Di lapangan yang luas, debu terhambur ke udara karena derap kuda yang ditunggangi beberapa lelaki yang sedang mengadakan acara Buzkashi. Ketika masuk tahun baru Islam sudah menjadi tradisi di kota Balkh para penduduknya mengadakan acara saling memperebutkan domba tanpa kepala. Sambil menaiki kuda mereka memperebutkan domba itu. Permainan perpaduan antara polo dan rugby oleh dua kubu yang masing-masing beranggotakan dua belas orang. Apabila bangkai domba itu terkoyak, maka yang mendapat bagian domba yang terbanyak adalah pemenangnya.
Acara Buzkashi kali ini sungguh meriah karena ada Tuan Ammar yang merupakan ketua dagang kota Balkh. Kelompok Tuan Ammar selalu menang tiap tahun karena mereka memiliki tim yang solid dan kuda-kuda yang hebat. Laki-laki yang berkumis dan berjenggot tebal itu tersenyum penuh kemenangan saat mengetahui timnya menang. Dia langsung menepi dan turun dari kuda disambut sorak sorai oleh anggota kafilahnya.
Tuan Ammar menuju ke tendanya sambil mengelap keringat di wajahnya.
"Tuan, persiapan keberangkatan ke Tashkent sudah selesai. Kita bisa berangkat kapan saja Anda memerintahkan," ucap seorang pelayan Tuan Ammar menyambutnya saat sudah duduk di dalam ger-nya.
"Baik. Oh ya, sebelum kita berangkat ke Tashkent carikan aku buah tangan untuk Tuan Syeifiddin dan Tuan Barka."
Pelayan itu memberi hormat lalu pergi keluar dari tenda.
***
Tuan Ammar mendatangi sebuah madrasah yang sederhana di pinggiran kota Balkh. Madrasah itu milik Tuan Barka. Sejak Samarkand jatuh ke tangan Khawarizm, Tuan Barka memutuskan pindah dan menetap di Balkh. Tuan Ammar sangat menghormati Tuan Barka dan adiknya Tuan Syeifiddin karena merekalah yang menjadi penyelamatnya saat peristiwa di Samarkand terjadi lima tahun yang lalu.
Tuan Ammar yang dikenal oleh penduduk Balkh saat ini adalah Muazzam. Anak lelaki Tuan Nashruddin ditolong oleh Tuan Barka dan para murid Al Ilm yang bergerak menolong korban perang. Muazzam ditemukan masih bernapas denga tubuh penuh luka di bawah mayat-mayat korban perang. Tuan Barka yang menghormati Tuan Nashruddin menolong dan menyembunyikan Muazzam, lalu membawanya ikut mengungsi ke Balkh.
Kondisi Muazzam membaik dan kembali menyusun kekuatan dengan mengumpulkan kembali orang-orang yang dia kenal di Balkh untuk membentuk kongsi dagang. Muazzam memiliki rencana rahasia dengan membentuk kongsi dagang. Mereka melakukan jual beli garam dan kuda. Lima tahun berlalu, Muazzam yang berganti nama menjadi Ammar mampu menjadi ketua kongsi dagang kota Balkh.
Tuan Ammar masuk ke halaman tandus madrasah Al Barka bersama beberapa pelayannya yang membawakan gerobak yang mengangkut gandum dan buah-buahan. Lelaki itu mengucapkan salam dan disambut langsung oleh Tuan Barka.
"Masuklah ... mari masuk Muaz," sambut Tuan Barka lalu memeluk dan mencium pipi tamunya.
Beberapa murid Al Barka mengambil alih bawaan yang diberikan oleh Tuan Ammar. Lelaki itu duduk dalam gubuk kayu Tuan Barka.
"Selamat tahun baru, Guru. Aku membawakan gandum dan buah-buahan untuk para murid madrasah," ucap Tuan Ammar setelah duduk di tikar kulit di tengah ruangan.
"Terima kasih. Aku dengar kabar kalian akan berangkat ke Tashkent untuk mengadakan pertemuan dengan Shah. Apakah kau tahu apa yang diinginkan Shah dari pertemuan itu?" tanya Tuan Barka.
