Siang menjelang sore.
Sekumpulan anak perempuan menari dengan lincah, melentikkan jari-jari tangan, menunjukkan senyum manis mengikuti apa yang guru tari katakan.
Guru tarinya hanya seorang wanita dewasa ber-umur 47 tahun. Wajah yang cantik terlihat sedikit muda dari umurnya saat ini. Benar kata orang senyum itu adalah kunci dari awet muda.
Buktinya terletak pada sang guru tari, kulit yang masih kencang, baik kulit wajah maupun kulit tangan semua terlihat kencang dan nampak halus.
Keringat membasahi beberapa bagian baju, napas yang mulai tersengal-sengal. Membuat sang guru tari tak tegah melihat anak murid sudah kelelahan.
Ia menepuk tangan memberi aba-aba agar menghentikan latihan menari.
Prok...
"Istirahat dulu ya! Yang mau makan, silahkan. Yang mau minum juga silahkan, asal jangan..."
"Teriak teriak." Jawab anak anak itu dengan sangat kompak.
Sang guru tersenyum memberi kedua jempol sebagai tanda bagus pada anak didik tari.
Semua anak sanggar duduk menghampiri tas mereka, ada yang langsung minum air, ada juga yang mengeluarkan makannya, dan ada yang hanya saling ngobrol.
Suara ketukan pintu membuat semua orang di dalam sanggar terdiam. Sang guru tari berjalan menuju pintu, membuka untuk melihat siapa yang datang berkunjung.
"Permisi." seorang wanita berhijab memberi salam sambil tersenyum manis.
Sang guru tari membalas senyuman dan juga membalas salam, "ya... Maaf, ada keperluan apa ya?" tanya sang guru tari dengan sopan.
"Begini, saya dengar sanggar ini sangat baik melatih anak anak perempuan. Ehmm kebetulan sekali, anak saya Zemira suka menari." Tutur wanita itu memberi penjelasan kedatangan dirinya.
"Oh begitu..mari masuk!" Guru tari mempersilahkan mereka masuk.
Saat ingin masuk, sang guru tari melihat ada dua orang lagi berjalan mendekatinya. Dua orang itu adalah satu laki-laki dewasa memiliki brewok yang tebal, bermata tajam, dan berkulit sawo matang. Dan satunya adalah anak perempuan berparas cantik, memiliki kulit putih pucat, berambut panjang yang lurus tak lupa bibir yang pink merona. keduanya baru saja keluar dari mobil yang terparkir di luar rumah.
Mata Devira melirik anak itu sekilas, kemudian mengikuti wanita asing yang baru saja masuk kedalam tempatnya. Senyuman tipis memancar di wajah sang guru tari itu.
Sedangkan wanita itu masuk kedalam sambil melihat-lihat sekeliling ruangan yang masih di penuhi oleh anak anak kecil. Ia tersenyum senang, lalu menatap sang anak yang bersembunyi di kaki sang ayah.
"Lohhh adeknya malu-malu, gak usah malu kan disini banyak temen." Ujar sang guru tari menatap anak kecil yang tetap bersembunyi di balik tubuh sang ayah.
Setelah mengatakan beberapa kata, anak itu memiringkan kepalanya seperti orang yang sedang mengintip. Saat melihat mata Devira, aurah sang anak berubah drastis. Yang tadinya malu-malu kini, sedikit menampakkan dirinya. Yah.. walaupun hanya sebagaian tubuhnya saja yang nampak.
"Ayo sini kenalan sama guru tarinya," sang ibu menarik lengan sang anak, "ayo sayang!"
Dengan di bantu sang ayah, anak perempuan itu keluar dari persembunyian. Dari wajah sudah terlihat bahwa si anak sangat mirip dengan ibunya. Hanya bentuk alis saja yang sedikit berbeda. Anak itu memiliki alis berwarna hitam tebal, dengan bentuk melengkung sempurna seperti sang ayah. Sedangkan sang ibunya memiliki alis yang tipis, dan juga sedikit berantakan pada posisi tumbuh bulunya.
"Wahh cantiknya." Puji sang guru tari dengan lembut nan ramah. Anak itu melihat orang yang memujinya dengan tatapan sedikit takut.
"Anak mama di puji cantik, ucapin apa sama ibunya..."
"Terima kasih." Anak itu berkata dengan wajah yang malu malu.
"Sama-sama, namanya siapa?" Devira mendekati anak itu.
"Ze-mi-ra" jawab anak itu dengan kaku, dan kedua orang tuanya hanya bisa melihat saja.
"Zemira? Nama ibu Devira, nama kita cuma beda beberapa huruf," tutur Devira mengenalkan dirinya, "Zemira kenalan sama yang lain juga ya, ibu mau ngomong sama mamanya."
Zemira mengangguk, mendekati ayahnya lalu mengandeng tangan kiri ayahnya kemudian mereka pun mendekati anak-anak yang lain. Anak-anak yang sedang memperhatikan tamu dari jauh langsung kegirangan saat anak sepantaran mereka berjalan mendekat lalu bercengkrama.
