Chereads / The Resurrection of The Devil : TROYA / Chapter 3 - Episode 2 : Petunjuk Dari Tretan

Chapter 3 - Episode 2 : Petunjuk Dari Tretan

Berbicara mengenai dimensi paralel, setiap makhluk peralihan elemen atau sebut saja iblis bawaan sejak lahir, memiliki lapisan berbeda-beda. Kebanyakan mereka memiliki lima lapisan dimensi. Ada beberapa iblis tertentu  yang memiliki tujuh lapisan dimensi atau semua orang sering menyebutnya tingkatan dimensi. Biasanya, yang memiliki lapisan dimensi lebih dari lima lapisan adalah sosok makhluk peralihan elemen keturunan dewa.

Sebagai contoh adalah Phoenix. Dia adalah wujud dari eksistensi Dewa Agni, sang dewa api. Dia memiliki tujuh lapisan dimensi dengan fungsi yang berbeda-beda. Mulai dari lapisan paling bawah. Lapisan paling bawah adalah dimensi 'Neraka', di mana kawah Candradimuka berada. Kemudian dimensi paralel lapisan keenam adalah dimensi tempat Phoenix dulu di segel. Dimensi lapisan kelima sampai kedua adalah dimensi tempat Wida, Azuna, Phoenix dan Demian berlatih.

Dan dimensi lapisan pertama adalah dimensi di mana istana Phoenix berada. Istana ini sering Wida sebut 'Istana sepetak' karena bentuknya yang tidak seperti istana pada umumnya. Istana ini berada di pusat tanah lapang nan hijau. Bentuknya seperti pendopo yang memiliki satu singgasana besar berlambang Phoenix di atasnya. Jangan dikira singgasana itu milik Phoenix. Karena singgasana berwarna merah keemasan itu adalah milik Wida.

Di seluas mata memandang, hanya ada pepohonan rindang dengan suara gemercik air serta nyanyian burung. Di dimensi ini memiliki siang juga malam sama seperti dunia di luar dimensi paralel. Hanya saja di sini tidak ada musim. Yang ada hanya suasana asri khas pedesaan dengan udara sejuknya serta aroma khas desa di lereng gunung. Benar-benar membuat Wida betah di tempat ini.

Namun, sekarang bukan waktunya untuk bersantai. Wida harus mengorek informasi dari bedebah Tretan untuk bekalnya jika sudah berada di dimensi nyata. Wida tengah duduk dengan anggun di singgasana sembari menunggu kehadiran Phoenix dan Demian yang ia minta untuk menyeret Tretan ke dimensi ini. Dia tahu, Tretan masih menyimpan dendam padanya karena telah mematahkan sayap Tretan. Aksi Wida mematahkan sayap Tretan karena iblis itu memberikan Moora, makhluk ciptaannya—sejenis dengan Demian—pada Gauri, dengan tujuan agar ia bisa bebas dari jerat segel yang dipasang oleh Chandra. Padahal dia sendiri tahu kalau Moora akan lepas kendali jika avatarnya belum terlatih.

Brak!

"Apalagi sekarang!" sentak Tretan. Sesekali terdengar Tretan merintih karena sayapnya belum pulih benar.

Raut muka Wida menggelap. Mode memaksa tengah Wida aktifkan. Dan cara ini sudah terbukti berhasil.

"Baru sayapmu yang aku patahkan. Belum kaki, tangan atau bahkan tulang-tulang rusukmu." Wida bangkit dari duduknya. "Kau tahu bukan? Jika seorang Wida Akcaya Chandra Wicaksono tengah serius, maka akan terjadi sesuatu yang bisa kujamin sangat mengerikan. Jadi, jangan berulah."

Perlahan Wida berjalan menghampiri Tretan yang sedang dalam posisi berlutut dengan tangan yang dicekal dari belakang oleh Demian. Tretan terus meronta-ronta karena cekalan tangan Demian terasa sangat panas.

"Aku sudah bilang jangan berulah, Tretan." Wida menyejajarkan tubuhnya menghadap Tretan dengan tangan yang mencengkeram rahang Tretan dengan kuat.

Tangan Wida beralih pada leher Tretan. Terdengar bunyi tulang leher Tretan yang patah ketika Wida berusaha memenggal kepala Tretan dengan tangan kosong. Dengan sekali sentakan, Wida berhasil mencabut kepala Tretan seperti mencabut bulu ketiak. Darah berwarna hitam muncrat ke wajah Wida. Gadis ini tampak biasa saja seolah darah yang mengotori wajahnya adalah air biasa. Ia lantas melempar kepala Tretan dengan asal.

