Chereads / CITRA SANG BUNGA "Nerium Oleander" / Chapter 9 - BAB 8. Bahagia yang sederhana.

Chapter 9 - BAB 8. Bahagia yang sederhana.

Esoknya...

Siang menjelang sore.

Iva datang dengan membawa beberapa lembar kertas yang terpegang rapi di tangan kirinya. Raut wajahnya begitu bahagia, terlihat juga dari setiap langkah yang memang sedikit tergesah-tergesah. Tak butuh lama ia pun akhirnya membuka pintu yang terbuat dari bahan kayu dan di cat coklat mengkilat. Karena dirinya tak masuk mengucapkan salam, membuat beberapa anak-anak yang sedang menari terlonjak kaget.

Iva tak menghiraukan wajah kaget semua orang, ia malah terus berjalan ke arah mesin pemutar musik untuk menari. Dan...ia langsung mematikan lagu yang masih berputar merdu. Lagu yang terhenti membuat ekspresi anak-anak yang sedang latihan, langsung berubah masam.

"Oke... perhatian sebentar ya!" tuturnya menampilkan senyuman yang manis, "Ini adalah formulir lomba tari..." Iva menunjuk lembaran di tangannya, "...lomba ini hadiahnya lumayan loo... Tapi, hadiah gak jadi patokan untuk di dapetin. Inget apa yang biasanya ibu devi bilang, lomba itu bukan untuk mengejar hadiahnya tapi, nilai hasil kekompakan tim."

Semua anak anak di sanggar diam mendengarkan dan menyimak apa yang Iva katakan. Sikap dewasanya seketika keluar, dengan begitu banyak anak anak murid sanggar selalu menuruti apa yang Iva katakan. Lain hal dengan Fara, sikap Fara yang kekanakan membuat anak anak sering kesal dengannya. Karena itu juga terkadang Fara jarang di hargai oleh anak anak di sanggar itu.

"Kertas ini kakak buat bagi yang mau ikut, kalau sudah ada niat untuk ikut. Kalian kasih ini sama orang tua, jelasin ke mereka kalau kalian mau ikut lomba. Biaya pendaftaran kita saling bantu membantu. Di kertas ini sudah ada biaya yang akan kita pakek, kakak gak ngambil sepeser pun dari uang kalian. Kalo kalian menang, hadiahnya juga akan di bagi." Perjelas Iva kemudian menyuruh Mila membagikan selembaran pada anak anak itu.

"Di bawahnya ada tempat tanda tangan, kak iva mau, setelah dapet izin dari orang tua kalian. Kalian semua minta tanda persetujuan yaitu menandatangi surat ini. Semua poin sudah kak Iva masukan di sana. Dua hari lagi batas waktunya. Kalo orang tua kalian gak ngizinin, ya udah kakak gak maksa. Tapi, bagi yang gak ikut lomba, kakak harap kalian dateng saat acara itu. Untuk memberi semangat yang ikut lomba. Ngerti?"

"Mengerti." Jawab mereka dengan kompak.

"Oke, makasih untuk perhatiannya." Iva tersenyum. Lalu berjalan mendekati Fara.

"Tante Devi mana?" Tanya Iva tanpa mau basah basah lagi.

"Di atas." Jawab Fara.

Iva melangkah mencari keberadaan Devira, ia akan memberi tahu pada sang guru agar tak terjadi salah paham.

Iva selalu di beri kepercayaan, dengan sikap yang dewasanya. Devira yakin semua yang Iva pilih adalah jalan yang terbaik.

"Tante..."

Devira yang sedang memasak sedikit kaget setelah mendengar suara panggilan Iva yang pelan.

"Ada apa?, Tante di dapur." Ujar Devira memberi tau keberadaan dirinya.

Suara langkah terdengar semakin mendekat, dan akhirnya Devira dapat melihat jelas wajah orang yang sedari tadi memanggil namanya.

"Iva cuma mau ngasih tau, di deket kampus ada lomba. Sponsornya kebetulan perusahaan besar, tadi Iva udah kasih selembaran sama anak anak sanggar. Gimana menurut tante?" Tanya Iva dengan yakin menyerahkan lembaran lomba.

Devira mematikan kompor, lalu duduk di kursi. Devira pun membaca pelan serta hati-hati pada setiap isi di dalam kertas itu.

"Hadiahnya lumayan," Devira menatap Iva sekilas, "ini...disini tertera bahwa kalau yang jadi pemenang juara satu, kemungkinan akan di promosikan. Maksudnya apa?." Bingung Devira membaca poin demi poin.

