Di tempat lain...
Seorang wanita tersenyum jahat setelah melakukan tugasnya. Matanya selalu menatap sekeliling dengan waspada takut ada yang melihat tindakan yang ia lakukan pada mobil hitam di belakang tubuhnya.
"Kalau ini berhasil, pasti kamu akan tunduk padaku. Kita lihat saja seberapa kuat kau membantah sifat malaikat mu." Cetusnya dengan tersenyum misterius.
Suara langkah kaki mendekat, wanita itu langsung berlari memasuki pintu belakang rumah.
Ternyata langkah itu berasal dari ayah dan anak.
"Di mana mamamu, Haikal?." Tanya pria itu sembari merapikan dasi.
"MAMAAA!" Teriak anak remaja bernama Haikal.
Pria di depan Haikal terkejut, memukul Haikal dengan pelan sebagai tanda kesalnya,
"Astaga kau ini membuat papa kaget saja."
"Haha maaf, pa. Mana sih mama, kok lama ba-"
"Mama datang!" Seorang wanita memasang wajah penuh kepalsuan datang menghampiri Haikal dan papanya.
Haikal menghela jengkel, sang suami hanya memasang wajah datarnya.
"Ayo, cepat! kau mau aku terlambat." Tegas pria itu.
"Iya. Haikal, jaga adikmu ya. Mama sama papa pergi dulu." Wanita berpesan.
"Iya, dadah." Haikal melambaikan tangannya.
"Dadahh."
Mobil hitam itu pergi meninggalkan halaman rumah.
...
Di perjalanan.
"Kau jangan membuat ulah selama berada disana. Aku tak mau malu, gara gara kau!" Ancam sang suami masih pokus menyetir.
"Iya, lagian juga siapa yang mau mempermalukan diri sendiri." Jawab sang istri tanpa melihat wajah sang suami.
"Baguslah." Dengan lega dia mendesah di hati.
Tapi, tiba tiba saja mobilnya melaju penuh. Hingga ingin menginjak remnya, mobil tak kunjung berhenti. Jalanan semakin turun, membuat mobil yang di kendarai bertambah laju. mencoba terus mencoba menghentikan laju mobilnya tapi tak bisa juga, sampai akhirnya ia meminta tolong pada mobil yang berada di depannya. Membuka kaca mobil lalu berteriak.
...
Linda sedang membenarkan posisi hijabnya yang agak sedikit miring. Matanya teralihkan pada kaca spion mobil. Matanya melotot ketika melihat penumpang di mobil hitam melambai lambai seperti meminta pertolongan.
Linda menyenggol nyenggol lengan suaminya, "Pa, sepertinya mobil itu ada masalah deh." Ucap Linda yang masih melihat seorang laki laki melambaikan tangannya.
"Mobil yang mana, ma?" Tanya Arif bingung padahal di depan mobil mereka tumpangi kan gak ada mobil di depannya.
"Itu! Yang mobil di belakang. Coba papa lihat dari kaca!" Suruh Linda penuh ke khawatiran.
Arif melihat dari kaca mobil, memang benar ada yang melambaikan tangan.
Arif memelankan laju mobilnya kemudian membuka kaca mobilnya.
"Ada apa pak?" Teriak Arif karena mobil itu terus melaju.
"Tolong kami, mobilku remnya blong." Kata pria itu agak sedikit kurang jelas di pendengaran Arif.
"Kamu denger apa kata laki laki tadi gak, ma?" Tanya Arif yang bingung.
"Mobil orang itu remnya blong, pa. Kita harus bantu."
"Iya..papa tau, tapi harus bantu kayak gimana, ma?"
"Kita halang aja mobilnya dari depan, terus papa rem deh sekuat mungkin." Linda memberi rencana terburuk.
"Apa mama yakin?" Tanya Arif penuh keraguan.
"Iya!"
Arif menginjak pedal gas menyusul mobil hitam di depan mereka. Arif berusaha sebisa mungkin agar ia bisa membantu. Linda menggenggam tangan yang mulai dingin, sambil merapalkan doa doa, meminta pertolongan dari yang kuasa.
Mobil Arif dapat menyusul, ia langsung menginjak rem sekuat mungkin. Sedangkan Mobil hitam yang di belakangnya menabrak mengenai bagian belakang mobil Arif. Walau rem sudah di injak, mobil Arif masih dapat melaju. Kepala Linda terasa pening sekali setelah membentur dasbor mobil nya.
