Melihat mata Gabby yang mengawasinya dari tadi, Adam tertawa kecil, melambaikan tangannya dan berkata, "Pak Daniel, ini anaknya ya?"
Ayah Gabby tersenyum lalu menganggukan kepalanya,"Iya, ini anak saya."
Gabby tersenyum kecil ke arah Adam dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah anak laki tadi
Remaja laki itu terlihat hampir sempurna, seperti Tuhan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menciptakannya. Kulitnya putih, bibirnya berwarna merah, mukanya kecil seperti boneka, dan matanya besar berwarna hitam. Remaja itu dari tadi diam saja, hanya memperhatikan sekelilingnya berbicara.
Manisnya, aku ingin menjadikannya menantuku pikir Agnes dengan gembira. Menurutnya, Michael yang tidak terlalu banyak bicara dan sopan akan cocok dengan anaknya yang kelakuannya setiap hari selalu membuat Agnes naik darah. Saat Agnes ingin mengajak Michael bicara, tiba-tiba alisnya berkerut saat mendengar suara lantang Gabby.
"Kenapa mukamu cantik sekali seperti cewek?" Tanya Gabby.
Sontak ibunya langsung memukul lengan Gabby dan menyuruhnya untuk meminta maaf, tapi Gabby hanya diam saja dan tetap memperhatikan wajah remaja laki itu.
Ruang tamu yang suasananya tadi ramai langsung menjadi sunyi senyap. Setelah beberapa detik ibu Gabby meminta maaf dengan perasaan tidak enak, "Michael, Adam, saya minta maaf ya atas sikap...."
Belum selesai meminta maaf, remaja laki itu menghela nafasnya dengan keras, "Saya pulang dulu." lalu berdiri dan langsung berjalan menuju pintu keluar tanpa menoleh ke arah belakang.
Adam tersenyum ramah lalu berkata, "Tidak apa, tuan muda mungkin ingin tidur siang. Kami kembali dulu, terima kasih telah menerima kami disini." tanpa menunggu jawaban, Adam bergegas keluar mengikuti Michael dari belakang.
Ibu Gabby berteriak, "Tolong sampaikan permintaan maaf kami ke Michael ya!" Orangtua Gabby berdiri lalu mengikuti Adam keluar.
Merasa takut dan sedikit bersalah, Gabby bergegas turun dari sofa, meluruskan punggungnya dan naik tangga untuk menghindari omelan ibunya. Nara menggonggong dengan pelan ingin diajak naik, mengakibatkan Gabby memutar badannya dan menggendong Nara untuk diajak naik ke kamarnya.
Ketika telapak kakinya yang telanjang baru menginjak anak tangga kedua Gabby merasa ada yang menarik baju belakangnya.
"Berhenti." Perintah suara itu dengan nada dingin.
Sambil menghembuskan nafas kecil Gabby berhenti dan memutar badannya, melihat wajah ibunya, dan menundukkan kepalanya setelah ia melihat ekspresi ibunya. Pandangan ibunya membuat Gabby merasa takut, seakan-akani ibunya akan membunuh Gabby hidup-hidup.
Ibu Gabby menunjuk ke arah kamar mandi dan berkata, "Bersihkan kamar mandi sampai bersih! Lihat saja sampai kamar mandinya belum bersih."
Gabby melihat ke arah ayahnya, memohon pertolongan, tetapi ayahnya tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa mengangkat bahunya.
Gabby tidak berani melawan perintah ibunya, menghembuskan nafas kecil lalu berjalan ke arah kamar mandi.
--
Setelah makan malam Michael berdiri menghadap jendela di kamarnya, matanya yang hitam itu tidak berkedip sama sekali, melihat jalanan yang ramai dipenuhi oleh kendaraan.
Saat Michael sedang hilang dalam pikirannya tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dengan pelan dan terdengar suara langkah kaki mendekat, "Tuan muda, sekarang sudah waktunya untuk latihan." kata Adam dengan sopan.
Sambil menghela nafas Michael menutup tirai jendela lalu turun tangga. Setiap jam tujuh malam, Adam selalu mengingatkannya untuk berlatih piano. Orangtua Michael ingin anaknya mengikuti jejak mereka. Sejak Michael kecil, orangtuanya sudah memanggil guru les privat untuk mengajarinya bermain macam macam alat musik, khususnya piano.
Tangga rumah Michael dilapisi oleh karpet berwarna merah yang menyebabkan kaki Michael terasa nyaman saat menginjaknya. Dia jalan menyusuri koridor didampingi oleh Adam yang berjalan tidak jauh di belakangnya. Dinding-dinding di koridor penuh oleh lukisan-lukisan terkenal yang dibeli oleh orangtua Michael saat ada pameran lukisan di Amerika.
Orangtua Michael hampir tidak pernah menginjakkan kaki mereka di rumah yang ada di Bandung ini, oleh sebab itu hampir semua isi barang yang ada di rumah mereka semua dikirim melalui paket atau mereka akan membayar orang untuk menghias rumah ini.
Adam bergegas jalan mendahului Michael lalu membuka salah satu pintu berwarna cokelat gelap dengan gagang warna ke emasan. Di dalam ruangan itu terdapat piano berukuran besar yang terletak di tengah ruangan, langit langitnya dihiasi oleh lampu yang berjatuhan ke bawah yang memberikan kesan mewah.
Michael berjalan ke arah piano yang berwarna hitam lalu duduk di kursi piano, memiringkan kepalanya ke arah kanan dan kiri lalu menaruh tangannya di atas tuts piano dan mulai bermain ballade pour adeline karya Richard Clayderman.
--
Udara malam hari itu sangat dingin yang menyebabkan teman-teman Gabby yang sedang duduk di teras rumahnya menggigil kedinginan.Di hadapan mereka terdapat beberapa kue kecil dan teh hangat hidangan dari ibunya Gabby.
Tujuan mereka datang ke rumah Gabby malam-malam adalah untuk meminta maaf karena kejadian tadi siang, tapi dari tadi Gabby hanya diam saja, tidak menghiraukan mereka. Dia lebih memilih untuk memberi makan Nara dengan wajah cemberut.
"Jangan marah terus!" kata salah satu anak tersebut dengan suara pelan. Tetapi Gabby tidak menghiraukannya dan tetap memberi makan Nara.
"Apa kita harus mengelilingi halaman rumahmu sambil berteriak maafkan kami Gabby?" tanya salah satu dari mereka setelah tidak ada tanggapan dari Gabby.
"Nggak usah! Bikin malu aja! Pantat dan telingaku ini masih sakit, kalian diam saja!" bentak Gabby dengan kesal.