Chereads / The Resurrection of The Devil : TROYA / Chapter 4 - Episode 3 : Menyeberang ke Dimensi Nyata

Chapter 4 - Episode 3 : Menyeberang ke Dimensi Nyata

"Sudah semua?"

"Sudah, Nona."

"Kemarin, aku datang ke istana Negara Api, untuk bertanya kepada ayahku soal simbol ini."

Wida memberi kode kepada Andre agar menampilkan gambar dari polaroid yang ia tunjukkan kepada Chandra tempo hari. Layar proyektor menampilkan gambar yang diminta oleh Wida, setelah Andre menganggukkan kepalanya.

"Simbol ini—ah atau bisa kalian sebut aksara sanskerta."

Wida berdiri lalu melepas kancing blazernya agar bisa leluasa.

"Sebelum kita membahas arti dari aksara ini, aku ingin bertanya kepada kalian ... Apa kalian mengenal Troya?"

Semua orang kecuali Kusuma dan Tyo langsung tegang, terlihat dari raut wajah mereka.

"Kalian pasti tahu, siapa Troya. Troya adalah makhluk peralihan elemen milik mendiang kakekku, Yordan Wicaksono. Troya adalah topik utama yang akan kita bahas di sini."

Arga mengangkat tangannya. "Sebelumnya, maaf karena menyela Anda, Nona. Apa ada sesuatu hal buruk yang tengah terjadi, Nona?"

Wida tersenyum, "Tidak ada hal buruk yang sedang terjadi, Arga," sahutnya.

"Lalu?"

"Aksara sanskerta yang tengah kita lihat ini adalah pesan yang disampaikan oleh Troya untukku."

"Hah?"

"Dengan bantuan Demian, Phoenix dan Azuna kemarin, aksara ini berhasil diterjemahkan. Yang intinya, Troya masih hidup dan sekarang berada di dimensi nyata," jelas Andre.

"Apa?!" pekik semua orang. Wida, Tyo dan Kusuma mendesah. Mereka sudah menduga bahwa respons orang-orang akan terkejut seperti ini.

"Tapi, Nona-"

"Aku tahu!" tukas Wida. "Troya harusnya sudah mati bertahun-tahun yang lalu, mengingat kakekku sudah tiada lebih dari dua puluh tahun silam. Dan ya, respons kalian sama dengan responsku kami kemarin, saat Demian menerjemahkan aksara itu."

Semua orang saling memandang lantas kembali menatap Wida.

"Kalau boleh kami tahu, apa terjemahan dari aksara itu, Nona?" tanya Dewi membuka suara. Dia sangat penasaran dengan terjemahan dari aksara berbentuk aneh itu.

"Kalimat yang pertama, berbunyi 'Aku hanya wujud tanpa tubuh yang terus hidup terpisah dari pemilik' yang artinya dia adalah sosok peralihan elemen tanpa wujud yang terpisah jauh dari sang Avatar. Kalimat kedua berbunyi, 'Aku adalah wujud dengan seribu mahamasthra namun cahaya putih lepas dari tanganku', artinya, dia adalah wujud yang memiliki benang mahamasthra sama seperti aku, Phoenix dan Demian."

Wida menunjuk ke layar proyektor tepat pada kalimat kedua. "Dan cahaya putih yang di maksud di sini adalah Phoenix. Kalian juga tahu, kalau Phoenix adalah raja elemen api yang apinya berwarna putih. Kalimat ketiga berbunyi, 'Aku adalah tempat di mana semua bermula namun aku bukan dewa atau titisan dewa'. Di sini jelas bahwa Troya menjelaskan bahwa dia adalah tempat di mana semua kekacauan terjadi. Namun, dia bukan dewa ataupun titisannya."

Wida menenggak air putih yang disediakan oleh Andre, asisten tercintanya. Dia tampak mengatur napas lantas melanjutkan ucapannya.

"Kalimat keempat berbunyi, 'Aku adalah kunci atas kejadian masa lampau. Kehancuran dan pemberontakan, aku tahu bahkan seluruh tubuhku adalah kata sandi' ... Kita semua tahu, pemberontakan dan kehancuran yang dimaksud adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Hamdan Zoelva Wicaksono dan kehancuran dinasti Wicaksono. Dan yang dimaksud tubuhnya adalah kata sandi adalah Troya sendiri merupakan saksi kunci atas peristiwa berdarah Keluarga Wicaksono dulu."

