Chereads / RUMIYAH (Senja Turun di Samarqand) / Chapter 35 - BAB 34 KUCHLUG

Chapter 35 - BAB 34 KUCHLUG

Di tengah hutan pinus di perbatasan Qara Khitai, seorang lelaki menggunakan baju kombinasi kulit binatang dan wool terlihat gagah di atas kudanya. Dia diikuti anak buahnya menderap kuda untuk berburu rusa. Ikat kepala kulit berhiaskan batu mulia menunjukkan kedudukannya yang tinggi. Dibalut jubah yang berkelepak tertiup angin saat derap kuda mulai melaju.

Lelaki itu memperhatikan dari semak-semak sebuah gerakan yang mencurigakan. Insting berburunya terusik. Dia pun turun dari kudanya lalu berjalan mengendap. Anak buahnya yang gagah-gagah juga ikut turun menjaga tuannya. Mereka bergerak tanpa suara, berhati-hati agar buruan mereka tak terusik.

Seekor rusa mulai menegakkan ekor dan telinganya. Dia tahu bahaya sedang mengintainya.Secepat kilat sang lelaki merentangkan busurnya dan dengan percaya diri melesatkannya pada si rusa. Malang tak dapat ditolak, sang rusa langsung jatuh menggelepar beberapa saat, lalu mati ketika panah sang pemburu menembus lehernya.

Semua orang bersorak sorai. Mereka langsung meniup sanggurdi, dan memukul simbal menandakan bahwa perburuan telah selesai.

"Selamat yang mulia!" ucap para anak buah sang pemburu.

Sang pemburu tersenyum lebar lalu berjalan mendekat ke arah rusa. Tak disangka dari arah yang tak diketahui, sebuah panah melesat lalu menancap di dadanya. Lelaki itu terjerembab ke tanah. Keadaan menjadi kacau. Tetiba sekelompok lelaki berbaju Mongol mengepung mereka. Sang Pemburu berusaha bangkit sambil menghunus pedangnya.

"Lindungi yang mulia!" perintah seorang lelaki berikat kepala hitam.

Semua bergerak membentuk formasi perlindungan mengelilingi tuannya.Tanpa aba-aba para prajurit Mongol menyerang membuat pasukan sang pemburu kocar kacir. Melihat kondisi yang tak menguntungkan, si ikat kepala hitam menarik sang pemburu untuk naik kuda.

"Tuan, segera tinggalkan tempat ini. kami akan berusaha menghadang mereka," ucap si ikat kepala hitam, "kau! Lindungi yang mulia!" perintahnya lagi sambil menunjuk seorang anak buahnya.

"Tapi …," sela si pemburu.

Tanpa berkata apa pun si ikat kepala hitam memukul kuda yang ditunggangi si pemburu. Sontak kuda cokelat itu lari dengan kencang, menjauh dari palagan. Mereka berdua menunggang kuda menembus hutan pinus menuju padang rumput jauh dari jangkauan musuh. Saat tak sanggup lagi menahan rasa sakit, sang pemburu yang dibonceng oleh anak buahnya akhirnya terjatuh dari kuda.

"Yang muliaaaa!" teriak sang anak buah lalu menghentikan laju kuda.

Dia berlari menuju tuannya yang terlihat tersengal-sengal. Darah hitam mengucur. Kesadaran tuannya mulai menurun.

"Anak panahnya beracun," gumam sang anak buah.

Dalam kondisi genting itu sebuah rombongan kereta berkuda dan gerobak yang ditarik Yak mendekat ke arah mereka. Rombongan dagang Tuan Ammar dan Rumiyah yang sedang melakukan perjalanan menuju Mongolia.

Saat ini mereka di perbatasan Qara Khitai. Tak di sangka di tengah jalan mereka bertemu dengan orang yang terluka.Rombongan itu berhenti saat Tuan Ammar memberi komando untuk berhenti.

"Datangi mereka! Kelihatannya mereka membutuhkan bantuan," perintah Tuan Ammar kepada anak buahnya.

Rumiyah yang ada dalam kereta membuka tirai lalu menjenguk keluar.

