Chereads / Kembalinya Sang Mantan / Chapter 7 - Bab 7

Chapter 7 - Bab 7

Anelis dan Tera bersenang-senang bersama dengan teman-teman Tera, yang rata-rata laki-laki. Ya, sifat Tera yang ramah dan gaul membuatnya didekati banyak orang meskipun dari kalangan biasa. Berbeda jauh dengan Anelis yang memiliki Tera seorang untuk dijadikan teman.

Pagi itu pun berakhir dengan sangat indah bagi Anelis yang sangat jarang merasakan indahnya dunia luar. Penyebabnya karena Santi mengurungnya, beralasan ayah Anelis lah yang memberi perintah. Akan tetapi, pernikahannya yang gagal membuat Santi berpikir ada baiknya jika Anelis menghirup udara luar agar tidak merasa depresi.

"Terima kasih ya, Tera. Karena sudah membawaku jalan-jalan. Aku senang sekali," ucap Anelis sambil mengembalikan helm yang ia pakai kepada Tera.

"Santai kali! Kita ini sahabat. Jangan lupa itu! Pakai terima kasih segala," jawab Tera sambil memukul pelan kening Anelis.

"Hahaha! Aku terlalu senang jadi lupa. Setelah sekian lama, akhirnya aku merasakan lagi hangatnya berkumpul dengan teman banyak. Biasanya, hanya bibi Titi yang selalu menemaniku. Kamu juga jarang karena sibuk kerja," ujar Anelis dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Gue kasihan lihat lo Lis. Lo anak orang kaya, tapi hidup lo lebih menyedihkan daripada burung dalam sangkar. Setidaknya, dia punya makanan seperti hewan lain butuhkan. Coba lo pikir zaman sekarang mana ada orang yang enggak punya handpone, Lis. Bukannya gue bermaksud mengeluh ya, Lis. Sebagai sahabat lo, gue ingin tahu kegiatan lu, dengar curahan hati lu karena gue peduli sama lo, Lis," jawab Tera sambil menepuk punggung Anelis.

"Sudah waktunya makan siang, pasti mama dan Erika menungguku. Aku pergi dulu ya, kamu hati-hati. Dadah!" Anelis berlari masuk ke dalam rumahnya sambil melambaikan tangannya.

Aku juga enggak tahu sampai kapan hidup seperti ini. Hanya papa yang memiliki kuasa atas diriku. Biar bagaimanapun darahnya mengalir dalam diriku. Batin Anelis.

***

Jeyhan membaca koran yang berisi berita tentang dirinya. Meskipun tanpa adanya poto dirinya yang tertera pada berita seperti koran umumnya. Kehidupan Jeyhan cukup misterius, tidak banyak orang yang tahu dengan wajahnya karena dalam acara apapun Leo yang dikirim untuk menggantikannya.

"Beritanya lumayan menggemparkan juga, aku cukup tersanjung. Apalagi kata-kata impoten, itu terdengar sangat spesial sekali," ujar Jeyhan sambil meletakkan koran tersebut.

"Kerja mereka lumayan cepat juga. Apa karena Tuan terlalu misterius? Akan tetapi, saya heran haruskah kita membodohi publik dengan berita aneh seperti ini? Saya tidak bisa menjamin keluarga Gurawa akan memberikan putrinya untuk Tuan nikahi," jawab Leo, yang merasa heran melihat tuannya bersikeras membuat berita mengerikan tentang dirinya sendiri.

"Jangan banyak bicara! Ini hanya taktik. Nanti kau akan mengerti begitu melihat hasil akhirnya," ujar Jeyhan.

"Kehidupan nyata Jeyhan Pradipta. Disebutkan bahwa dia terkenal berdarah dingin dan tidak pernah memberi ampun kepada siapapun yang melanggar. Dia seorang playboy akut yang sering bergonta-ganti pasangan dan sering kedapatan check-in di hotel. Impoten dan memiliki masalah dengan nafsu membuatnya loyo? Ini berita yang sangat mengerikan Tuan," ujar Leo berharap agar Jeyhan membatalkan niatnya menyebarkan berita bohong tentang dirinya sendiri.

"Aku tidak ingin saran darimu lagi. Pergilah, jumpai keluarga Gurawa sekarang. Pasti beritanya sudah tersebar sampai kesana," jawab Jeyhan sambil menggoyangkan tangannya, agar Leo segera pergi.

Leo tidak berkutik lagi. Ia pun berbalik hendak berjalan keluar.

"Leo! Pastikan kau membawa salah satu putri dari kediaman Gurawa padaku," ujar Jeyhan.

"Baik Tuan," jawab Leo lalu berjalan kembali.

Kau tidak tahu Leo. Ada yang sedang aku pastikan kebenarannya. Batin Jeyhan sambil memijat dahinnya.