Wida tampak menghirup napas lalu menghembuskannya perlahan-lahan. "Dan yang terakhir berbunyi, 'Aku berwujud aswa dengan agni yang menyelimuti seluruh ragaku. Aku hidup dalam dunia dengan dimensi tanpa elemen' artinya dia hidup di dunia di mana tidak ada elemen. Dia hidup di dimensi yang berbeda dengan kita. Namun, bukan dimensi paralel seperti milik Phoenix dan makhluk peralihan elemen lainnya. Dia hidup di dimensi di mana aksara itu berasal ... Dimensi nyata," jelas Wida panjang lebar. Semua orang semakin tercengang akan penjelasan Wida.

Untuk sejenak suasana dalam ruang rapat menjadi hening. Semua orang hanyut dalam lamunan masing-masing.

"Lalu, apa tindakan kita selanjutnya, Nona?" tanya Mira memecah keheningan. Wida menatap Mira lalu kembali duduk di kursi kepemimpinannya.

"Aku akan pergi ke dimensi nyata dan mencari keberadaan Troya. Aku harus mencari tahu kebenaran mengenai pemberontakan paman Hamdan. Aku merasa bahwa ada sebuah konspirasi besar di sini," sahut Wida yang lagi-lagi membuat semua orang terkejut termasuk Tyo dan Kusuma.

Tyo dan Kusuma benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka, karena bukan ini yang direncanakan semalam.

Demi Tuhan, dia benar-benar tidak bisa ditebak!

"Kau tidak bisa menyeberang ke dimensi nyata dengan sembarang, Wida!" ujar Kusuma kesal setengah membentak.

"Kenapa tidak bisa?"

"Karena kau harus mendapatkan izin dari pihak Mahkamah Hukum Tertinggi. Dan itu hukumnya wajib, Wida," ujar Kusuma penuh penekanan.

"Memangnya kenapa, kalau aku tetap pergi, tanpa mendapatkan izin dari para tikus berdasi itu?" tantang Wida.

Situasi mulai memanas antara Kusuma dan Wida. Tidak biasanya, Kusuma terlihat semarah itu kepada Wida. Padahal, biasanya dia yang paling tidak tega kepada Wida.

"Kau bisa dipenjara seumur hidup dan diasingkan dari Negara Elemen. Dan lebih buruknya, GoE akan dibubarkan secara paksa!"

"Mereka harus melangkahi mayatku dulu sebelum berniat membubarkan GoE," sahut Wida dengan intonasi rendah.

"Statusmu sebagai putri gubernur Negara Api tidak akan berpengaruh apa-apa."

Dada Kusuma kembang kempis. Entah mengapa dia sangat tidak setuju dengan keputusan Wida. Cukup kemarin Wida terluka. Seterusnya, jangan. Dia terlalu menyayangi adik tanpa ikatan darahnya itu.

"Dengan atau tanpa persetujuan kalian ... Aku akan tetap pergi!" Wida bangkit dari duduknya, "rapat selesai. Aku permisi!"

"Wida, dengarkan kakak sekali ini saja! Wida! Wida!" Kusuma berlari mengejar Wida yang sudah memasuki lift menuju lantai dasar. Tyo, Mira dan Dewi ikut mengejar. Mereka harus membujuk Wida. Kalau tidak, Wida dengan segala kenekatannya, akan berdampak buruk bagi masa depan wanita keras kepala itu.

***

"Jadi?"

Wida menatap Tretan. "Seberangkan aku ke dimensi nyata. Aku akan mencari Troya."

Tretan, Moora dan Gauri saling menatap. Wida menarik Gauri, mereka dengan paksa untuk masuk ke dimensi paralel Phoenix. Karena jika Gauri, Tretan dan Moora berada di wilayah teritorialnya, mereka akan mudah untuk dikendalikan. Phoenix, Demian dan Azuna hanya menonton. Mereka sedang malas mendebat Wida. Wanita itu lebih kejam jika suasana hatinya tengah buruk seperti saat ini. Lagi pula, Phoenix juga mendukung niat Wida untuk menyeberang ke dimensi nyata sendirian. Karena Phoenix yakin, jika para petinggi GoE itu ikut, mereka akan sangat merepotkan dan akhirnya malah menjadi beban untuk Wida.

Gauri yang tidak tahu apa-apa hanya menatap Wida, Phoenix, Azuna dan Demian dengan tatapan kagum. Tretan mendengkus. Kalau saja dia bisa mengajukan protes kepada Chandra, dia tidak ingin disegel dalam tubuh gadis blasteran dimensi ini. Karena selain menjengkelkan, gadis ini benar-benar norak. Lihat saja tatapannya itu. Benar-benar membuatnya kesal.