"Ada apa?" tanya Rumiyah.

"Ada seseorang yang terluka," terang seorang pelayan lelaki yang berkuda di samping kereta.

Rumiyah melihat lelaki itu sedang diperiksa oleh suaminya, lalu diangkut ke atas gerobak. Tuan Ammar menoleh ke arah Rumiyah, lalu berjalan menuju kereta.

"Siapa yang terluka?" tanya Rumiyah.

"Entahlah, sepertinya seorang bangsawan. Apa kau bisa bantu. Dia terkena panah beracun," terang Tuan Ammar.

Rumiyah mengangguk lalu turun dari kereta. Saatnya dia beraksi dengan ilmu akupuntur yang pernah diajarkan oleh Baba. Saat masih di Samarkand, dia banyak membaca buku medis. Rumiyah merasa ilmunya sangat berguna. Dengan banyak membaca, wawasannya pun bertambah. Didampingi oleh Baba, yang Rumiyah sendiri tak tahu sekarang lelaki tua itu ada di mana sejak peristiwa huru hara terjadi di Samarkand.

Rumiyah mengambil gulungan jarum akupunturnya lalu turun dari kereta. Dia berjalan mendekat ke arah sang pemburu yang pingsan. Rumiyah menggunting baju dan memeriksa luka yang mulai membiru. Dia memeriksa nadi sang pemburu yang mulai melemah.

"Racun belum sampai jantung, tapi sudah mulai menjalar. Aku pasang jarum dulu untuk menghentikan jalannya racun. Kita cari tempat yang kondusif untuk berkemah. Kondisinya mulai melemah," terang Rumiyah.

Tuan Ammar paham.

"Kita cari tempat yang kondusif untuk berkemah!" perintah Tuan Ammar pada anak buahnya.

Anak buah sang pemburu yang sedari tadi berwajah cemas mulai tenang.

"Terima kasih Tuan! Terima kasih Nona!" ucapnya sambil membungkukkan badan memberi hormat.

***

Seorang lelaki berbaju besi, berambut panjang diikat terlihat marah. Dia melempar cawan keramik yang ada di tangannya ke lantai.

"Bodoh semua kalian!" hardiknya pada para prajurit Mongol yang sedang bersujud di hadapannya dengan gemetaran.

"Kami pantas mati Tuan Subutai!" ucap sang prajurit bersamaan dengan nada ketakutan mendapat murka sang jenderal Mongol.

"Bagaimana bisa kalian kehilangan jejak si Kuchlug begitu saja!" geram Subutai sambil menendangi anak buahnya.

Seorang prajurit Mongol masuk ke dalam ger, lalu menghormat. Subutai yang bertubuh tinggi besar itu pun berhenti menendang.

"Tuan, kami mendapatkan jejak serombongan pedagang menuju Balasagun. Mereka pedagang dari Barat, kemungkinan besar Kuchlug di tolong oleh mereka," lapor sang prajurit.

Subutai dengan mata tajam dan wajahnya yang bak perisai besi mulai memikirkan cara.

"Cepat lakukan pengintaian. Jika memang Kuchlug ada di perkemahan mereka, kita serang nanti malam," perintah sang jenderal pada anak buahnya.

Senyum jahat tersungging di bibirnya.

Kuchlug anak Taibuqa penguasa suku Naiman di Mongolia Barat. Dia menjadi buronan Jenghiz Khan karena telah melindungi Jamuka –saudara sumpah Jenghiz Khan- yang telah berkhianat. Saat perang terbuka terjadi, Taibuqa tewas karena Jamuka berkhianat, sedangkan Kuchluq sendiri melarikan diri ke Qara Khitai.

Yelu Zhilugu penguasa Qara Khitai memberi perlindungan pada Kuchluq, bahkan diangkat sebagai penasihat. Nasib baik bersamanya, dia dinikahkan dengan Putri Hunhu dan mendapat kepercayaan raja. Demi menghindari bahaya dari Kuchlug, sang Jenghiz Khan mengutus Jebe dan Subutai untuk mengejar sang pengkhianat. Mereka ingin memotong sayap Kuchlug sebelum berkembang menjadi kuat.