Chereads / 30 Days In December | Jaehyun / Chapter 6 - Masih Bingung

Chapter 6 - Masih Bingung

Yuta berjalan menuju Dapur, sesampainya di Dapur dia menyadari keadaan Dapur yang lebih rapih dari biasanya.

Bumbu-bumbu tampak tersusun rapih, panci beserta kawan-kawannya sudah tidak ada di tempat cuci piring, dan yang paling menarik perhatian adalah makanan di atas meja.

"Anna !" Panggil Yuta, dia berpikir Anna lah yang sudah merapihkan Dapur dan memasak makan malam.

Beberapa saat tidak ada sahutan sama sekali, Yuta berjalan menuju meja makan dan berniat mencicipi sedikit masakan tersebut, kebetulan dia belum sempat makan siang.

Tapi kembali lagi pada mode Yuta si preman paranoid, dia mengurungkan niatnya mencicipi makanan tersebut, "John !" Panggil Yuta dari Dapur.

Johnny mengernyit heran mendengar teriakan sahabatnya tersebut, seingatnya tadi Yuta akan membawakan minum untuknya, tapi kenapa malah memanggilnya ke Dapur.

Dengan kaki panjangnya Johnny berjalan menuju Dapur, baru saja berbelok ke arah Ruang keluarga Johnny tidak sengaja berhadapan dengan seorang pria.

"Kamjagiya !" Pekik Johnny yang refleks mundur sambil memegangi dadanya.

Siapa pria itu ? Ya...siapa lagi kalau bukan Jeffrey.

Yuta tentu mendengar suara Johnny yang terkejut, dia langsung berlari menuju Ruang keluarga, tentunya dengan jantung yang berdebar kencang dan rasa takut yang memuncak.

'Apa ada maling ? Ada hantu ? Atau jangan-jangan...ada harimau di dalam Rumah ?' Pikiran negatif dalam otak Yuta.

Johnny menatap Jeffrey heran, "Nuguseyo ?" Tanya Johnny ragu.

"Ehm...saya Jeffrey, yang menyewa Kamar di Rumah ini," Jawab Jeffrey. Ini sungguh diluar rencananya, tadinya dia akan menyelinap keluar Rumah lewat jendela Kamar Anna, tapi sayang dia bertemu Johnny tepat di depan tangga.

Jeffrey sial yang malang, untung tuan bip bip bip membekalinya program komputer tercanggih yang membuatnya dapat menyusun jawaban dengan baik.

"Sewa ?" Gumam Johnny.

Akhirnya Yuta sampai di Ruang keluarga, Rumah ini memang tidak terlalu mewah tapi butuh beberapa saat untuk berpindah antara satu Ruangan ke Ruangan lain karena areanya yang luas.

"Hah ? Nug---"

"Katanya dia menyewa Kamar di Rumahmu, apa benar ?" Tanya Johnny pada Yuta.

Kerutan tampak jelas di kening Yuta, ekspresi herannya terlihat sangat jelas.

"Aku tidak menyewakan Kamar," Jawab Yuta sambil menggelengkan kepala.

Jeffrey mengigit bibir bagian dalamnya, dia merasa sangat gugup.

'Bagaimana jika aku ketahuan ?' Batin Jeffrey.

'Anna cepatlah kembali,' Batin Jeffrey lagi.

Crak.

Crak.

Crak.

Suara mesin utama Jeffrey terdengar begitu keras di telinganya sendiri.

"Pasti ini ulah Anna, akhir-akhir ini dia sering bertanya tentang cara mendapatkan uang tanpa bekerja padaku," Yuta mengangguk-anggukan kepalanya setelah merasa mendapatkan jawaban dari keheranannya.

"Mendapat uang tanpa bekerja," Kutip Johnny dengan ekspresi malas.

Jeffrey tersenyum, dia merasa sangat lega karena Yuta sama sekali tidak mencurigainya.

"Berapa biaya sewa yang Anna tawarkan ?" Tanya Yuta.

"Ehm...kita belum menyepakatinya," Jawab Jeffrey seadanya, mereka memang belum membicarakan soal nominal uang sewa sejauh ini kan ?

"Kalau begitu kenalkan, namaku Nakamoto Yuta," Yuta mengulurkan tangannya, Jeffrey langsung menerimanya sambil tersenyum.

"Jeffrey Jung, baru saja pindah dari Kanada," Ucap Jeffrey.

"Ini temanku dari kepolisian, Johnny," Ucap Yuta sambil menunjuk Johnny.

Jeffrey menunduk singkat pada Johnny.

Begitulah, Jeffrey malah mendapat sambutan dari Yuta selaku pemilik Rumah. Alih-alih diusir dari kediaman keluarga Nakamoto, Jeffrey malah ikut duduk sambil meminum kopi bersama Yuta dan Johnny.

"Yuta, aku tidak melihat ada kardus seukuran kulkas disini," Ucap Johnny sambil meletakan gelasnya.

Yuta melirik ke tempat dia meletakan kardus itu, matanya yang bulat tampak semakin bulat karena terkejut, "Omo ! Sesange ! Dimana kardus berisi bom itu ?!" Pekik Yuta.

"Bom atau rudal ?" Tanya Johnny.

"Pokoknya sesuatu yang meledak, kemarin Jeno mencoba membukanya menggunakan gunting kemudian dia tersengat aliran listrik, tangannya sampai terluka," Jelas Yuta.

"Jika itu rudal atau bom sungguhan pasti sudah meledak saat ditusuk, kau ini jurusan teknik tapi begitu saja tidak mengerti," Sinis Johnny.

"Ya ! Kau pikir teknik geologi mempelajari listrik dan senjata peledak hah ?!" Yuta tak terima direndahkan.