"Ah, maaf aku mencabut kepalamu ... Salah sendiri kepalamu itu begitu cabut-able," seloroh Wida.

Terdengar suara seseorang mengunyah sesuatu. Wida menoleh ke arah tempat ia membuang kepala Tretan barusan. "Demian! Muntahkan kepala Tretan! Siapa yang menyuruhmu mengunyah kepala Tretan? Muntahkan atau aku juga akan membuat kepala dan tubuhmu itu LDR," omel Wida memarahi Demian yang seenaknya mengunyah kepala Tretan seperti mengunyah permen.

Demian memuntahkan kembali kepala Tretan, "Tuh! Lagi pula kepalanya pahit! Aku tidak suka," ujarnya mengomentari rasa kepala Tretan.

Phoenix memukul kepala belakang Demian dengan gemas. "Yang menyuruhmu memakan kepala Tretan itu siapa? Dan ya, sejak kapan kau jadi kanibal, Demian?" omel Phoenix.

"Ayah, kau jangan cerewet. Aku menjadi kanibal jika dibutuhkan ... Tapi, tenang saja Ayah ... Aku tidak akan memakanmu," balas Demian dengan sinis.

"Dasar iblis gila!" gerutu Phoenix. "Kau terlalu cepat seribu tahun untuk menantangku, paham?" lanjut Phoenix lalu kembali menjitak kepala Demian. Terkadang putranya itu harus diberi pelajaran. Apa katanya tadi? Ingin memakan Phoenix? Dia ingin memakan sang Raja Elemen? YANG BENAR SAJA!

Demian mengedarkan pandangannya, "Ngomong-ngomong ... Di mana Azuna? Iblis betina yang cerewet itu tumben tidak terlihat," celetuknya menyadari Azuna tidak ada di sekitar mereka.

"Berdoalah semoga Azuna tidak mendengarnya, bocah. Karena jika sampai Azuna mendengar kau menyebutnya betina yang cerewet, aku tidak bisa—lebih tepatnya tidak mau menyelamatkanmu dari amukannya." Phoenix memperingati Demian akan amukan Azuna yang mengerikan. Demian langsung terdiam.

Bah, benar juga.

Wida memasangkan kepala Tretan ke tempatnya lagi. "Sekarang katakan semua hal mengenai dimensi nyata."

"Aku tidak akan berbicara sepatah kata pun kepadamu mengenai dimensi nyata!"

"Kau suka aku menggunakan cara kasar, Tretan?"

Phoenix dan Demian menelan ludah. Baiklah, saat ini Wida tengah berada dalam mode sekali sentuh, kepala jadi taruhan.

Tretan tetap bungkam dengan wajah angkuhnya.

Baiklah ... Sedikit mengamuk tak apa 'kan?

Wida menyeringai. Bersamaan dengan bola mata yang telah berubah warna menjadi biru kehitaman, sepasang sayap yang juga berwarna hitam legam dengan api putih yang membara, muncul di punggung Wida.

"Masih belum mau berbicara?" tanya Wida dengan intonasi rendah. Yang perlu diwaspadai ketika berhadapan dengan Wida adalah jangan sampai bola mata gadis ini berubah warna. Hal itu adalah sinyal bahaya sebab, dalam mode mata biru kehitaman, Wida bisa sewaktu-waktu mengamuk dan menghancurkan segalanya. Ingat! Wida adalah manusia terkuat di Negara Elemen untuk saat ini.

Tretan bungkam. Sial! Mulutnya seolah-olah terkunci dengan rapat. Padahal dia ingin menjawab bersedia. Tretan melirik sebelah kanannya.

Bajingan kau Demian!

Demian sengaja mengunci mulut Tretan. Sepertinya bermain-main sebentar dengan Tretan akan seru. Demian tampak setengah mati menahan tawanya. Jujur, Demian sedikit tidak suka dengan Tretan setelah kejadian kemarin. Makanya, dia ingin membalas dendam. Hell! Dendam dalam segi apa? Demian hanya mencari pembenaran atas kelakuannya pada Tretan.

Wida menyadari Tretan tidak bisa berbicara karena dibungkam oleh sesuatu. Dia menatap Demian yang diam-diam mengejek Tretan. Wida mengeluarkan ribuan benang mahamasthra dari telapak tangannya lalu melilit tubuh Demian dengan kuat.

"Kau benar-benar ingin kuseduh di kawah Candradimuka, Demian!"

