Dua hari pun berlalu, pesta yang digadang-gadang termewah di tahun ini pun tiba. Para tamu dibuat melongo dikala mereka memasuki gedung yang bernuansa Eropa dengan corak klasik nan mewah.
Sementara itu Anelis dengan riasan di wajahnya menatap pantulan dirinya di cermin.
"Nona Anelis benar-benar cantik, kulitnya sangat halus. Tuan Tora Aruan sangat beruntung ya," puji salah satu perias.
"Kau benar! Tubuh langsingnya sangat cocok memakai jenis pakaian apapun. Membuatku iri saja, pantas saja tuan Tora Aruan membuat pesta termegah. Calon istrinya begini," jawab seorang perias lagi, dan dengan terpaksa Anelis menyunggingkan senyumannya.
Ceklek!
Seseorang membuka pintu dan dia adalah Tera sahabat Anelis. Dengan seragam SPG-nya wanita itu mencoba menormalkan napasnya yang tersenggal-senggal.
"Maaf, apakah meriasnya sudah selesai?" tanya Anelis.
"Sudah Nona," jawab para perias serempak.
"Bisakah kalian meninggalkan kami berdua?" tanya Anelis lagi yang dibalas dengan anggukan kepala oleh para perias lalu pergi meninggalkan Anelis dan Tera.
Tera berjalan mendekati Anelis. Ia pun duduk di samping Anelis sambil menatap wajah sahabatnya itu lekat. Anelis pun tersenyum yang Tera tahu senyuman itu sangatlah palsu.
"Kamu enggak kerja?" tanya Anelis.
"Lo married gue kerja, lo kira gue teman apaan?" jawab Tera sambil menormalkan duduknya yang semula mengarah ke arah Anelis.
"Terima kasih ya, sudah datang kemari. Kamu memang sahabat terbaik," ucap Anelis.
"Lupakan mengenai sahabat terbaik karena kado pun gue enggak punya," jawab Tera kesal pada dirinya sendiri.
"Di dalam hidupku selain mama, aku memiliki dirimu. Bagiku kamu anugerah Tera. Aku tidak tahu, apa jadinya hidupku tanpamu. Terima kasih ya sudah menemaniku sejauh ini," ujar Anelis.
"Lo salah Lis. Sebenarnya lo punya seseorang lagi yang lo tunggu kehadirannya, iya kan?" Menatap sendu ke arah Anelis.
Anelis terdiam, ia menghembuskan napasnya pelan. Sesekali ia menatap detail kebaya mewah yang membaluti tubuhnya.
"Mau semewah apapun itu. Lo masih memilih kak Han yang sederhana. Gue tahu itu Lis. Kenapa tidak mencarinya saja? Dan lo bisa saja menolak si Tora Aruan kan," ujar Tera sambil mengelus selendang berbahan brukat yang menutupi kepala Anelis.
"Enggak segampang itu Tera. Aku enggak mau menjadi anak durhaka dan kak Han dengan perkataan kasarku 7 tahun yang lalu. Menurutmu, apakah aku masih pantas mendapatkan maaf darinya? Aku ini jahat Tera," jawab Anelis dengan mata yang berkaca-kaca.
"Bukan lo yang durhaka Lis, tapi ayah lo yang enggak pernah memikirkan kebahagiaan lo. Anelis, jika bukan karena dia mungkin sekarang kak Han yang akan memasangkan cincin ke jari manis lo. Sebagai sahabat gue benci ayah lo, Lis," tutur Tera sambil memeluk Anelis.
Tok! Tok!
"Maaf Nona pengantin pria akan sampai sebentar lagi, apa teman Nona tidak membutuhkan gaun untuk mengiringi Nona akad nanti?" tanya salah satu perias
"Enggak! Gue enggak mau," jawab Tera menolak.
"Ayolah Tera, aku mohon," ujar Anelis penuh harap.
"Aish! Iya-iya sekarang mana gaunnya?" tanya Tera dengan sedikit kesal.
Dua perias itu pun masuk dan membantu Tera memilih gaun serta memakaikannya. Mereka pun merias wajah Tera yang juga lumayan manis dengan rambut keritingnya.
***
Leo memberikan undangan yang berdesain mewah kepada Jeyhan yang sedang sibuk menatap pesan dari neneknya melalui ponselnya.