***

Jam menunjukkan pukul 12.00 tepat waktu makan siang. Seperti biasa, keluarga Gurawa akan melewatkan jam makan siang bersama. Meskipun hanya ada Santi, Anelis serta Erika tanpa adanya Indra yang keadaannya sedang kritis.

"Bagaimana harimu? Apakah menyenangkan? Aku dengar kamu dengan temanmu itu sangat menikmatinya," ujar Santi di tengah-tengah acara makan siang berlanjut. Dan itu tidak seperti hari-hari biasanya.

"Terima kasih sudah peduli pada saya. Anda benar, saya sangat menikmatinya," jawab Anelis sambil tersenyum simpul.

"Hmmm penasaran deh sama teman-teman Kakak. Apakah mereka ramah? Bagaimana dengan merk pakaiannya? Tasnya? Berapa negara yang mereka lewati selama liburan," sindir Erika, sambil tersenyum sinis.

Anelis tidak menjawab. Senyuman segaris terlukis di wajahnya menanggapi Erika yang selalu berusaha membuatnya terlihat menyedihkan.

"Permisi Nyonya! Di ruang tengah ada tamu yang sedang menunggu. Katanya dia kiriman dari keluarga Pradipta," ujar Titi.

"Keluarga Pradipta? Untuk apa dia menemuiku? Kalian lanjutkanlah makannya." Santi pun beranjak dari ruang makan menuju ruang tengah.

Di sana terlihatlah Leo dengan setelan jas rapi yang tengah duduk dengan tegapnya.

"Sebuah kehormatan bagi kami atas kedatangan dari grup Pradipta," ujar Santi sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat. Leo pun berdiri seraya membalas hormat Santi.

Di lain sisi, Anelis yang sudah selesai melahap habis makanannya pun membersihkan bibirnya dengan tisu. Begitu juga dengan Erika yang langsung menyenderkan tubuhnya karena kekenyangan.

"Menurut Kakak, untuk apa ya keluarga pradipta datang ke rumah kita? Seingatku sih! Grup itu sangat berbeda jauh levelnya dengan grup Gurawa. Jadi, kalau kerjasama sepertinya enggak tepat deh," ujar Erika sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit.

"Aku tidak tahu. Aku juga enggak kenal grup itu. Aku tidak tahu apa-apa tentang bisnis," jawab Anelis cuek.

"Wah! Kakak selain pengangguran Kakak juga enggak punya pengetahuan apa-apa tentang dunia para pengusaha ya. Pantas saja, papa tidak mempercayakanmu untuk masuk ke dalam perusahaan. Aku mengerti sekarang! Kakak sudah seperti parasit saja," ledek Erika sambil tersenyum sinis.

Anelis terdiam mendengar penuturan Erika yang selalu berusaha memojokkannya. Namun Anelis yang memiliki sikap tenang tidak akan pernah terlihat lemah di depan Erika. Dan itu yang membuat Erika semakin kesal.

"Grup Pradipta itu terkenal dari dulu. Akan tetapi, posisi pemimpin digantikan oleh anak lelakinya yang bahkan tak seorangpun mengenalnya. Dia sangat misterius. Bahkan, aku baru mendengar berita di TV tentang dirinya. Dia sangat mengerikan. Koran-koran tentangnya tersebar luas dan itu dikatakan dari dia sendiri. Semuanya lengkap, lelaki berdarah dingin, playboy akut dan dia seorang impoten. Amit-amit punya pasangan seperti itu," jelas Erika yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Anelis.

"Permisi! Nyonya meminta para Nona untuk datang ke ruang tengah sekarang," ujar bi Titi.

"Apa? Untuk apa mama memanggil kami?" tanya Erika bingung.

Berbeda dengan Erika, Anelis justru langsung bangkit dari duduknya hendak menemui Santi yang sedang menunggu mereka. Erika pun langsung mengikutinya dari belakang.

"Permisi Ma! Bi Titi bilang Mama memanggil kami," ujar Anelis dengan sopan.

Leo sontak berdiri begitu melihat wajah Anelis, kecantikannya memang benar-benar membuat pria itu terpana.

"Ehm! Ini tuan Leo, ia adalah orang kepercayaan tuan Jeyhan dari grup Pradipta. Ucapkan salam padanya," jawab Santi sambil memberi kode kepada Erika agar memberi hormat seperti yang Anelis lakukan.

"Salam Tuan, semoga hari-hari Anda menyenangkan." Anelis dan Erika saling menundukkan kepalanya.

Leo yang tadinya terdiam karena terpana pun langsung tersadar akan tutur kata yang lembut dari Anelis. Mereka pun serempak duduk setelah perkenalan singkat itu dilakukan secara formal.

