Chapter 3 - Pindah Sekolah?!

Gabby melanjutkan memberi makan Nara dan tetap mengabaikan teman-temannya. Teman-teman Gabby menundukkan kepala mereka, menunggu Gabby untuk akhirnya memaafkan perbuatan mereka.

Tiba-tiba satu-satunya perempuan yang ada disana, selain Gabby, berbicara, "Gimana kalau besok kamu aku traktir makan siang?"

"Setuju" sahut Gabby antusias.

Setelah berteman lebih dari lima tahun, teman-teman Gabby sudah tahu cara yang ampuh untuk mengambil hatinya, yaitu dengan cara dibelikan makanan.

"Ok, besok aku akan menjemputmu." jawab temannya dengan cepat.

Tidak lama kemudian terdengar suara piano dari kejauhan, yang membuat beberapa remaja itu bergidik ngeri dan saling melihat satu sama lain, "Hey, apa ada hantu di rumahmu?" tanya salah satu temannya dengan takut-takut.

Gabby memukul lengan temannya sambil berkata, "Heh apa kamu sudah gila? Itu tetangga baruku yang lagi main piano!"

Mendengar hal itu mengakibatkan remaja itu menghembuskan nafas lega lalu kembali menyantap kue yang ada di tangannya.

"Oh iya, kata ibuku ada orang baru yang tinggal di perumahan ini! Katanya sih orang tuanya kerja di Amerika, salah satu dari mereka pemain musik terkenal." remaja itu mengambil nafas panjang lalu melanjutkan berbicara, "Rumahnya juga yang paling besar diantara rumah-rumah kita! Di halaman belakang ada kolam renangnya dan juga lapangan olahraga yang besar."

Suasana teras rumah Gabby menjadi ramai seketika, Nara menyelesaikan makannya dan duduk disebelah Gabby dengan tenang.

"Aku sudah bertemu dengannya." sela Gabby.

Sekelompok anak itu langsung berhenti berbicara dan melihat Gabby, "Terus kata ibuku, yang tinggal di rumah itu cuman pembantu dan orang laki seumuran kita. Menurutmu anak itu ganteng gak?" tanya teman perempuan Gabby dengan suara pelan.

Gabby berpikir sebentar, mengelus-elus badan Nara, lalu menjawab "Gak terlalu." menurutnya, anak laki itu kelihatan seperti perempuan.

"Oh gitu." jawab temannya yang memakai rok berwarna merah muda dengan nada kecewa.

Setelah itu, teras depan rumah Gabby menjadi hening dan hanya terdengar bunyi piano yang sedang dimainkan dari kejauhan.

--

Dalam seminggu, Gabby sudah sering membuat ibunya marah. Berawal dari memotong bulu kepala Nara dan kucing liar yang mengakibatkan kepala mereka menjadi botak dengan alasan "Udaranya sangat panas bu! Kasihan nanti mereka kepanasan.", sampai mengajak teman-temannya untuk bermain bola basket sampai membuat kaca rumah tetangga Gabby pecah.

Setelah kejadian itu, setiap kali Gabby bermain diluar kucing maupun anjing liar langsung lari bersembunyi.

Setiap melakukan kesalahan, orangtua Gabby selalu membereskan masalahnya dengan cepat. Seperti datang ke rumah mereka lalu mengganti uang kerusakan yang disebabkan oleh Gabby dan tidak lupa membawa bingkisan isi kue-kue kecil dengan harapan mereka mau memaafkan kelakuan anak mereka.

Awalnya orang tua Gabby masih sabar namun lama kelamaan ibunya merasa lelah dan memutuskan Gabby untuk bersekolah di SMA swasta.

"Aku pikir sebaiknya Gabby dipindahkan saja ke sekolah swasta" Ucap Agnes tiba-tiba saat sedang makan siang berdua dengan suaminya di sebuah restauran.

Daniel kaget dengan ide istrinya itu, berhenti mengunyah lalu menaruh garpunya, "Kenapa mendadak dipindahkan? Kamu tahu kan Gabby itu susah bergaul."

Sejak kecil Gabby memang tidak pernah memiliki teman yang banyak, jumlahnya mungkin bisa dihitung dengan jari.

"Aku tahu, hanya saja mungkin teman-teman di sekolahnya sekarang ini membawa pengaruh yang buruk ke anak kita." balas Agnes sambil mengerutkan dahinya.

Daniel ingin berdebat lebih lama tetapi saat melihat mata istrinya yang seakan-akan mengatakan apa kau sudah tidak mempercayaiku lagi? Daniel tidak bisa melanjutkan perdebatannya lagi.

"Baiklah, aku mempercayaimu. Lakukan apa pun yang kau mau." Balas Daniel sambil melanjutkan makan siangnya.

Agnes tersenyum lalu meminum jus jeruknya, meletakkannya di atas meja dan melanjutkan, "Nanti sore kita bicarakan ini dengan Gabby."

--

Gabby sudah tahu ada yang tidak beres saat dia dipanggil ibunya ke ruang keluarga dengan alasan "Ada hal penting yang harus ibu sampaikan".

Setelah berganti baju rumah, dengan perasaan malas Gabby berjalan ke ruang keluarga. Dia melihat ibunya sedang duduk di depan TV, di sampingnya ayahnya lagi duduk sambil membaca koran.

Seharusnya sore ini Gabby bermain basket di lapangan bersama teman-temannya, tetapi moodnya langsung hancur saat ibunya memberitahu kalau dia akan dipindahkan ke SMA swasta.

"Jadi, ini minggu terakhir kamu bersekolah disana. Ibu sudah mengurus semuanya." kata ibu Gabby dengan santai sambil mengusap-usap kepala Nara.

Gabby mendengar ibunya bergumam gara-gara anakku kepalamu jadi seperti ini ya, tapi Gabby pura-pura tidak mendengarnya.

"Ibu tidak bisa melakukan semau ibu dong!" balas Gabby dengan kesal, "Aku sudah nyaman bersekolah di sekolahku yang sekarang!"

"Ayahmu sudah setuju, lagian ibu hanya memberitahumu bukan bertanya tentang pendapatmu." Balas ibunya dengan nada dingin.

Gabby hanya bisa menghembuskan nafas dengan keras dan menjawab, "Aku naik dulu, ada banyak tugas sekolah yang harus diselesaikan."

Menghiraukan panggilan ibunya, Gabby meninggalkan ruang keluarga dengan perasaan kecewa, matanya memanas seakan-akan air mata sedang mencari cara untuk keluar.

Gabby mendengar ada suara langkah kaki kecil yang sedang berlari mengikutinya, tanpa menoleh dia sudah mengetahui kalau pasti Nara akan mengikutinya dan berusaha untuk menghibur Gabby. Dan benar saja, dia merasakan bulu-bulu halus di kaki kirinya.

Melihat ke Nara, Gabby berpikir ah, memang Nara lebih mengenalku daripada kedua orangtuaku.