Chereads / UNWANTED MARRIAGE / Chapter 11 - 10. Menjadi miliknya.

Chapter 11 - 10. Menjadi miliknya.

Akhirnya tiba juga hari H, Anita ditemani oleh seorang wanita yang begitu cantik. Anita tidak tahu siapa wanita itu. Yang pasti bukan wanita Indonesia, tentu wanita Filipina, kulit mereka sama dengan kulit Indonesia. Tidak ada pesta apa pun, hanya makan biasa di apartemen bersama beberapa anggota kepercayaan Andre. Anita duduk bersebelahan dengan Andre pastinya. Ia merasa risih dengan pakaian yang sedang ia kenakan. Perasaan ia tidak pernah beli pakaian terbuka seperti ini.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu apartemen membuat mereka terdiam, seseorang membuka pintu itu. Ternyata yang datang adalah Antoni. Anita melirih lelaki itu, tetap sama tidak ada yang berubah pada penampilannya. Kemudian, masakan pun tiba, mereka semua beramai-ramai menikmati masakan khas Indonesia pastinya.

Yang memaksa adalah Helena, istri kepercayaan dari Andre, dia adalah Fendy. Istri Fendy memang membuka rumah makan di sekitar tempat perusahaan bidang perjudian. Jadi tidak heran jika masakan ini sangat lezat di lidah mereka masing-masing.

"Ayo, di makan?! Jangan sungkan-sungkan! Eh, kau? Namanya siapa?" Helena memulai mengajak mereka, kemudian Anita mendongak dan menatap wanita sekitar umur 30 tahun itu.

"Anita, Anita Azaelia," jawabnya, Helena pun terkagum dengan namanya.

"Bagus sekali namamu, Helena! Panggil saja Helena, tidak perlu Kakak, Mbak, atau ember-ember lainnya," ucapnya sekaligus mengulurkan tangan padanya.

Anita dengan senang hati menyambut jabatan tangan itu. Antoni dapat melihat larut wajah Anita. Beda dari sebelum ia lihat, saat didandani oleh wanita asal Filipina itu, wajah Anita benar-benar berubah.

****

Setelah selesai makan besar, Anita memilih duduk di balkon kamarnya. Ia sedang membalas chat dari teman-temannya. Sekaligus mengucapkan selamat padanya. Ada pula dari saudara kandungnya, ya, kakak tertuanya mengucapkan selamat padanya. Meskipun begitu hati Anita tidak bahagia. Ia hanya menikah instan tanpa hadir orangtua atau teman dekat.

Anita cuma bisa menghela napas panjang, ia sudah menikah berarti hutang dari abangnya telah lunas. Bahkan tidak ada kata terima kasih dari mereka. Baginya sudah biasa, sekarang yang harus ia pikirkan kedepannya. Bagaimana jika mimpi buruk itu terjadi padanya. Walaupun Andre telah menjadi suaminya, suami biasa tanpa melekat cincin asli di jari manisnya. Anggap saja ia sebagai simpanannya memuaskan nafsu hasrat untuk Andre.

Di luar kamar, sangat jelas terdengar suara tawa mereka. Teman-teman Andre sangat ramah, bahkan baik padanya. Untuk sekarang mereka baik, untuk esoknya belum tentu mereka baik. Mungkin akan lebih buruk lagi, ia dicaci maki sebagai perebut suami orang.

"Selamat ya, atas pernikahanmu." Suara itu tiba-tiba mengejutkan dirinya. Dengan cepat Anita menghapus sisa air mata yang sempat jatuh di sana.

"Ah? Iya, terima kasih," senyumnya, mencoba untuk tidak sedih. Antoni menarik kursi itu, dan duduk di sana berhadapan dengannya.

"Kenapa menangis? Seharusnya kau bahagia sudah menikah, dan menyetujui ucapannya," tanyanya, seakan ia juga ikut sedih melihat wanitanya tidak bahagia. Apa yang bisa ia lakukan untuk dia? Berapa kali pun ia mencoba meyakinkan dia untuk menerima pernikahan itu, tetap dia harus menerima. Jika tidak, dia yang disalahkan oleh orang terdekatnya.

"Maaf, kalau aku ..." Anita mencoba untuk tidak menangis. Bibir yang gemetar itu sebagai penahanan agar tidak jatuh air matanya.

"Tidak perlu minta maaf, keputusanmu sudah benar. Akan percuma juga jika aku membayar hutang Abang mu belum tentu kau akan bebas darinya. Andre akan melakukan apa pun agar kau mau menuruti kata-katanya, karena kau telah menjadi miliknya," sambung Antoni berbicara seakan kalimat itu ia wakilkan rasa gelisahnya.