"M-maaf, maaf! Aku hanya ingin bermain-main dengannya dulu."

"Pembenaran macam apa itu?" gerutu Phoenix yang senada dengan ekspresi Wida. Dalam sekejap benang mahamasthra itu menggeliat, kembali masuk melalui telapak tangan Wida.

"Sekarang berdirilah, Tretan." Tretan pun menurut. Sayap di punggung Wida perlahan lenyap karena sepertinya Tretan bisa diajak untuk kompromi.

"Paman! Ambilkan keripik untuk tamu kita!" seru Wida dengan riang seolah barusan tidak terjadi apa-apa. Dia kembali duduk dengan anggun di singgasananya yang indah.

Demian, Phoenix dan Tretan melongo menatap kelakuan Wida yang langsung berubah dalam sekali kedipan mata.

"Apa dia pengidap kepribadian ganda?" tanya Tretan tanpa menatap Phoenix maupun Demian.

"Sepertinya iya."

"Hei, kalian bertiga! Kenapa malah bengong di sana! Cepat kemari!" seru Wida, "dan ya ... Paman! Jangan lupa, ambil keripiknya yang banyak."

"Kenapa harus keripik, Wida? Makanan bedebah ini adalah darah!" protes Phoenix dengan suara nyaring.

"Tapi aku suka keripik Paman!" balas Wida tak kalah nyaring.

"Jadi ... Ayahmu juga alter ego, huh?" cibir Tretan.

"Ayahku jadi agak gila sejak akur dengan Avatar kami," bisik Demian.

"Dan sebentar lagi kau juga akan gila," tandas Tretan sembari berbisik-bisik.

"Tutup mulut atau kalian mati di tanganku," ancam Phoenix. Dua iblis kerucil di belakangnya ini benar-benar memancing tanduk Phoenix untuk keluar.

"Sudah, ini waktunya untuk serius." Suara Wida menginterupsi. Phoenix, Demian dan Tretan mengambil tempat di hadapan Wida. Dengan sekali jentikan jari, muncul tiga buah kursi untuk duduk ketika iblis itu. Tak lupa meja kayu juga muncul di depan mereka.

Tretan terdiam melihat ekspresi datar Wida.

Atmosfer macam apa ini?

Tretan berdeham sembari menyesuaikan diri dengan keadaan. "Apa saja yang ingin kau tanyakan padaku?" tanya Tretan memulai pembicaraan.

"Kau tahu dari mana asal aksara ini?" Wida mengulurkan foto polaroid yang kemarin. Tretan mengambil foto itu lantas melihat aksara yang dimaksud.

"Ini adalah aksara sanskerta. Dari mana kau dapatkan ini?"

"Cih! Kami pun tahu jika ini aksara sanskerta."

"Dari mana aku dapat, itu bukan urusanmu, Tretan," ujar Wida. "Kau hanya perlu mengatakan dari mana aksara ini berasal."

Tretan memutar bola matanya. "Aksara ini berasal dari dimensi nyata—jangan memotong ucapanku dulu, Demian!" Demian tidak jadi protes. Dia mendapat delikan tajam dari Phoenix dan Wida.

"Seperti yang kita tahu, di alam semesta ini ada tiga dimensi utama, yaitu, dimensi paralel, dimensi di luar paralel dan dimensi nyata. Negara Elemen, Non Elemen, Negeri Sihir dan yang lainnya adalah dimensi di luar paralel. Dan untuk dimensi Gauri, adalah dimensi nyata. Berdasarkan informasi yang kuterima sejak berada di dimensi nyata, aksara ini berasal dari Jawa kuno yang digunakan pada zaman kerajaan dulu. Sekarang sudah tidak digunakan lagi, karena sistem kerajaan sudah tidak ada lagi di sana. Dulu, negara ini dikenal dengan nama Nusantara. Dan sekarang, nama negara ini adalah Indonesia," jelas Tretan.

Wida memasang wajah tidak paham. "Indo—apa?"

"Kau masih muda tapi pendengaranmu sudah terganggu," cibir Tretan, "Indonesia, Wida," lanjutnya gemas.

"Indonesia?"

"Ya, Indonesia. Sebenarnya kau mau mencari siapa?"

"Troya."

Tretan tersedak air liurnya sendiri. "TROYA?" pekiknya ketika batuknya sudah reda.

"Lihat? Ekspresinya sama dengan ekspresiku kemarin. Jadi, jangan menyebutku berlebihan!" ketus Phoenix.