"Kata mereka, karena yang sponsor perusahaan besar. Insyaallah nanti kalau mereka butuh penari, atau yang unsur seni tari. Mereka akan kerja sama dengan kita."

"Kerja sama?"

"Iya," angguk Iva, "gini.. misalnya anak anak nanti ada yang juara satu, sanggar ini dapet projek besar. Satu..bisa saja mereka mengontrak anak-anak sanggar untuk mengisi pembukaan acara dan sebagainya. Dua.. sanggar ini bisa di kenal banyak orang, dan yang ketiga..kita bisa menghasilkan keuntungan..." perjelas Iva. "nahh keuntungan itu kita bisa kasih sama anak anak sanggar yang membutuhkan bantuan." Saran Iva.

Anak didik Devira kebanyak anak yang kurang mampu. Dengan hati yang ikhlas Devira mengajar mereka semua tanpa ingin di bayar seperpun.

"Kamu yakin?" tanya Devira penuh keraguan, "kalo tante gak yakin. Kamu tau kan orang mengecap keluarga tante seperti apa? Tante gak mau kesuksesan Fara terhambat gara gara hal itu." Devira menggeleng menolak hal ini.

"Iva tau, tapi ini peluang besar untuk kita tante. Hanya dengan ini kita bisa mengangkat derajat mereka. Apa gunanya kita mengasah bakat mereka yang belum keluar, sampe akhirnya seperti sekarang? Ini kesempatan emas! dan bukankah kesempatan emas tidak boleh di tolak?" Ucap gadis itu, tak lupa juga ia menggunakan kepintaran nya dalam berbicara.

Karena sikap yang begitu dewasa membuat keteguhan hati Devira sedikit tergoncang. Terutama saat ia menatap mata Iva, dirinya dapat melihat bayangan hati yang bersih dan tulus.

"Tante sendiri yang bilang, nilai akhir bukan menjadi patokan. Biarin orang mau ngomong apa, sampe mulut mereka berbuih pun terserah yang penting kita tetap maju. Kalo ada yang gak setuju sama tindakan kita, semua anak sanggar ini akan bela tante. Tuhan itu adil, tuhan juga maha melihat."

Devira menggeleng kepala, air matanya tumpah. "Gak...itu cuma-"

"Bener kata Iva Bu, kita yang buat, kita yang hadapi. Kalau orang mencelah ibu, semuanya akan membela." Seru seseorang.

Iva dan Devira melihat ke asal suara. Ternyata itu adalah Fara, tak lupa beberapa kurcaci kecil nan imut juga ikut berdiri di belakang Fara. Mereka berlari memeluk tubuh Devira.

"Kita mau ikut lomba itu, tante." Bujuk anak yang di dalam pelukan Devira.

"Kalau bukan Tante siapa lagi yang mau bantu kita."

Devira melihat wajah sang anak, Fara mengangguk yakin. Tapi Devira tetap menggeleng ia tak ingin masa depan sang anak terhambat.

Zemira yang baru saja naik kelantai atas langsung tersenyum senang mendengar orang-orang berseru dan berteriak akan ikut lomba. Dengan senyuman mengembang, ia menerobos orang-orang yang bahkan tubuhnya lebih besar darinya. Tubuhnya yang mungil itu, sangat kesusahan terlihat di antara yang lain. Dengan kesal, akhirnya Zemira memilih naik ke atas kursi meja makan yang tak ada orang di sana.

"Zemira ikuuuttt!" Pekik Zemira mengangkat kedua tangannya keatas. Semua yang sibuk sendiri-sendiri seketika mengalihkan pandangan ke arah Zemira. Dari atas kebawah, mereka semua melihat penampilan Zemira yang amburadul. Baju yang kusut, rambut yang acak-acakan, dan bau tubuh hampir menyamai matahari, menyengat masuk kedalam hidung siapapun.

Anak-anak yang berada di pelukan Devira tertawa melihat tingkah laku Zemira yang konyol. Termasuk Devira sendiri ikut tertawa.

"Ya tuhan... dekil sekali." Geram Fara geleng geleng.

"Ihhhh..." Rajuk Zemira.

Karena kalah di keroyok banyak orang, akhirnya Devira memutuskan untuk mengangguk saja. Baik Fara ataupun Iva dan yang lain, langsung bersorak gembira. Senyuman manis dan suara tawa seketika memenuhi ruangan itu.

.....