Jeyhan menatap kosong ke arah dinding ruang makan. Tanpa ia sadari lamunannya membuat para bibi yang sedari tadi berdiri menunggunya beranjak. Akan tetapi, makan malamnya bahkan tidak disentuh sama sekali.
Anelis, bagaimana caranya agar aku bisa melupakan perempuan kejam sepertimu? Aku bahkan menghancurkan pesta pernikahanmu. Apa yang kau lakukan sekarang. Kau pasti menangis bukan, sama seperti kau membuatku menangis dulu. Batin Jeyhan.
Para bibi mulai gontai, berbagai gaya berdiri telah mereka lakukan. Akan tetapi apalah daya sang tuan muda tak kunjung menghabiskan makan malamnya.
"Hatsyi!"
Salah satu dari para bibi pun bersin sontak membuat Jeyhan terperanjak kaget. Jeyhan pun menoleh, ia terkejut melihat wajah para ART-nya pucat pasi dan melemah.
"Ada apa dengan wajah Bibi semua? Kenapa pucat sekali?" tanya Jeyhan dengan polosnya tanpa tahu dialah penyebabnya. Namun tak seorang pun dari mereka yang menjawab. Mereka berusaha tidak pernah menyalahkan sang tuan muda.
"Bi Kinar, tolong jelaskan kepada saya. Apa Bibi semua sakit?" tanya Jeyhan kepada bibi yang paling tua.
"Ehm, anu Tuan sudah 40 menit kami berdiri Tuan tak kunjung menyentuh makan malam Tuan," jawab bi Kinar sambil menundukkan kepalanya.
Jeyhan terdiam seribu bahasa. Lamunannya lah yang menyebabkan kejadian itu terjadi. Ia pun segera memakan, makan malamnya secepat mungkin.
"Bibi, istirahatlah dulu. Saya bisa membereskannya sendiri. Maafkan saya," ujar Jeyhan menahan malu.
"Tapi Tuan, itu-
"Bibi tahu 'kan kalau saya tidak suka dibantah," ujar Jeyhan sambil memasang tatapan tajamnya.
"I-iya Tuan, kami permisi dulu," jawab bi Kinar lalu beranjak pergi diikuti para bibi lainnya.
Jeyhan menyandarkan tubuhnya. Ia mengusap kasar rambutnya. Lagi-lagi pikirannya dihantui oleh Anelis, hingga membuat pria tampan itu mengepalkan tangannya karena kesal.
Anelis! Sakit hatiku yang dulu. Kau harus membayarnya. Kali ini di sisa relung hatiku hanya ada butir-butir kebencian. Ini belum sebanding dengan rasa sakitku dulu. Batin Jeyhan.
***
Anelis mengibarkan senyumannya dikala ia melihat gelang yang ia pakai. Ya, gelang pemberian Jeyhan di masa lalu dianggap Anelis sebagai penyemangat hidupnya. Berkali-kali ia mencium gelang tersebut, lalu memeluknya.
Kak Han, apakah ini sebuah keajaiban? Hari ini aku sangat bahagia pernikahanku dengan Tora Aruan berakhir batal. Kak Han, aku tidak bisa melupakanmu. Aku selalu berdoa agar kita disatukan kembali. Setelah kejadian itu, bagaimana dengan hidupmu kak Han?
Anelis menatap bintang-bintang yang bertaburan. Seketika bayangan lelaki yang dirindukannya muncul dengan senyuman manis dan hangat.
Aku tidak tahu, bagaimana hidupmu? Tapi bisakah kita hidup berdua seperti masa lalu?
***
Leo memberikan berkas-berkas tentang silsilah keluarga Gurawa ke hadapan Jeyhan. Dengan cepat Jeyhan mengambilnya lalu memperhatikan potret keluarga Gurawa. Pandangannya terarah pada potret Anelis dengan rambut panjang terurai serta senyumannya yang selalu Jeyhan kagumi.
"Mereka belum pernah bekerja sama dengan kita, bukan?" tanya Jeyhan tanpa melepaskan pandangannya dari potret Anelis.
"Tidak Tuan, akan tetapi pak Krisna bilang mereka pernah menawarkan kerjasama tapi ditolak oleh pihak kita Tuan. Alasannya karena perusahaan mereka terancam bangkrut pembukuan uang yang bocor menyatakan penunggakan hutang di bank dengan jumlah yang sangat besar," jelas Leo.
"Berarti mereka belum pernah berjumpa denganku. Besok kau pergilah ke kediaman Gurawa. Katakan kepada mereka kalau aku berniat meminang salah satu dari putri mereka," ujar Jeyhan.
"Apa? Benarkah? Anda serius Tuan?" tanya Leo, tidak percaya dengan apa yang baru ia dengar barusan.
"Hmmm! Memikirkan nenek disana membuatku terpaksa melakukannya. Ingat! Sehabis kau mengantarku ke perusahaan, pergi temui mereka," ujar Jeyhan mulai bangkit dari duduknya.
"Baik Tuan," jawab Leo sambil menunduk. Ia pun tersenyum kecil, akhirnya sang tuan muda menyadari bahwa dirinya itu normal.
"Aku tahu apa yang ada di dalam benakmu. Oh ya, setelah kau pergi kesana. Katakan kepada mereka." Jeyhan membisikkan sesuatu ke telinga Leo, membuat Leo terkejut bukan kepalang.
"Kau mengerti?" tanya Jeyhan sambil menepuk punggung Leo.