Disisi lain, Jeffrey mencoba tampak biasa saja dengan menyesap kopinya.

•••

Anna tiba di Rumah saat matahari sudah terbenam, Jeno mengantarnya sampai depan Rumah kemudian langsung pulang sesuai permintaan Anna.

Clek.

Perlahan Anna membuka sepatunya dan meletakannya di rak, dia berjalan memasuki Rumah sambil membawa sekantong besar belanjaan.

'Apa robot itu sudah ada di Rumah ?' Batin Anna sambil menaruh kantong belanja di meja Ruang keluarga.

"Nona sudah pulang ?" Jeffrey berjalan menuruni tangga, dia sekarang sudah berganti pakaian dengan kaos putih dan celana training hitam.

"Ya, kau tidak membuat masalah apa-apa kan selama aku tidak di Rumah ?" Tanya Anna penuh selidik, dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan Rumahnya.

Seperti lebih...tertata rapih, apalagi bagian halaman depan Rumah, tamannya kelihatan lebih bersih.

"Saya hanya merapihkannya sedikit," Jawab Jeffrey yang sekarang berdiri di depan Anna.

"Ini gaji pertama saya, sebagai biaya sewa," Ucap Jeffrey sambil memberikan beberapa lembar uang pada Anna, dia sengaja meminta gajinya di awal untuk membayar sewa pada Anna.

Berterimakasihlah pada tuan bip bip bip yang membuat Jeffrey dengan wajah yang begitu tampan, manajer keuangan yang merupakan seorang janda langsung luluh hanya dengan senyumannya.

"Wah, terimakasih," Anna tersenyum gembira.

"Tadi ada Yuta dan temannya yang seperti beruang datang kesini," Ucap Jeffrey.

Anna yang sedang menghitung uang langsung menatap Jeffrey kaget, "Kau tid---"

"Aku disambut dengan baik, tidak seperti nona yang malah melaporkanku pada Yuta."

Anna menatap Jeffrey sinis, "Ya sudah, sana kau jaga nii-chan saja !" Usir Anna.

Jeffrey terkekeh, Anna terlihat menggemaskan saat marah, "Nona sudah makan malam ? Saya tadi memasak makanan kesukaan nona," Ucap Jeffrey.

"Sudah, tapi aku masih lapar jadi aku akan makan setelah mandi dan berganti pakaian," Jawab Anna, dia memasukan uang ke saku roknya.

"Kau benar-benar dikirim untuk menjagaku kan ?" Tanya Anna, Jeffrey langsung mengangguk.

"Aku memang sudah mengizinkanmu tinggal disini, tapi aku belum sepenuhnya percaya tentang 'menjaga' dan sebagainya," Lanjut Anna, dia berjalan menuju kantong belanja kemudian mengangkatnya.

"Aku masih tidak mengerti, apa yang harus dikhawatirkan dari kehidupan datar seorang remaja seperti aku, apa yang harus dijaga sampai mengirim robot sepertimu," Jelas Anna sambil berjalan menuju tangga.

Jeffrey mengikuti tepat di belakang Anna.

"Apa aku akan menjadi selebritis dan membutuhkan seorang bodyguard ? Atau papa akan menang pemilu dan menjadi pejabat tinggi negara ? Aku tidak mengerti."

Jeffrey tersenyum tipis, "Nona adalah wanita paling beruntung di masa depan, karena itu tuan bip bip bip tidak mau membiarkan nona menderita barang sedetikpun." Ucapnya.

•••

Kalian tentu tahu bagaimana kerennya sekumpulan anak band, wajah tampan, keahlian bermusik yang mumpuni, suara merdu, dan pesona keren yang kuat.

Kira-kira seperti itulah orang-orang memandang Lee Jeno dan ketiga temannya yang tergabung dalam Band Two Zero To Hero.

"Lee Jeno akhirnya kembali," Sahut Jaemin yang sedang bermain games di sofa Ruang tamu, saat ini mereka sedang berkumpul untuk latihan terakhir sebelum fokus ujian.

"Bagaimana belanjamu ?" Tanya Renjun yang baru kembali dari Kamar mandi.

"Tidak akan kuceritakan, nanti kalian iri," Jawab Jeno usil, dia melepas jaket kulitnya kemudian meletakannya di sofa---melemparkannya ke arah Haechan.

"Ya !" Pekik Haechan tak terima.

"Ya, ya, ya, aku tidak akan iri, aku kan punya banyak pacar," Ucap Jaemin sambil menaruh ponselnya.

"Lelaki buaya," Cibir Haechan.

"Tidak ada buaya yang setampan Na Jaemin," Balas Jaemin sambil tersenyum bangga.

Bugh.

Bugh.

Bugh.

"Ya ! Apa yang kau lakukan ?!" Pekik Jaemin tak terima sambil melindungi kepalanya, saat ini Renjun memukulinya dengan brutal menggunakan bantal.

"Dibandingkan buaya, kau lebih mirip kadal dan ada baiknya kadal yang masuk Rumah dibunuh saja," Ucap Renjun sambil terus memukuli Jaemin.

Haechan menghampiri Renjun, "Kali ini aku setuju denganmu," Ucapnya, kemudian ikut memukuli Jaemin.

"Ya !" Jaemin terpojokan.

Jeno hanya tertawa melihat interaksi ketiga sahabatnya tersebut, dia pasti akan sangat merindukan saat-saat seperti ini jika nanti pergi kuliah ke Luar negeri.

"Jeno tolong aku !" Teriak Jaemin.

-------------

Kamjagiya : Aku terkejut (Kaget)

Nuguseyo ? : Anda siapa ?

Omo ! Sesange ! : Yaampun ! Astaga !