Siapa juga yang mengatakan dia berlebihan?

Wida mendengkus, "Intinya, Troya memintaku untuk mencarinya. Dalam pesan itu, dia ingin memberitahu kebenaran mengenai keluarga Wicaksono. Aku sebagai anggota keluarga yang baik, harus mencari Troya. Siapa tahu kakekku masih hidup dan sekarang tengah bersembunyi di suatu tempat," jelasnya.

"Sepertinya dia benar-benar mulai gila, Ayah," bisik Demian.

"Kali ini aku setuju denganmu."

"Bukankah Troya sudah lenyap? Secara avatarnya saja sudah tiada. Dan jangan membuat aku mengulangi lagi hukum yang tertulis pada buku Phoenix and Birth of The Elemental King's Descendants soal makhluk peralihan elemen," cerocos Tretan.

"Tapi nyatanya?" sungut Wida. "Takdir Tuhan tidak ada yang tahu, bung!"

"Ya iya sih. Tapi—ah sudahlah."

"Untuk sementara hanya itu, Tretan. Tapi, sewaktu-waktu aku akan menemuimu. Ya, kalau aku sedang malas, Phoenix dan Demian akan dengan senang hati menyeretmu ke hadapanku lagi seperti tadi."

"Aku ketinggalan apa?" Azuna muncul.

"Tidak ada. Hanya beberapa informasi dari Tretan dan Demian yang mengatakan kalau kau iblis betina yang cerewet," sahut Phoenix dengan senyum miringnya. Demian melotot mendengar Phoenix mengadukan ucapannya kepada Azuna.

Ayah macam apa dia ini!

Azuna bertolak pinggang. "Demian atau kau Phoenix?" ketus Azuna.

"Demian."

Azuna menarik telinga Phoenix, "Halah! Palingan juga, kau yang mengatakannya. Atau kalau tidak, kau yang mengajarkan Demian untuk berkata demikian!"

"Aduh! Sakit Azuna! Kok aku sih!"

"Apa mereka tidak sadar, jika mereka bertiga sudah kehilangan wibawa di depanku?" gumam Tretan menatap Phoenix dan Azuna dengan datar.

"Kau tahu? Kami benar-benar tulus dengan hubungan yang terjalin saat ini. Memang terdengar gila ... Iblis bawaan sejak lahir bisa berteman dengan avatarnya ... Itu sungguh suatu keajaiban untukku," ujar Wida lirih namun masih bisa didengar oleh Tretan.

Diam-diam Tretan tersenyum. Hatinya menghangat. Dia dan seluruh makhluk peralihan elemen tahu bahwa Phoenix adalah keturunan Dewa Agni sang dewa api yang diutus untuk menjadi wadah api bagi kebajikan. Namun, karena suatu kesalahpahaman, Phoenix dicap sebagai perusak dengan kekuatan maha dahsyat. Orang-orang serakah banyak yang memperebutkan Phoenix dengan tujuan menjadikannya sebagai alat untuk melakukan genosida.

Suatu keajaiban ketika Phoenix mampu dikendalikan oleh Rajendra Wicaksono, leluhur keluarga Wicaksono. Dan sejak saat itulah, Phoenix resmi menjadi milik keluarga Wicaksono yang akan diturunkan kepada para keturunan Wicaksono yang sebelumnya menjadi Avatar.

Semakin mengejutkan lagi, Phoenix mampu bersahabat dengan avatarnya sekarang yaitu Wida. Legenda yang mengatakan bahwa Phoenix liar, kejam dan tidak memiliki perasaan, seketika lenyap di depan Wida. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu benar-benar anak yang diramalkan.

"Kau pun bisa menjalin hubungan seperti ini dengan Gauri, Tretan." Wida menatap Tretan. Phoenix, Azuna dan Demian tengah sibuk berdebat dengan Phoenix yang sesekali menjitak kepala Demian lalu dibalas oleh Azuna.

"Pertama-tama ... Turunkan dulu egomu dan mulailah berdamai dengan dirimu sendiri. Aku yakin, kau dan Gauri akan mampu menjalin hubungan erat seperti kami," lanjut Wida.

Baiklah, Tretan menarik kembali ucapannya yang mengatakan Wida memiliki kepribadian ganda. Ia menyadari bahwa Wida hanya menyesuaikan sikapnya sesuai dengan keadaan.

"Akan aku coba."

.

.

.

.

.

Bersambung

•••

🍃 Kesadaran adalah matahari 🍃

Copyright © Yekti Wahyu Widanti 2020