Antoni bangun dari duduknya kemudian menghela sangat keras. Anita mendengar jelas suara itu. "Kau tidak ingin bergabung dengan mereka? Bukankah hari ini adalah hari kebahagiaan mu dengan bos terhormat?" ujar Antoni seakan kata-katanya sebagai perpisahan terakhir.

Anita tidak menanggapi, ia membiarkan Antoni mendahului keluar dari sana.

Lalu Anita membuka lembaran kosong di catatan ponselnya. Di sanalah ia mengetik atas ke pilihannya.

****

Sudah pukul 12 malam, akhirnya Anita memilih untuk tidur saja. Ia tidak peduli dengan suara di luar kamarnya, lebih penting istirahat. Sepertinya tulang berulangnya masih terasa pegal. Bagaimana tidak pegal, semalam melakukan hubungan intim dengan Andre tidak cukup untuk rasa kantuk yang kini semakin berat.

Ia tidak peduli kalau pun Andre marah padanya. Ya ia inginkan mengisi tenaga untuk dihari esok. Larut demi larut ia pun terpejam dengan alam mimpinya. Sedangkan di luar kamar tersebut, Andre masih setengah sadar, setelah teman-temannya berpamitan untuk pulang. Lalu suasana dalam apartemen sangat berantakan. Ia memilih untuk meninggalkan barang yang seperti sampah itu. Lebih diutamakan adalah masuk ke kamar untuk tidur.

Tinggal mereka berdua di apartemen itu, Antoni tentu tidak ingin mengganggu kebahagiaan Andre dan juga Anita. Antoni akan memilih menginap di hotel. Hingga waktu lengang dan aman, ia akan kembali ke apartemen itu. Jika tidak diperintah oleh Andre tentu Antoni tidak menjalankan perintah tersebut dengan suka hatinya.

Andre membuka pintu pelan-pelan, di sana ia menemukan sosok seorang wanita yang sudah terlelap tidur. Setengah sadar, walau ia sempoyongan karena pengaruh alkohol tadi.

Ia melepas bajunya, kemudian diletakkan sembarang tempat, setelah itu ia pun menghampiri tempat tidur di mana Anita dalam keadaan begitu tenang. Takut membangunkan dia, Andre pun perlahan-lahan masuk di balik selimut tebal, dan lebih dekat lagi. Kemudian ia pun bisa melihat leluasa sosok wanita di depan matanya.

Meskipun ia berusaha untuk tidak tidur, akibat alkohol. Beberapa menit kemudian, ia tidak tahan menggeser anak rambut selalu menutupi wajah manis itu. Lalu menyentuh pelan, setelahnya....

*****

Anita yang tidur sangat pulas harus terusik sesuatu tidak ia inginkan. Ia pun mencoba memindahkan posisinya, namun sesuatu menindihnya sangat berat, sehingga napas bagian paru-paru tersentak sangat kuat. Ia pun dengan berani buka matanya, dan dengan syoknya, Anita pun untuk berteriak, namun di bungkam oleh seseorang.

Anita berontak-rontak, untuk melepas dari serangan tidak ia kenal. Lalu....

Anita pun terbangun dari tidurnya, ia seakan mimpi itu sangat buruk. Ia tidak pernah merasakan jika mimpi itu terus menghantuinya. Entah siapa lelaki mencoba memerkosanya.

Sudah pagi, pukul 5. Suara kamar mandi terbuka, seseorang muncul. Andre baru saja selesai mandi. Tidak pernah lepas dari aroma sampo dan sabun melekat di badannya. Andre menatap bingung terhadap Anita.

"Kau sudah bangun?" tanyanya memakai kemeja kerjanya, hari ini Andre akan lebih sibuk.

Anita tidak menjawab, ia meremas rambutnya, dan mengusap kasar wajahnya. Andre semakin bingung atas sikap wanitanya.

"Ada apa? Kenapa diam? Apa kau mimpi buruk?" Andre mendekat dan duduk di tepi tempat tidurnya.

Anita masih tidak menjawab, lalu beberapa detik Andre menyeka keringat pada kening Anita.

"Ada apa? Sepertinya kau benar-benar mimpi buruk sekali?" Andre mengulang kembali pertanyaan itu.

Tetapi Anita bukan menjawab ia malah memilih untuk berbaring dan kembali tidur. Andre tidak memaksa ia pun beranjak dari duduknya.

"Ya sudah, aku tidak memaksa kau menjawab. Sepertinya dalam seminggu ini, aku akan sibuk. Jaga dirimu baik-baik di sini. Jangan pernah main belakang. Aku akan minta Antoni menemanimu selagi aku tidak ada di sini," ucapnya sembari beri ciuman cinta pada Anita.

Sepeninggal Andre dari kamarnya, Anita pun membuka matanya. Ia tidak tidur, ia masih terngiang-ngiang atas mimpi buruk itu. Ia tidak yakin jika yang mencoba melakukan kasar padanya adalah Andre.