Arif dapat menghentikan mobilnya di ujung jurang, tapi sayangnya tanah di bukit itu jatuh membuat tanah menjadi longsor. Arif dapat merasakan mobilnya bergoyang menuju bawah, dan pada akhirnya mobil itu akan jatuh juga.
"Ma... keluar dari mobil." Teriak Arif memerintahkan kepada Linda sambil melepaskan sabuk pengamannya dan sang istri. Karena kepala Linda masih pusing sekali, Linda hanya menggeleng.
Arif berdecak kesal lalu kembali mencoba membuka sabuk pengaman, dan membantu sang istri untuk keluar mobil. Baru saja ingin membuka pintu, mobilnya jatuh ke jurang. Arif memeluk sang istri dengan kuat.
"Ya tuhan tolong kami..."
....
Mobil hitam yang di bantu Arif sudah berhenti di tepi jalan. Laki laki yang berada di mobil hitam itu keluar dengan perasaan kacau balau.
"Bagaimana ini ya tuhan, mereka membantu ku. Tapi, mereka sendiri yang menemukan ajal." Teriaknya kesal. Mencengkeram rambutnya.
Sang istri keluar untuk menenangkan sang suami.
"Sudahlah pa, sebaiknya kita pergi dari sini. Kita menolong pun tak bisa, jurang ini pasti dalam." Bujuk sang istri.
Laki laki itu menurut saja tanpa mendengar suara isi hati untuk menolong mobil yang sudah membantunya tadi.
Ia cepat cepat pergi, untuk menghilangkan jejak mobil hitam itu langsung pergi ke bengkel rahasia yang ia miliki.
.....
Di pagi hari.
Hari Minggu yang cukup tenang. Devira mengetuk pintu kamar yang di tiduri oleh Zemira.
"Hai ibu." Sapa Zemira membuka pintu. Dengan wajah bantal ia menguap dengan besar.
"Biar gak ngantuk, Zemira langsung mandi ya." Suruh Devira tersenyum.
"Oke."
Zemira masuk kembali kedalam kamarnya. Dan Devira melanjutkan langkah menuju ruang santai. Di mana ada tv, beserta lemari besar berisikan berbagai aksesoris tari, dari mulai gelang, anting, kalung, mahkota, dan lain lain.
Devira menyalakan TV untuk melihat acara yang ia sukai.
"Ya..berita." Ucap Devira dengan lesuh.
Yang awalnya kesal, kini matanya terus menatap berita di TV. Sampai akhirnya...
"Sepasang suami istri tewas jatuh ke jurang. Di prediksi kemungkinan kecelakaan tunggal, yang biasanya di akibatkan pengemudi mengantuk, atau malah mabuk. Polisi akan terus menyelidiki kasus kecelakaan ini, beberapa bukti telah hilang karena terbakar oleh api. Dan beberapa bukti lagi sudah di temukan."
Reporter itu menjelaskan secara rincih. Devira dapat melihat banyak sekali polisi polisi berlalu lalang di sana.
Tiba tiba saja, camera reporter itu mengarah pada mobil yang di bawa oleh korban.
Mata Devira sedikit menyipit, heran, bingung, sambil mengingat-ingat apa dia pernah melihat mobil itu.
"Tolong di jaga ya, Bu. Kalo Zemira nya nakal cubit aja di pipi, biar pipinya melar." Canda Linda.
Bibir Zemira maju beberapa centi mendengar canda'an mamanya.
"Saya jaga Zemira dengan baik."
Linda tersenyum, menunduk untuk mencium kedua pipi Zemira.
"Zemira jangan nakal!"
"Iya mama."
Sepotong kejadian kemarin membuat Devira menjadi ingat.
"Ya tuhan...apa itu benar benar mobil mama Zemira?" Gumam Devira penuh ketakutan.
Matanya kembali menatap plat nomor yang tercantum di belakang mobil.
"Kalau menurut bapak, kemungkinan korban kecelakaan karena apa?" Tanya reporter.
"Kalau dari prediksi dan pengamatan kami. Kemungkinan korban jatuh akibat terdorong oleh kendaraan lain. Tapi kemungkinan lain bisa kami jelaskan setelah di otopsi-"
"Ibuuuu..."
Devira langsung mematikan channel TV itu dengan gugup.
"Ibu kenapa?" Tanya Zemira dengan wajah polosnya. Tampilan wajah yang segar karena dirinya sehabis mandi.
"Ibu gak apa apa, ayo sini!"
Zemira mendekati Devira. Devira menyisir rambut Zemira dengan pikiran kacau.
