Chereads / UNWANTED MARRIAGE / Chapter 12 - 11. Malu tak tertolong

Chapter 12 - 11. Malu tak tertolong

Suasana apartemen kembali sunyi, dan kelam. Tidak ada suara apa pun di sini. Anita baru saja selesai membereskan sampah-sampah semalam pesta dari teman-teman Andre. Merasa semua sudah bersih, dan tidak ada lagi sampah atau kotoran menempel di lantai atau meja. Ia pun membuka kulkas, berharap ada makanan bisa ia masak, atau makanan ringan.

Setelah ia menelusuri semua isi kulkas, hanya ia temukan adalah telur ayam eropa, dan beberapa makanan sisa semalam punya. Ia pun keluarkan, dan mencari wadah atau mangkuk milenium sebagai pemanasan sayur itu. Ia juga tidak lupa dengan masak nasi.

Meskipun di rumah mamanya, ia tidak pernah melakukan namanya urusan dapur. Tetapi Anita bisa melakukan cara masak air, masak nasi, panas sayuran, dan yang lebih praktis adalah goreng telur atau indomie.

Tidak lama kemudian, ia pun menghidupkan kompor itu. Tetapi ia kesulitan, ternyata kompor itu bukan kompor gas biasa dipakai oleh mamanya di rumah. Ini menggunakan kompor listrik.

Lalu, sebuah mobil berhenti tepat di basemen apartemen tersebut. Seorang lelaki keluar, dan mengeluarkan beberapa belanjaan seperti kebutuhan sebulan di apartemen tersebut. Dengan siulan bahagia, ia pun masuk ke lift dengan menekan angka lantai tuju.

Lelaki itu adalah Antoni Handoko, berumur tidak jauh tipis dari Andre. 30 tahun. Ketika lift ia naikin berhenti, ia pun keluar, dan di sana ia mengeluarkan kunci dulpikat apartemen tersebut. sebelum memasuki kamar itu, ia menemukan asap putih di bawah cela pintu. Dengan cepat Antoni menghampiri dan membuka pintu itu.

Asap mengepul satu ruangan membuat Antoni terbatuk-batuk atas asap dari dapur tersebut. Suara batuk-batuk itu adalah Anita. Ia mencoba menghilangkan asap itu dari kompor ia gunakan.

Dengan cepat Antoni menghidupkan membuang asap dari lubang tersedia, Menyedot, dan membuka jendela agar asap itu segera pergi dari sini. Bau gosong itu membuat Anita kesulitan bernapas, bahkan tenggorokan pun kering karena asap tadi.

"Kau tidak apa-apa?" Antoni segera berikan minuman kepada Anita.

Anita cuma menggeleng beberapa kali. Antoni pun memindahkan panci itu ke wastafel. Setelah lega, Anita pun bisa menghirup dengan tenang.

"Apa yang kau lakukan? Untung tidak terbakar!" Antoni menginterogasi Anita. Bukan soal itu, ia juga harus tahu.

"Aku hanya ingin memanasi sayur semalam di masak oleh Helena. Terus aku lihat telur ayam eropa, jadi mau ku goreng, tetapi tiba-tiba asap itu keluar dari arah kompor membuatku kalang gabut," jawabnya jujur.

Antoni pun terkekeh kecil, mengelus-elus rambut kepala Anita karena menggemaskan. Anita langsung kaget dibuat oleh Antoni itu.

"Entah kenapa kau itu menggemaskan?! Seandainya kau bukan istri bos Andre, mungkin kau sudah aku smackdown berulang kali," candanya memasukan isi sayuran ke kulkas.

"Kau pikir aku karung suka-suka kau main smackdown!" balas Anita tidak terima.

"Justru itu, kau bukan karung. Kalau kau karung, bukan smackdown saja, tetapi membuatmu lemas!"

Anita seperti ingin menelan Antoni hidup-hidup. Ia beranjak dari duduknya. Kemudian ia merasa bagian perutnya sangat perih.

"Hei! Kau tidak apa-apa?" Antoni langsung membopong dirinya ke sofa.

Anita langsung diam di tempat, kemudian Antoni membuka kotak P3K mencari sesuatu di sana. Terus Antoni menoleh melihat Anita berjalan sangat lambat sambil memegang perutnya.

"Duduk kembali, aku akan berikan obat untukmu," ucapnya sok perhatian banget.

"Tidak perlu, aku ingin ke kamar untuk ...."