"Nama saya Linda, saya mau ibu mengajari anak saya beberapa hal tentang tari. Saya selalu sibuk sama suami. Kadang Zemira sendiri di rumah, untungnya saya mendengar di sini ada sanggar tari yang bagus." Linda tersenyum pelan.
"Ehmm Zemira gak punya saudara kandung?," Tanya Devira penuh kehati-hatian, "soalnya anda tadi bilang kalo dia sendirian di rumah."
Linda mengangguk, sambil melihat sang anak berkenalan di bantu dengan suami.
"Ya, Zemira anak tunggal. Suami saya anak tunggal, saya dulu punya adik tapi meninggal saat masih kecil."
"Oh jadi karena itu Zemira gak punya sepupu." Gumam Devira sedikit manaruh curiga di hatinya.
"Pendaftaran masuk di sanggar ini gimana? Soalnya saya gak lihat prosedur tertempel di pagar."
Devira mengangguk saja, "mudah..gak usah di pikirkan. Saya akan berusaha mengajarnya dengan baik. Yang terpenting jangan lupa membawa baju ganti, sama bekal, kalo soal minum saya selalu menyediakan."
"Senang mendengarnya. Saya percaya pada ibu!" Linda memberikan amplop coklat pada Devira tapi Devira menolak amplop itu dengan memberikan kembali pada Linda.
"Ehgg, kita coba seminggu dulu takutnya nanti Zemira gak nyaman disini dan anda sudah membayar uang yang banyak pada saya." Devira memberi saran terbaik agar Linda mau kembali menerima amplop coklat itu.
"Baiklah"
....
Seminggu berlalu, Zemira selalu senang saat sang mama mengatakan bahwa hari ini akan ada jadwal pergi ke sanggar.
"Zemira jangan nakal ya! Selalu nurut apa yang ibu Devira katakan." Linda mengatakan seperti ia akan berpisah pada Zemira saja.
"Iya, mama mau kemana kok rapi banget?"tanya Zemira dengan wajah polosnya.
"Hari ini mama mau nemenin papa tugas keluar kota." Linda menyiapkan beberapa setel baju untuk Zemira. Linda sudah merencanakan semuanya dengan baik, kalo dirinya menemani sang suami, tapi ia tak akan lagi menitipkan sang anak ke jasa penitipan anak.
Linda percaya bahwa Devira akan merawat Zemira dengan baik untuk beberapa hari kedepan.
"Berarti Zemira ketempat Bu yak lagi?" Lirih Zemira.
Linda mengelus rambut anaknya, "enggak kok, nanti Zemira mama titipin sama ibu Devira. Bukannya Zemira bilang kalo Zemira suka sama ibu Devira?"
Zemira mengangguk.
....
Linda dan Arif sudah tiba di depan pagar sanggar tari Devira. Baru saja ingin memencet bel, Devira sudah membukakan pintu pagar. Devira sangat semangat setelah Linda mengatakan Zemira akan ia titipkan di rumah Devira.
"Tolong di jaga ya, Bu. Kalo Zemira nya nakal cubit aja di pipi, biar pipinya melar." Canda Linda.
Bibir Zemira maju beberapa centi mendengar canda'an mamanya.
"Hm..saya akan jaga Zemira dengan baik."
Linda tersenyum, menunduk untuk mencium kedua pipi Zemira.
"Zemira jangan nakal!"
"Iya ma."
Arif juga mencium pipi sang anak, "Zemira jangan lupa untuk bertingkah laku yang baik, terus harus ngehormati orang yang lebih tua. Jangan ngebantah omangan ibu Devira oke." Pesan Arif seolah itu adalah pesan terakhir kalinya bertemu sang anak. kemudian Arif dan Linda lalu berjalan masuk kedalam mobil.
Saat Linda masuk ke mobil ia meneskan air mata. Sang suami yang melihat, hanya memberi penguat yaitu sebuah senyuman tulus. Mesin mobil telah menyala, Linda membuka kaca mobilnya kemudian melambaikan tangannya kepada sang anak. Sampai mobil itu berjalan maju, menjauh dari sang anak.
Zemira menatap kepergian orang tuanya dengan sedih.
"Ayo masuk! Sebentar lagi akan malam." Ajak Devira menggenggam tangan kecil Zemira. Baru satu langkah memasuki halaman depan rumah. Ada satu bisikan halus tepat di samping telinga Devira, 'pertahanan semuanya, karna dia adalah sinar terangmu.' Isi bisikan itu. Devira mendengar suara itu tapi dirinya tetap melanjutkan melangkah masuk ke dalam rumah.
Setelah masuk kedalam Zemira menatap ruangan yang biasa di pakai sebagai tempat latihan. Kini berubah tersulap indah. Cahaya terangnya lampu berpantul mengenai tirai tirai kaca cermin. Membuat seisi ruangan seperti di penuhi taburan bintang.
"Wahhhh." Tatapan kagum akan sesuatu yang tak pernah lihat sebelumnya.
"Cantik ya? Gini kalo malem rumah ibu. Zemira suka?"
"Suka!" Seruh Zemira dengan lantang.
.....
bersambung...