Di dalam hatinya selalu berkata positif, agar ia tak menakuti Zemira yang masih belum mengerti apa apa.
.....
Zemira mengenggam tangan Devira agar berhenti berjalan, "ibu kenapa kita kesini?" Tanya Zemira penuh ketakutan.
Devira tak menjawab, ia langsung menggendong tubuh Zemira menuju kantor polisi. Devira ingin memastikan apa itu benar atau tidak.
.....
Tubuh Devira jatuh seketika, setelah keluar dari kantor polisi. Mendapatkan kenyataan yang pahit, untuk ia jelaskan pada anak kecil di depannya.
"Ibu kenapa? Tadi siapa? Kok ibu nangis?" Bertanya dan terus bertanya membuat tubuh Devira semakin tak kuat menjelaskan apa yang terjadi.
"Ibu kok gak di jawab?, Mereka siapa?, Ayo bu pulang!, Zemira takut di sini." Rengek Zemira.
....
Di depan gundukan tanah yang masih basah, tubuh Zemira jatuh menangis setelah mendengar penjelasan demi penjelasan agar Zemira tahu dan mengerti apa sedang yang terjadi saat ini. Wajah yang polos dan imut itu seketika menjadi hancur, tak ada ekspresi wajah yang dulu lagi. Keceriaannya sudah terenggut dengan paksa dalam satu malam.
"Zemira nanti sama siapa?, Mama bilang... cuma pergi sebentar. Tapi, ibu bilang mama gak jemput Zemira lagi. Mama jahat, papa juga. Hiks..hiks..hiks... Kalian gak sayang sama Zemira." Zemira meraung dengan kencang menangis di atas tanah kubur kedua orang tuanya.
"sayang.." panggil Devira agar Zemira lebih tenang.
raungan sertas isakan berkali-kali pun sudah tak ada guna. Harapan pun sudah sirna tenggelam dalam kesedihan.
Ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir disana ikut sedih melihat anak kecil menangis.
"Adek yang sabar ya." Kata salah satu ibu ibu di sana.
"Mama sama papa pasti bangga sama Adek, kalo Adek kuat, tabah." Ucap ibu ibu satunya lagi.
Devira mengangguk, menyetujui kata semangat itu. Sambil menghapus jejak air mata gadis kecil itu.
"Ayo sayang, pulang!" Ajak Devira.
Tapi Zemira menepis ajakan Devira.
"Zemira mau disini, Zemira mau nemenin mama sama papa." jawabnya dengan kasar.
"Tapi... Zemira kan belum makan, kita pulang ya." Bujuk Devira masih bersabar.
Zemira tetap menggeleng keras. "gak mau..." Teriaknya dengan kencang di depan wajah Devira.
wajah yang tadi sudah lelah bersabar kini menjadi marah. Kilatan cahaya mata yang marah, membuat suasana di sana menjadi panas. Zemira yang terus-menerus menolak, mau tak mau Devira akhirnya bertindak tegas. Ia menyuruh suami tetangganya untuk menggendong Zemira. Di dalam gendongan seorang laki-laki muda, Zemira memberontak keras seolah tak mau di pisahkan bersama orang tuanya.
"Zemira gak mau, Zemira mau sama mama, Zemira mau sama mama." Jerit Zemira. Dengan melakukan apapun agar bisa lepas Akal yang cerdik di kepalanya muncul seketika dengan langsung menggigit telinga laki laki itu.
"Ahhkk..." laki laki itu melepaskan gendongannya pada Zemira, ia menggosok gosok telinga nya yang sangat sakit bahkan merah.
Sang istri hanya menatap sang suami prihatin.
Kedua bola mata Devira bertambah merah, ia pun langsung mengejar Zemira dengan bola mata yang memancarkan sinar kecil keunguan. Semua orang yang di sana tak bisa melihat sinar di mata Devira. Ia berlarian mengejar Zemira yang setelah beberapa meter berlari... akhirnya Zemira tertangkap. Dengan tubuh yang lunglai lemah.
"Zemira harus pulang, kalau sakit gimana? Zemira kan ada ibu, emang Zemira gak sayang lagi sama ibu?" Bentak Devira yang sudah geram.
Seketika sisi lemah lembut terhadap anak-anak kecil langsung lenyap. Anak gadis kecil yang polos itu terdiam takut, tanpa mau melihat wajah wanita di depannya yang kini sudah berubah terlihat seram di matanya. Dengan pasrah ia masuk kedalam gendongan Devira, akhirnya mereka pulang dengan isak tangis kecil Zemira.
....
Bersambung...