"Sudah, jangan ngeyel!" Antoni langsung membawa Anita kembali ke sofa.

Lalu Anita langsung mengatakan sesuatu membuat Antoni terpaku di tempat. "Sepertinya aku datang bulan!" ucapnya.

Antoni seperti tidak budek atau tuli, sangat ganjil di telinganya. Dia pun menoleh, dan menatap Anita lekat-lekat. "Sekali lagi kau bilang apa? Datang bulan?" Anita mengangguk.

Antoni mulai membayangkan seperti apa bentuk datang bulan, setelah ia pikir-pikir. Entah rasa malu di sana atau bagaimana dia pun bungkam.

****

Tiba di sebuah mal kecil, anggap saja minimarket terdekat. Antoni menemani Anita di sana untuk memberi sesuatu yang tidak ingin dia lihat. Tetapi, dia juga harus tahu, ketika Anita menuju ke salah satu tempat penuh popok bayi hingga popok dewasa.

Anita pun mengambil paling besar, karena terlalu tinggi maka Anita mencoba menjijit tetap sama, tidak sampai tangannya. Hingga detik Anita dikagetkan lagi olehnya. Ya, Antoni menggendong Anita untuk mengambil pembalut miliknya.

"Terima kasih," ucapnya senyum dan memasukan ke troli belanja.

Antoni membayangkan seperti apa nanti. Ia seperti menemani seorang istri belanja kebutuhan sebulan wanita. Kalau saja tidak terlambat Anita sudah menjadi miliknya.

Lama juga belanja, setelah selesai membayar belanjaan ke kasir. Antoni membawa ke mobil. Setelah itu mereka kembali pulang ke apartemen. Antoni sesekali melirih wajah lelah itu. Ada tanda bekas cupang di leher Anita, meskipun cupang itu sudah mulai pudar.

Sampai di apartemen, Antoni tidak berani membangunkan Anita yang tertidur lelap itu. Ia pun mengeluarkan belanjaan, kemudian menggendong Anita keluar. Bahkan Anita tidak merasa jika seseorang menggendong sampai ke kamar apartemen.

Walau penginapan itu melihat sekilas, tetap saja tidak membuat yang itu terusik atas perilaku Antoni pada seorang wanita. Mereka mungkin cuma berpikir di gendongan Antoni tadi adalah keponakan atau adiknya.

Antoni pun membaringkan tubuh Anita ke tempat tidur. Tidak lupa menyelimuti nya. Anita berbalik memunggungi Antoni sedari tadi memperhatikannya.

Efek datang bulan, sikap malas pun datang. Bahkan rasa kantuk itu selalu membuatnya tidak ingin melakukan apa pun.

****

Malam tibanya, Anita tengah duduk di depan TV sambil ngemil. Sedangkan Antoni baru saja selesai mandi. Lalu menghampiri Anita sedang enak dengan cemilan ia beli tadi siang.

"Bagaimana sudah lebih baik?" Antoni menanyakan keadaannya.

Anita pun mengangguk, "Baguslah, kau hampir buatku jantungan?!" ucapnya dan dibuka botol minuman dari kulkas.

Kembali hening tidak ada satu kata keluar dari bibir mereka masing-masing. Anita masih setia menikmati cemilan di tangannya sambil nonton animasi di sana. Walau pakai bahasa Filipina tetap saja film itu sudah lama di tayang.

Terdengar suara ponsel berdering, Anita pun beranjak dari duduknya, terdapat di sana sebuah cetakan merah di belakang celananya.

"Kau sedang bocor?" Spontan Antoni mengatakan hal tidak seharusnya diucap.

Anita pun langsung tegang, ia masuk ke kamar dengan tutup pintu begitu keras. Antoni tertawa sangat keras, padahal Anita sangat malu sekali. Ia tidak pernah mengalami hal seperti ini. Apalagi ia tinggal satu atap dengan lelaki itu.

20 menit kemudian, Anita keluar setelah mengganti pembalut nya. Antoni bersikap biasa saja, padahal ia juga malu tidak seharusnya mengatakan seperti itu. Kembali hening, lalu Antoni pun memulai mengajak Anita berbicara.

"Bagaimana kabar Hardi? Apakah semua lancar di sana?" tanyanya basa-basi.

"Baik, kok!" jawabnya cepat.

"Bagaimana menurutmu kalau kau lihat sikap bos Andre?"

"Ramah, kadang mejengkelkan."