"Maksud dan kedatangan tuan Leo kemari untuk melamar salah satu dari kalian untuk dijadikan istri tuan Jeyhan. Pemimpin grup Pradipta," jelas Santi.

Anelis dan Erika langsung terperanjak kaget. Sementara itu, Leo tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Anelis yang terus menunduk. Matanya tidak bisa berbohong, Leo yang tidak pernah merasakan jatuh cinta itu dibuat tak berkutik pada pandangan pertama.

"Aku enggak mau, Ma! Tuan Jeyhan itu, dia-"

"Maaf! Waktu saya tidak banyak. Saya akan menunggu jawabannya malam ini. Pikirkanlah matang-matang. Terima kasih waktunya. Saya permisi dulu." Belum selesai Erika berbicara, Leo terlebih dahulu memotong perkataannya.

"Terima kasih atas kunjungannya Tuan," jawab Santi sambil menundukkan kepalanya diikuti oleh Anelis dan Erika.

Leo pun berjalan keluar, sebelum memasuki mobil mewahnya. Ia menoleh ke arah rumah Anelis, wajah simpul Anelis terlukis sempurna di hatinya.

***

"Erika! Bisa tidak kamu jaga etika di depan orang lain. Jangan kekanakan! Kamu ini sudah dewasa Erika!" teriak Santi yang tak habis pikir akan kelakuan putri kesayangannya yang memiliki sifat ceroboh.

"Ma-maaf Ma! Habisnya waktu Mama bilang tuan Jeyhan mencari istri. Aku langsung merinding. Berita tentangnya sangat mengerikan Ma. Dia itu seperti-

"Diam kamu Erika! Berita itu tidak penting! Coba kau pikir, akan lebih menyenangkan jika kau menikah dengannya dengan harta yang melimpah. Dan ingat juga perusahaan papamu terancam bangkrut. Memangnya kamu mau hidup dijalanan lagi meminta-minta belas kasih dari orang lain," ujar Santi.

Tubuh Erika seketika melemah, peristiwa kelam yang tidak ingin ia ingat itu kembali terputar di otaknya. Akan tetapi, memikirkan memiliki suami seperti karakter Jeyhan juga mengerikan baginya. Perlahan-lahan isak tangisnya pecah, ia terus menarik-narik rambutnya sendiri.

"Mama tidak menyayangiku. Mama menjualku karena harta, aku benci Mama! Lebih baik aku mati!" teriak Erika sambil terus menarik-narik rambutnya.

"Hentikan! Erika, mama bilang hentikan! Jangan.jangan seperti ini," ujar Santi berusaha menenangkan Erika.

"Enggak! Mama egois. Mama enggak pernah mengerti perasaanku yang di pikiran Mama hanya uang, uang dan uang." Memukul dirinya sendiri.

"Iya iya mama akan menolaknya! Tolong berhentilah," ujar Santi sambil menahan kedua tangan Erika.

Perlahan tapi pasti Erika pun berhenti menangis. Ia benar-benar kelelahan dengan napasnya yang tersenggal-senggal.

"Ta-tapi Ma. Bagaimana dengan perusahaan papa? Ki-kita akan bangkrut Ma," tanya Erika dengan suara terbata-bata.

"Itu mama akan cari cara lain. Jangan pernah berbuat seperti tadi lagi ya," jawab Santi sambil mengelus-elus punggung Erika.

"Sebenarnya Mama enggak perlu mencari cara lain. Betikan saja Anelis untuk menggantikan aku. Toh, dia juga 'kan putri Gurawa," ujar Erika.

Santi terdiam, ia memapah Erika kembali ke dalam kamarnya. Setelah memastikan putri tersayangnya itu lelap, ia pun pergi ke kamar Anelis.

Santi pun tiba di depan kamar Anelis, kamar yang tidak pernah ia datangi semenjak Indra Gurawa dinyatakan kritis.

Tok! Tok!

"Masuk!" Terdengarlah suara Anelis dari dalam, tanpa mengetahui ibu tirinya lah yang sedang mengunjungi kamarnya.

Santi pun membuka pintu kamar tersebut. Ia melihat Anelis yang duduk memunggunginya sambil menatap langit yang mulai senja serta menghitung burung-burung yang hinggap di pepohonan dekat kamarnya.

"Kamarmu sangat rapi," ujar Santi membuat Anelis terkejut dan langsung bangkit dari duduknya.

"Ma Mama!" Anelis memelotot tidak percaya ibu tirinya itu mendatanginya.

Santi tersenyum simpul melihat ekspresi Anelis yang tidak berkedip.

"Ada yang ingin aku sampaikan padamu. Aku harap tidak mengganggu," ujar Santi.

"Apa?"

BERSAMBUNG...