Phoenix terkekeh-kekeh melihat ekspresi bodoh dari Gauri. "Apa baru pertama kali kau melihat makhluk setampan aku?" celetuknya dengan intonasi angkuh.

Semua kompak memutar bola mata lalu berdecak.

"Paman, kau terlalu percaya diri dan membuatku ingin muntah," sungut Wida.

"Iri bilang bos!"

Wida mengerutkan dahinya. Aksen yang digunakan oleh Phoenix barusan, terdengar sangat aneh dan asing bagi Wida. Tretan tertawa terbahak-bahak. Phoenix diam-diam belajar cara bicara manusia di dimensi nyata.

"Kalian aneh," celetuk Gauri.

"Bagaimana?" sungut Phoenix tidak terima.

Moora menyentil kening Gauri, "Dia adalah raja elemen. Yang sopan, Gauri," omelnya.

Gauri mengusap bekas sentilan Moora sembari mencebikkan bibirnya dengan kesal.

"Maafkan Gauri, yang mulia-"

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" ketus Phoenix.

"Kau benar-benar aneh, Ayah."

Phoenix menatap Demian dengan sengit.

"Dipanggil siluman tidak mau, dipanggil yang mulia tidak mau. Sebenarnya apa maumu?" Demian tetap melanjutkan ucapannya tanpa menyadari bahwa Phoenix bersiap untuk mencelupkannya ke kawah Candradimuka lagi.

"Dasar anak durhaka! Kau-"

"Ayah? Anak? Ck! Sebenarnya ada apa ini? Aku tidak paham!" jerit Gauri meluapkan segala kekesalannya pada makhluk-makhluk yang tidak jelas di depannya ini.

Azuna yang sejak tadi hanya menyimak, memutuskan untuk menghampiri Gauri.

"Kau sudah tahu mengenai identitasmu yang sebenarnya, 'kan?"

Gauri menganggukkan kepalanya.

"Ayahmu adalah mantan kepala kepolisian Negara Api. Dia memilih untuk tinggal di dimensi nyata demi bisa hidup bersama ibumu. Itulah salah satu alasan ayahku menitipkan Tretan padamu. Karena selain kau termasuk warga Negara Api, kau juga memiliki fisik yang cukup kuat untuk menjadi wadah bedebah Tretan," jelas Wida menyela Azuna yang akan berbicara.

"Dia adalah Phoenix, sang raja elemen yang sombongnya tidak tertolong. Makhluk berwujud wanita cantik di sampingmu itu adalah Azuna, makhluk peralihan elemenku. Dan itu, si bocah kecil yang baru lahir, namanya Demian," lanjut Wida memperkenalkan ketiga iblisnya.

"Bocah? Sepertinya dia berusia lebih tua dibandingkan dengan aku."

"Ah, ceritanya panjang. Intinya, kau harus membantuku untuk mencari keberadaan Troya. Paham?"

Gauri menggelengkan kepalanya.

Wida menepuk dahinya. "Oh, astaga! Kesabaranku menipis!" pekik Wida kesal setengah mati.

Tretan kembali tertawa terbahak-bahak. Dia puas karena Wida merasakan bagaimana jengkelnya berbicara dengan Gauri. Avatarnya itu sedikit 'Lola' alias loading lama.

"Dari tadi kau hanya tertawa. Apa kau sudah gila, Tretan?" ketus Moora.

Tretan berusaha meredakan tawanya. "Aku hanya-"

"Sudah akur, huh?" cibir Demian.

"Kalau aku dan Moora belum akur, bisa-bisa Avatarmu yang kurang ajar itu akan mematahkan sayapku lagi," sahut Tretan.

"Hai, semuanya ... Kembali ke topik pembicaraan yuk! Sebelum aku benar-benar kesal dan memanggang kalian hidup-hidup," ancam Wida.

Ajaib! Semuanya patuh bahkan termasuk Tretan dan Moora yang patuh kepada ancaman Wida.

"Kita serius dulu—jangan menyela ucapanku, Demian!"

"Pffft! Dasar bodoh," bisik Phoenix pada Demian. Anaknya ini memiliki kebiasaan yang kurang ajar, yaitu, menyela ucapan orang lain. Dan Demian akan langsung diam jika Wida menaikkan intonasi bicaranya. Itu terbukti sekarang. Demian diam dan duduk dengan tenang.

