di kantor?" tanya Emma bingung.
Sabrina menghela nafas. "Apa tadi kau yang menyiapkan semua pakaian untuk tuan muda?"
Emma tersenyum. "Iya benar, memangnya kenapa?"
Sabrina menghela nafas. "Apa kau sengaja ingin mempermalukannya?" tanya Sabrina sinis.
Emma terbelalak. "Tidak! maksud mu bagaimana? aku sama sekali tidak mengerti?" seru Emma bingung.
"Kau memberikan pakaian yang tidak senada dengan kemeja, jas dan celananya? apa kau sengaja?"
Emma kembali terbelalak. "Apa?! aku rasa tidak, aku memberikan kemeja biru, jas biru dan juga celana biru, memangnya apa yang terjadi?" gumam Emma dengan nada sedikit bergetar.
Sabrina membuka tablet miliknya dan memperlihatkan foto Mahesa pada Emma, foto tersebut berhasil ia ambil ketika mereka berada di dalam lift.
"Kau lihat ini? apakah ini senada menurutmu?" tegas Sabrina.
Emma terbelalak. "Tapi aku tidak memberikan pakaian itu, semua pakaian yang akan ia pakai sudah aku siapkan di meja" tukas Emma dan bergegas menuju meja kaca yang di dalam nya berisi koleksi jam mahal milik Mahesa.
Emma terbelalak ketika melihat pakaian yang ia siapkan masih tergeletak rapi di atas meja tersebut.
"Kau lihat Sab, ini pakaian yang aku siapkan. Semua masih rapi tak tersentuh, itu tandanya ia mengambil pakaian yang bukan aku siapkan"
Sabrina menghela nafas. "Memangnya kau tidak menunggunya sampai ia memakai semuanya?" tanya Sabrina.
"Aku hanya sampai mengancingkan kemejanya, lagi pula tidak mungkin aku harus melihat ia memakai celana. Makanya aku tunggu di luar, setelah itu ia meminta di ambilkan sepatu"
Sabrina mendengus pelan, ia tidak menyangka jika tuan nya memilih calon istri yang sama sekali tidak bisa mengurusnya dengan baik.
"Bagaimana bisa kau menjadi pilihan Tuan Mahesa, sedangkan untuk hal ini saja kau tidak mampu" gumam Sabrina yang langsung mengambil beberapa pakaian, jam tangan dan juga dasi yang senada dengan pakaiannya, setelah itu Sabrina segera pergi dari hadapan Emma.
Sementara Emma hanya terdiam mendengar ucapan Sabrina, menurutnya apa yang di katakan Sabrina ada benarnya juga. Ia tidak mungkin bisa menjadi istri yang baik untuk Mahesa.
"Aku harus bagaimana Tuhan? apa sebaiknya aku mundur saja dari pernikahan ini?" gumam Emma dalam hati, tak terasa air matanya sudah mengalir di kedua pipinya. Emma segera menyeka air matanya agar tak ada seorangpun yang melihatnya menangis.