Tak lama kemudian, Jeyhan pun meletakkan ponselnya di atas meja. Ia menyenderkan tubuhnya di kursi goyang, kursi kekuasaan miliknya.
"Hari ini, Tora Aruan menikah. Apakah perlu kita mengacaukannya?" tanya Leo.
"Tidak! Biarkan dia menikmati kehidupannya hingga bulan madunya. Lalu setelah itu, barulah kita memberikan dia sebuah kejutan," jawab Jeyhan sambil tersenyum sinis.
"Baik Tuan, apa ada yang Anda butuhkan lagi?" tanya Leo.
"Siapa calon istri Tora Aruan? Apakah dia berasal dari keluarga pebisnis atau pejabat?" tanya Jeyhan sambil menggoyang-goyangkan kursinya.
Leo mengambil undangan yang ia letakkan di atas meja tadi.
"Dia berasal dari keluarga pebisnis yang saat ini dipimpin oleh ibunya," jawab Leo.
"Hmmm, apa nama perusahaannya? Apa berhubungan dengan fashion atau-
"Mereka memproduksi bahan bakal Tuan," jawab Leo lagi.
Jeyhan pun terdiam sejenak. Ia mulai berpikir untuk apa ia menanyakan hal yang tidak penting. Sementara itu Leo hanya tetap berdiri tegap menunggu perintah dari bos nya itu.
"Kapan pestanya?" tanya Jeyhan.
"Hari ini Tuan, apa Tuan bersedia datang? Tadi tuan Tora Aruan menanyakan perihal kehadiran Tuan di pesta pernikahannya," jawab Leo sambil menyusun rapi berkas-berkas.
"Untuk apa aku datang? Hanya akan membuat kemarahanku semakin membesar saja, kau pergilah aku mau istirahat dari tadi kepalaku pusing," jawab Jeyhan sambil memijat-mijat dahinya.
"Baiklah! Saya permisi dulu." Leo pun berbalik hendak pergi.
Aduh, kenapa aku masih memikirkan calon istri si cupu ya, rasanya kepalaku hampir mau meledak. Batin Jeyhan.
"Tunggu sebentar! Siapa nama calon istri Tora Aruan? Serta nama grup keluarganya?" tanya Jeyhan membuat langkah Leo terhenti lalu menoleh.
"Dia berasal dari grup Gurawa. Dan nama calon istri Tora Aruan adalah nona Anelis Gurawa, putri dari-
"A-apa? Anelis Gurawa? Kau tidak salah 'kan?" tanya Jeyhan memelotot terkejut.
Leo berjalan mendekat ke arah Jeyhan. Ia tidak mengerti kenapa Jeyhan menunjukkan ekspresi seperti itu. Ia menunjukkan surat undangan pernikahan mewah itu kembali ke hadapan Jeyhan, untuk memastikan perkataannya.
Dan benar saja, Jeyhan semakin terkejut. Tangannya bergetar seketika.
"Leo kirimkan hadiah untuk pesta pernikahan Tora Aruan. Buat kejutan yang tak bisa ia lupakan selama ia hidup!" perintah Jeyhan.
"Baik Tuan. Saya mengerti maksud Tuan, kalau begitu saya pamit dulu," jawab Leo, membungkuk lalu berjalan keluar.
Akhirnya! Aku menemukanmu, Anelis. Batin Jeyhan lalu merobek undangan yang berdesain mewah tersebut.
***
Seluruh tamu undangan yang sedari tadi sudah memenuhi gedung, tampak berdiri dari kursinya begitu si pembawa acara mengatakan bahwa sang pengantin wanita akan memasuki ruangan tersebut.
Mereka dibuat memelotot terkejut, dikala melihat sosok Anelis dengan balutan kebaya serta riasan yang membuatnya semakin cantik. Didampingi oleh Tera dan Santi yang sedari tadi melemparkan senyuman mereka kepada para tamu yang hadir.
Kak Han, dalam kehidupan apapun aku berharap agar Kakak selalu bahagia. Dari lubuk hati yang paling dalam maafkan aku. Batin Anelis.
Tora tak hentinya memandangi Anelis yang sudah berada di sampingnya. Sementara itu, Anelis hanya menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Bisa kita mulai." Suara penghulu membuat Tora mengalihkan pandangannya dari Anelis.