Wida kembali menatap Gauri. "Kau harus memahami ucapanku, karena aku sedang tidak ingin mengulanginya. Dan, aku tidak segan-segan untuk membunuhmu juga kedua makhluk peralihan elemen milikmu itu. Paham!"

Gauri mengangguk dengan takut. Dia ketakutan melihat wanita di depannya ini. Tadi dia tampak sangat bersahabat. Dan sekarang, dia bahkan lebih mengerikan dibandingkan dengan Moora ketika mengamuk dulu. Gauri menyadari, bahwa kondisi saat ini bukan waktunya untuk bercanda.

"Kau harus membantuku mencari Troya yang sekarang berada di dimensi nyata. Tretan mengatakan bahwa aksara ini berasal dari negaramu, Indonesia. Untuk itu, karena kau tinggal di Indonesia, bantulah aku untuk mencari Troya. Ini bukan permintaan tapi perintah," ujar Wida tanpa memberikan Gauri jeda untuk memahami semuanya.

"Tunggu, kau tadi mengatakan Troya?" tanya Gauri.

"Ya."

"Aku pernah mendengar nama itu."

"Benarkah?"

Gauri mengangguk, "Waktu itu aku tidak sengaja mendengar percakapan tuan Prayoga dan Resti. Aku tidak tahu lengkapnya, tapi, aku yakin mereka menyebut nama Troya," jelasnya.

"Kalau begitu, kau harus mencari orang yang bernama Resti itu, Wida," celetuk Phoenix.

"Kau mengenal Resti?" tanya Wida melunakkan intonasi bicaranya.

"Dia orang yang selalu menyiksa Gauri," sahut Tretan mewakili Gauri. Gadis itu benar-benar trauma dengan orang yang bernama Resti. Ingin rasanya, Tretan membalas perbuatan Resti. Namun, Gauri dengan tegas menolaknya. Terkadang, dia membenci sifat baik Gauri.

Wida tersenyum miring, "Kalau begitu, aku akan menyamar menjadi murid baru di SMA tempatmu bersekolah sekarang," ujarnya.

"Tapi-"

"Untuk kali ini saja, turuti Wida." Ujar Tretan, "dia lebih kuat dibandingkan aku. Dan ya, aku tidak mau kita mati konyol di sini."

"Baiklah, kalian bisa kembali ke dimensi nyata. Besok, kalian harus kembali ke dimensi ini untuk membukakan portal lintas dimensi untukku dan ketiga iblis ini."

Tretan, Moora dan Gauri kembali ke dimensi nyata.

"Sekarang, apa?" celetuk Demian, "kau ingin menyamar menjadi gadis cupu seperti misimu kemarin? Atau—Wida, kau masih waras, 'kan?"

Demian mengatakan itu karena melihat Wida yang tersenyum penuh arti. Dia tahu, kalau sekarang wanita ini sudah menyusun rencana di kepalanya.

"Aku akan mencari Troya sembari membalas perlakuan Resti kepada Gauri. Aku bersumpah untuk itu," ujar Wida, "enak saja si Resti memperlakukan Gauri sesuka hatinya."

Wida menatap Demian. "Dan ya, aku tidak akan menyamar menjadi gadis cupu seperti misi kemarin. Aku akan menggunakan wujud asliku saat masih remaja."

"Baguslah. Karena kalau kau menyamar menjadi gadis cupu, alurnya akan terbaca. Kau datang sebagai murid baru, lalu kau disukai oleh most wanted sekolah, kemudian kau dibenci dan disiksa oleh gadis berpakaian norak yang mengaku sebagai kekasih si most wanted, dan karena kau tidak tahan, akhirnya kau membuka penyamaranmu. Adegan berakhir dengan orang-orang yang tercengang melihat siapa kau sebenarnya," cerocos Demian dengan sejuta sindirannya. Wida tertawa terbahak-bahak. Dia paham Demian menyindir siapa.

"Daripada kau berceloteh hal tidak penting, lebih baik biarkan Wida menyiapkan keperluannya untuk kabur ke dimensi nyata. Karena, aku yakin, Chandra sudah tahu mengenai misi ini."

"Kau benar juga, Paman. Jadi, ayo kita bersiap!" pekik Wida bersemangat.

"Ayo!" sahut Demian juga memekik dengan semangat.

"Kita seperti pengasuh bayi," gerutu Azuna.

.

.

.

.

.

•••

🍃 Kesadaran adalah matahari 🍃

Copyright © Yekti Wahyu Widanti 2020