Nyonya Dilara muntah-muntah di dalam kabin. Perempuan tua itu sedang mabuk karena goncangan perahu yang melaju membelah Sungai Sayhoun. Rumiyah dan seorang pelayan memijat tubuh sang saudagar agar merasa lebih baik.
"Nyonya sudah baikan?" tanya Rumiyah masih memijat tengkuk Nyonya Dilara.
"Hah ... aku pikir ini yang pertama dan terakhir aku naik perahu," ucap Nyonya Dilara lalu muntah lagi.
Seorang pelayan membawakan semangkuk air hangat dan air jahe untuk menyegarkan tubuh.
"Minumlah dulu," ucap Rumiyah sambil membantu Nyonya Dilara meminum ramuan anti mabuk," pelan-pelan," lanjut Rumiyah.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh di bagian atas.
"Apa itu?" tanya Rumiyah," jaga Nyonya, aku akan cek apa yang terjadi," ucap Rumiyah.
Gadis itu sambil membawa pedangnya keluar dari ruangan Nyonya Dilara lalu naik ke atas. Seorang prajurit Khawarizm lari tergopoh-gopoh ke arahnya.
"Keadaan darurat, para perompak menyerang kapal kita. Cepat kalian bawa Nyonya pergi secepatnya dari kapal ini menggunakan sekoci," terang sang prajurit dengan gugup.
Wajah Rumiyah menegang, dia lalu turun kembali ke kabin Nyonya Dilara.
"Nyonya kapal kita diserang. Kuatkan diri Anda, kita pergi menggunakan sekoci," terang Rumiyah sambil membantu Nyonya Dilara lalu memapahnya keluar dari kamar menuju ke atas.
Saat di dek kapal, suasan chaos sedang terjadi. Tak terhitung jumlah orang yang memakai baju hitam-hitam dengan penutup wajah menyerang pasukan khawarizm dan pengawal Nyonya Dilara. Rumiyah membawa Nyonya Dilara menuju sekoci sambil menghunus pedangnya. Mereka mengikuti para prajurit yang mencarikan jalan. Seorang perompak menyerang Nyonya Dilara, Rumiyah siaga menahan serangan.
"Kalian bawa Nyonya Dilara pergi, aku akan menahan mereka," seru Rumiyah sambil menahan setiap serangan si perompak.
Tuan Rustam tak tingggal diam melihat anak perempuannya dalam kesulitan. Dia membantu Rumiyah menyerang perompak yang seakan datang bertubi-tubi. Tuan Rustam dan Rumiyah saling bahu membahu menahan dan menyerang, tak sedikit yang datang.
"Mereka naik melalui tali-tali itu, aku akan mencoba memutuskannya," bisik Rumiyah pada Tuan Rustam saat posisi mereka berdekatan untuk bertahan.
Tuan Rustam mengangguk. Rumiyah menyerang lalu melompat keluar dari kepungan. Gadis itu naik ke dek paling atas lalu menyerang para perompak yang baru datang. Rumiyah mencoba memutuskan tali-tali yang dijadikan alat naik para perompak dari dalam air.
Rumiyah kewalahan saat tiga orang perompak ganas menyerang. Rumiyah mengacungkan pedangnya, dia terpojok. Seorang perompak menyerang Rumiyah. Gadis itu terpeleset dan gagal menghindar. Tubuhnya terpelanting lalu meluncur jatuh ke dalam sungai. Tubuh Rumiyah raib di telan Sungai Sayhoun.
***
Rumiyah membuka matanya, mengerjap lalu terbatuk-batuk. Seorang gadis kecil mendekat lalu menatap Rumiyah dengan mata bulatnya. Gadis itu tersenyum lebar.
"Tuuuaaan, dia sudah bangun! Dia sudah bangun!" teriak gadis kecil itu sambil berlari keluar tenda.
Rumiyah berusaha duduk, bajunya sudah berganti baju yang lain. Dia memandang sekeliling, dia berada di sebuah tenda yang asing.
Nyonya Dilara berlari masuk ke dalam tenda. Dia menangis haru saat melihat Rumiyah selamat dari musibah tenggelam. Perempuan itu memeluk erat Rumiyah. Tuan Rustam ikut masuk ke dalam tenda dengan senyum lebar. Lelaki itu berjalan mendekat.
"Alhamdulillah kau selamat," ucap Nyonya Dilara sambil mengelus wajah Rumiyah.
"Dimana ini?" tanya Rumiyah.
"Kau di perkemahan Tuan Ammar," jawab Tuan Rustam.
"Kau harus berterima kasih padanya karena dia yang menolongmu saat tenggelam dalam sungai," jelas Nyonya Dilara.
"Apa yang terjadi? Bagaiman para perompak itu?" tanya Rumiyah penasaran.
"Mereka berhasil ditumpas dengan bantuan dari kafilah Tuan Ammar yang juga melakukan perjalanan ke Tashkent. Kita berhutang budi pada orang itu," jelas Nyonya Dilara.
Rumiyah diam sesaat, lalu turun dari tempat tidurnya.