"Bisa Pak," jawab Tora singkat.
"Baiklah, Bismillahirrohmanirrohim. Saudara Tora Aruan saya nikah dan kawinkan engkau dengan Anelis binti-
"Permisi semua! Saya dari kepolisian mendapat laporan tentang saudara Tora Aruan," ujar seorang pria dewasa sambil menunjukkan id-card miliknya.
"Apa-apaan ini? Tolong jangan membuat kegaduhan," tanya Arin sambil memegangi tangan putranya.
Pria yang memakai jaket tebal berwarna hitam itu pun memberikan selembar kertas kepada Arin.
"Kami mendapat laporan, bahwa putra Nyonya melakukan penggelapan dana beberapa tahun terakhir. Jadi tolong kerja samanya Nyonya," jelas sang polisi.
"Apa? Penggelapan dana. Tora! Apa itu benar?" tanya Santi yang ditanggapi Tora dengan anggukan kepala. Seluruh para tamu pun serempak heboh, mulut mereka mulai komat kamit menanggapi perihal tersebut.
"Kalian berdua bawa dia!" perintah sang polisi kepada anak buahnya.
"Tidak! Jangan bawa anak saya dulu. Tunggu ijab kabulnya selesai. Barulah Bapak sekalian bisa membawanya," ujar Arin berusaha menahan para polisi untuk tidak membawa Tora.
"Maaf, Nyonya Arin saya selaku ibu Anelis tidak sudi memiliki menantu yang melakukan hal memalukan seperti itu. Pernikahan ini dibatalkan, Anelis bangunlah ayo kita pulang sayang," ujar Santi sambil membantu Anelis bangun dari duduknya yang sedari tadi tetap diam dan diam.
"Jeng! Tolong Jeng tidak boleh membatalkan pernikahan ini. Malu sama para tamu undangan," ujar Arin sambil terus menarik tangan Santi berusaha mencegahnya membawa Anelis.
"Maaf Jeng! Lebih memalukan lagi kalau pernikahan ini dilanjutkan. Putri saya layak mendapatkan yang jauh lebih baik," jawab Santi lalu melepaskan tangan Arin yang terus berusaha membujuknya.
Keadaan semakin heboh dikala Tora Aruan digiring paksa oleh para polisi. Para tamu pun mulai bubar hingga tinggallah Aufar Aruan dan Arin yang meratapi kesedihan melihat putra semata wayang dibawa oleh para polisi. Pesta yang sudah sangat dinanti itu pun hancur.
***
Tera membantu menyisir rambut panjang Anelis dari belakang. Ia selalu menatap kagum kepada fisik yang dimiliki sahabat tercintanya itu.
"Jangan melihatku seperti itu, aku enggak apa-apa kok," ujar Anelis sambil menatap pantulan mereka di cermin besar miliknya.
"Ye..., gue malah bersyukur kalau lo enggak jadi menikah. Itu artinya lo enggak berjodoh sama si kacamata itu," jawab Tera.
"Hush! Jangan mengejeknya begitu. Enggak baik, tahu," ujar Anelis.
"Ya habis enggak nyangka banget dibalik penampilannya yang cupu ternyata diam-diam korupsi. Jijik banget tahu," jawab Tera lalu duduk di dekat Anelis.
Anelis pun tersenyum simpul melihat sahabatnya itu berdecak kesal dengan kerutan yang berbentuk di dahinya.
"Apa senyum-senyum? Enggak tahu ya kalau gua lagi kesal," ujar Tera.
"Kamu kalau kesal mengeluarkan kerutan. Kamu bukannya enggak takut tua ya. Hahaha!" jawwb Anelis diiringi suara tawanya yang sudah lama tidak terdengar.
Tera pun tersenyum haru, ia tidak menyangka akhirnya bisa mendengar suara tawa halus Anelis. Ia pun meraih tangan Anelis lalu menggenggamnya.
"Anelis, lo pantas bahagia. Kapan dan dimanapun lo berada, gue akan selalu berusaha ada buat lo. Jadi, jangan pernah sedih lagi ya," ujar Tera lalu mengelus lembut punggung Anelis.
Anelis pun mengangguk. Segera ia raih tubuh sahatnya itu lalu memeluknya. Sebulir air mata pun membasahi pipinya.
BERSAMBUNG...