"Ada kabar hal ini berkaitan dengan orang-orang Mongol yang mulai bergerak di Timur. Mereka sudah menjatuhkan Xi Xia negeri orang-orang Tanguts. Kabar yang beredar Shah akan memilih dari kami para pedagang untuk diberangkatkan ke Mongolia. Namun kupikir, apakah hanya sekedar perdagangan yang akan dibangun? Kupikir ada misi lain, yaitu memata-matai mereka," terang Tuan Ammar
Tuan Barka manggut-manggut paham.
"Kita kalah selangkah dari orang-orang Mongol. Sejak lama mereka sudah menanam mata-matanya ke dalam Khawarizm seperti Tuan Jorigt. Aku ingin mencari keberadaan lelaki itu dan membuat perhitungan. Dia menghilang begitu saja saat pasukan Rasyidin menguasai Samarkand. Bedebah itu pasti melarikan diri kembali ke Mongolia," tambah Tuan Ammar.
"Kalian hati-hati di jalan. Semoga Allah menjaga dan melindungi kalian. Memudahkan segala urusan kalian," ucap Tuan Barka mendoakan Tuan Ammar.
"Aaamin ...Aaamin ...," ucap Tuan Ammar.
***
Kafilah dagang Tuan Ammar berangkat keesokan harinya menuju Urgench terlebih dahulu baru lewat jalur air menuju Tashkent melayari Sungai Syr Darya. Mereka tidak membawa barang dagangan karena hanya akan melakukan pertemuan dengan para saudagar yang lain. Mereka membawa banyak pengawal karena mendengar kabar bahwa jalur air menuju Tashkent tidak aman.
***
Di Urgench Rumiyah sedang memasak bersama perempuan lain di dapur. Seorang pelayan memanggil Rumiyah dan mengatakan Tuan Rustam memanggilnya. Rumiyah tak langsung beranjak dari tempatnya. Dia merasa berat hati. Namun akhirnya dia berdiri lalu melangkah menuju tenda ayahnya.
Setelah mengucapkan salam, Rumiyah masuk ke dalam tenda. Tuan Rustam yang memakai gamis hariannya tersenyum menyambut anaknya.
"Duduklah, Nak," pinta Tuan Rustam.
Rumiyah diam tak menjawab dan hanya duduk di samping ayahnya.
"Ada hal penting yang ingin kusampaikan padamu," ucap Tuan Rustam.
Rumiyah masih diam sambil memilin-milin ujung kerudungnya.
"Humayun melamarmu. Apa pendapatmu?" tanya Tuan Rustam.
Rumiyah langsung menoleh dan menatap ayahnya.
"Dia ... mengapa tiba-tiba ...?" tanya Rumiyah heran.
"Bukankah dulu kau pernah diberi sebuah gelang perak olehnya? Itu tanda keputusannya kepada ibunya bahwa dia memilihmu," terang Tuan Rustam.
Rumiyah diam menatap lantai yang dilapisi permadani di ujung kakinya. Dia ingat saat berangkat ke Urgench bersama Laila dia memang menitipkan sebuah gelang perak melalui dirinya untuk diberikan pada Nyonya Ruqayyah.
"Mengapa dia tak mengatakan sejujurnya saat itu? Andai aku tahu, aku takkan menerimanya karena dia dijodohkan dengan Laila," terang Rumiyah dengan nada penuh sesal.
"Ini dia memberimu ini," ucap Tuan Rustam sambil mengeluarkan sebuah gelang perak berukir dari dalam tikkanya lalu diberikan pada Rumiyah.
Rumiyah mengambilnya lalu berdiri.
"Kau mau kemana?" tanya Tuan Rustam.
Rumiyah menghentikan langkahnya.
"Dia harus menjelaskannya sendiri padaku," ucap Rumiyah lalu meninggalkan ayahnya.
Rumiyah keluar dari tenda Tuan Rustam lalu mencari keberadaan Humayun.