"I-iya Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu," jawab Leo dengan sedikit terbata-bata.
Tuan, apa kau serius ingin menikah? Kalau begitu caranya. Perempuan gila mana yang mau denganmu? Entahlah, aku hanya bisa pasrah menghadapimu. Batin Leo mengiringi langkahnya meninggalkan Jeyhan.
****
Anelis bergegas bangun dan dengan segera ia menuju ke kamar mandi. Ya, Tera berjanji membawanya pergi jalan-jalan hari ini. Senyuman indahnya selalu terpencar, aura Anelis sangatlah indah. Pujian akan selalu mengiringinya setiap orang melihatnya.
"Pagi bi Titi," sapa Anelis sambil menggesek-gesekkan rambutnya dengan handuk. Rambut indah Anelis selalu disisir oleh bi Titi. Wanita paruh baya itu sangat menyukainya.
"Pagi juga Non, apa yang membuat Nona terlihat sangat bersemangat? Nona kalau tersenyum Nona terlihat sangat cantik," jawab bi Titi sambil membantu Anelis menyisir rambutnya.
"Terima kasih untuk pujiannya. Hari ini Tera libur, dia ingin membawaku jalan-jalan. Bibi ikut enggak, ikut ya! Ayo dong Bi," rengek Anelis berharap Titi mengatakan iya.
"Maaf Nona, bukannya enggak mau tapi bibi masih ada pekerjaan. Jadi, Nona saja yang pergi ya. Bibi senang banget lihat Nona ceria seperti ini. Jangan pernah menangis lagi ya Non, bibi jadi ikut sedih," jawab bi Titi.
Anelis mengangguk pelan. Tak lama kemudian Tera pun tiba dengan motor scoopy miliknya. Setelah mendapat pesan dari Tera, Anelis langsung beranjak keluar menemuinya.
"Gila! Cantik banget lo, Lis," puji Tera melihat penampilan Anelis.
"Kamu pasti mengejekku 'kan, karena ini baju yang kamu berikan tahun lalu. Kamu tahulah aku tidak hobi membeli baju baru," jawab Anelis sedikit malu.
"Gue bicara jujur tahu. Ya sudahlah, lo naik nanti jalan macet lagi," ujar Tera sambil menarik gas motornya.
Anelis pun menaiki motor Tera, dengan memakai helm. Motor pun bergerak lalu melaju cepat.
"Nanti lo mau belanja enggak?" tanya Tera sambil terus mengendarai motornya.
"Aku enggak beli apa-apa! Aku menemani kamu saja," jawab Anelis.
"Lo kaya tapi miskin, Lis. Orang tua lo enggak pernah ngasih uang saku ya sama lo. Hidup lo dengan si Erika jauh banget bedanya. Dia kuliah di kampus elit sedangkan lo berhenti kuliah karena alasan biaya. Ulang tahun dia mewah sedangkan lo enggak dirayakan. Hahaha..., emak tiri lo kelihatan banet pilih kasihnya, Lis," ujar Tera yang merasa kasihan dengan kehidupan Anelis.
"Enggak apa-apa Tera. Aku tidak pernah memikirkan apapun tentang mereka. Karena bagiku semuanya tidak penting lagi," jawab Anelis.
"Itu mulu jawaban lo. Lo jawab jujur ya, apa sih yang buat lo bahagia?" tanya Tera lagi.
"Ya, kamulah. Tera, sahabatku," jawab Anelis.
"Enggak Lis, yang buat lo bahagia adalah kak Han. Iya 'kan Lis?" tanya Tera yang berhasil membungkam bibir Anelis untuk menjawabnya.
"Ya! Lampu merah lagi. Ini bisa sampai sepuluh menitan. Benar-benar menyebalkan." Tera dengan ocehannya membuat Anelis tersenyum merasa lucu.
"Lo merasa gerah enggak? Kalau iya lepaskan dulu helmnya, ntar kalau sudah jalan baru lo pakai lagi," ujar Tera.
"Enggak kok! Aku merasa nyaman," jawab Anelis.
"Ya gue lupa. Lo kan cantik banget, kalau lo buka helm kecantikan lo mengundang banyak mata, berabe juga nanti," ledek Tera.
"Apaan sih Tera. Kesal tahu," ujar Anelis membuat Tera terkekeh.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di dekat mereka sontak membuat Tera terkejut melihat penampilan mobil yang mewah.
"Lis, lo pernah enggak naik mobil seperti ini?" tanya Tera.
"Pernah! Tapi sewaktu mama masih hidup, kenapa? Tera suka?"
"Ah enggak. Enggak apa-apa," jawab Tera merasa canggung.
Dasar Tera, lo goblok banget pakai bertanya segala. Sudah tau kalau Anelis sangat sedih kalau mamanya diungkit. Batin Tera.
***
Jeyhan yang berada di dalam mobil, mulai merasa jenuh. Sesekali ia menoleh ke arah kirinya yang tampak seorang perempuan sedang tersenyum hingga membuat lesung pipinya terbentuk sempurna.
Lagi-lagi Jeyhan membayangkan Anelis. Jeyhan dan Anelis memiliki lesung pipi di kedua pipi mereka.
Tidak! Lupakan hal manis dahulu. Perempuan itu tidak baik. Sekarang fokus pada sakit hati dan dendammu. Batin Jeyhan.
Lampu hijau pun menampakkan diri pada rambu lalu lintas. Seluruh kendaraan pun bergerak jalan. Kejenuhan Jeyhan pun berakhir.
BERSAMBUNG....