"Kau mau kemana?" tanya Tuan Rustam.
"Berterima kasih pada Tuan Ammar," ucap Rumiyah lalu berjalan keluar tenda.
Rumiyah melihat para anggota kafilah sedang menghangatkan diri di sekeliling api unggun. Gadis itu tak tahu yang mana Tuan Ammar.
"Maaf, yang mana Tuan Ammar?" tanya Rumiyah pada seorang lelaki yang lewat di dekatnya.
"Itu orangnya yang memakai baju kulit hitam, berambut panjang diikat," terang lelaki itu.
Rumiyah menatap Tuan Ammar yang sedang duduk di dekat api unggun dengan posisi duduk membelakangi Rumiyah. Gadis itu berjalan mendekat, dia tak bisa melihat wajah Tuan Ammar.
"Tuan ... Tuan Ammar," panggil Rumiyah.
Lelaki itu menoleh.
"Kau sudah bangun, syukurlah," ucap Tuan Ammar menatap Rumiyah.
Rumiyah membulatkan matanya. Dia merasa pernah melihat sosok yang ada di hadapannya. Dia ingat sosok Muazzam, jika lelaki itu tak berjenggot dan berkumis. Suaranya begitu mirip. Rumiyah mengerutkan alisnya sambil berjalan mendekat kea rah Tuan Ammar karena suasan temaram malam yang hanya diterangi api unggun.
"Tuan Muda Muazzam?" gumam Rumiyah lirih.
Tuan Ammar menghela napas sambil menaikkan kedua alisnya.
"Kau salah orang, Nona. Namaku Ammar," ucap lelaki itu sambil berdiri lalu berjalan mendekati Rumiyah.
Rumiyah heran. Dia masih berdiri sambil menatap lelaki di hadapannya. Dia yakin tak salah orang. Dilihat dari perawakan, garis wajah dan suaranya mirip Muazzam. Namun, akhirnya Rumiyah sadar, siapa tahu Muazzam tak mau mengaku karena memiliki alasannya sendiri.
"Tuan Ammar ... terima kasih," ucap Rumiyah sambil masih menatap mata Tuan Ammar.
Lelaki itu hanya tersenyum.
"Kau pasti lapar, makanlah dulu," ucap lelaki itu,"hei Amina, layani Nona ini!" seru Tuan Ammar meminta pelayannya mengantar Rumiyah kembali ke tenda untuk makan.
Rumiyah patuh lalu meninggalkan Tuan Ammar. Gadis itu masih menoleh sambil menatap Tuan Ammar dengan tatapan penasaran dan heran. Dia merasa tak salah mengenali Tuan Ammar sebagai Muazzam, tuan muda keluarga Nashruddin.
***
Rumiyah duduk di tendanya di depan meja yang penuh makanan. Sambil makan Rumiyah berpikir tentang sosok yang baru saja dia temui. Jika dia memang Muazzam, tak mungkin lelaki itu tak mengenalnya. Namun lelaki itu seperti tak mengenalnya. Rumiyah merasa ada rahasia yang disembunyikan oleh Tuan Ammar.
***
Tuan Ammar duduk dalam tendanya, lalu berjalan menuju ke tempat tidurnya. Lelaki itu merebahkan diri setelah mematikan semua lentera. Dia tersenyum mengingat bagaimana ekspresi Rumiyah saat pertama kali melihatnya. Dia tahu Rumiyah bisa langsung mengenalinya, tapi dia harus merahasiakan semuanya. Tuan Ammar tahu pasti Rumiyah takkan bisa tidur karena rasa penasaran.
Perahu kafilah Tuan Ammar sedang melintas saat melihat perahu Nyonya Dilara di serang perompak. Nyala api di kejauhan karena kebakaran hebat di atas kapal membuat Tuan Ammar memerintahkan segera mendekat dan memberi bantuan. Setelah mendekat, Tuan Ammar segera mengerahkan anak buahnya membantu menumpas perompak. Matanya menangkap sosok perempuan bermata biru yang dikenalinya. Dia Rumiyah yang sedang gigih di dek atas menahan serangan dan balik menyerang musuh.
Demi melihat Rumiyah terpelanting dan jatuh ke dalam sungai, Tuan Ammar langsung berlari lalu menceburkan diri ke dalam air sungai yang dingin. Dia melihat gadis itu berusaha naik tapi tak sanggup lagi karena aliran bawah air yang deras. Tubuh gadis itu makin tenggelam. Muazzam menyelam lebih dalam dan menarik tubuh Rumiyah naik ke permukaan. Gadis itu pingsan.
Kenangan penyelamatan Rumiyah begitu membekas. Tuan Ammar mengira gadis itu sudah mati lima tahun lalu. Takdir begitu manis, dia bisa bertemu dengan Rumiyah dalam kondisi baik-baik saja. Gadis itu semakin tumbuh dewasa, bukan lagi gadis lima tahun yang suka berlarian di lorong rumah bersama Laila dan naik pohon jeruk di halaman belakang rumah. Tuan Ammar tersenyum sendiri. Dia menutup matanya.