Chereads / 30 Days In December | Jaehyun / Chapter 10 - Prepare

Chapter 10 - Prepare

"Ya Tuhan kenapa dia tidak mau menyala," Renjun menyeka keringat di dahinya.

Haechan yang kebetulan lewat langsung menghampiri Renjun, "Wae ?" Tanyanya.

"Batu baranya tidak mau menyala," Jawab Renjun, dia menoleh dengan noda batu bara di pipi dan hidungnya.

"Hahahaha ada badut arang disini !" Tawa Haechan meledak seketika, dia tertawa sambil menunjuk wajah Renjun.

"Ya ! Beraninya kau !" Renjun mengambil ancang-ancang untuk memukul Haechan.

Bugh.

Bugh.

Adegan pertengkaran Haechan dan Renjun sudah biasa terjadi, jadi tidak usah khawatir, mereka tidak akan mati hanya karena saling memukul.

Ctak.

Ctak.

Renjun berhenti memukuli Haechan, dia menoleh ke arah pemanggang yang sekarang sudah menyala.

"Se---"

"Kamsahamnida," Haechan menunduk sopan pada Jeffrey.

Jeffrey mengangguk sambil tersenyum.

Beralih ke bagian buah-buahan, Jaemin dan Jeno tampak kesulitan memotong semangka, sudah berbagai jurus Jaemin keluarkan untuk memotong buah berukuran besar tersebut tapi dia tak kunjung berhasil.

Jeno yang duduk di samping Jaemin lebih memilih untuk memotong buah melon yang lebih kecil.

"Biar aku bantu," Jeffrey tiba-tiba duduk di depan Jaemin.

Jaemin mendongakan kepalanya, "Oh iya, ini pisaunya," Jawab Jaemin sambil memberikan pisau pada Jeffrey.

Krak.

Jeffrey memotong buah semangka dalam satu gerakan cepat, Jaemin tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya, "Woah ! Jinjja !"

Mendengar suara Jaemin yang heboh membuat Jeno menoleh ke sumber suara, matanya yang sipit langsung membulat melihat semangka yang terpotong begitu mulus dan seimbang antara kedua sisinya.

"Wow," Gumam Jeno.

Jeffrey tersenyum sambil memberikan kembali pisau pada Jaemin, "Ini," Ucapnya.

Jaemin menerimanya kemudian mengangguk, dia masih terpukau dengan potongan semangka Jeffrey yang tidak kalah dari pedagang buah di Pasar.

Setelah selesai membantu Jaemin, Jeffrey masuk ke Dapur.

"Fantastic," Puji Jaemin sambil menggelengkan kepalanya.

"Itulah kenapa kita harus banyak berolahraga," Ucap Jeno sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Di Dapur ada Anna, Ryujin, dan Chenle yang bertugas menyiapkan daging dan saus.

Sepertinya akan ada slogan 'Dimana ada kesulitan, di situ ada Jeffrey.'

Sekarang ini Ryujin sedang kesulitan membuka bungkus sosis, "Boleh aku bantu ?" Tawar Jeffrey sambil berdiri di samping Ryujin.

Seketika Ryujin merasa salah tingkah, kepribadian tomboynya seketika hilang, "Iya tolong bantu aku Oppa," Ucapnya.

Chenle menatap Ryujin jijik, "Tidak usah sok feminim begitu, kau kan setengah pria," Ledek Chenle.

"Kau ini hidup dalam iri dan dengki cih," Balas Ryujin sambil menatap Chenle sinis.

Jeffrey ? Hanya terkekeh sambil mengambil alih kantong sosis dari Ryujin.

Srek.

Kantong sosis terbuka, Jeffrey langsung mengembalikannya pada Ryujin, "Silahkan."

"Terimakasih," Ryujin menunduk sopan.

Jeffrey tersenyum sampai lesung pipinya terlihat.

"Kenapa kau begitu tampan ?" Tanya Ryujin.

Jeffrey itu sama seperti manusia, dia punya perasaan termasuk rasa malu. Dan hal menariknya, saat Jeffrey malu maka telinganya akan memerah sebagai tanda.

Jadi untuk menghindari tanda merah itu muncul Jeffrey hanya bisa tersenyum saat orang menyebutnya tampan, trik bertahan hidup yang bagus.

Jika tanda merah itu terlalu sering muncul sensor pendengarannya bisa terganggu dan itu sangat berbahaya.

Jeffrey berjalan menghampiri Anna yang sedang meracik saus barbekyu, tangannya bergerak meraih sesuatu dari saku celananya.

Begitu berdiri di belakang Anna, Jeffrey merapihkan rambut Anna kemudian mengikatnya dengan perlahan supaya Anna tidak kesakitan.

"Eh ?" Anna mencoba melihat siapa yang mengikat rambutnya.

"Ikatlah rambutmu saat sedang memasak," Ucap Jeffrey setelah selesai mengikat rambut Anna.

'Aku kira Jeno,' Batin Anna.

"Aku lupa," Jawab Anna.

"Aku harus pergi bekerja, apakah aman jika aku meninggalkanmu ?" Bisik Jeffrey.

"Kenapa harus bisik-bisik ?" Anna membalikan tubuhnya, membuat wajahnya langsung berhadapan dengan wajah Jeffrey dengan jarak yang cukup dekat.

'Ya Tuhan tampan sekali,' Batin Anna tanpa sadar.

"Teman-temanmu tau aku sebagai seorang sahabat pena, tidak mungkin aku bilang akan pergi bekerja," Jawab Jeffrey masih dengan nada bisik-bisik dan wajah yang begitu dekat.

Anna mendorong Jeffrey untuk mundur, dia tidak kuat ditatap dengan jarak sedekat itu. Anna itu perempuan normal, biarpun sudah memiliki kekasih setampan Jeno dia tetap bisa salah tingkah di depan pria lain.

Ya...apalagi pria seperti Jeffrey...

"Biar aku yang urus itu, kau pergi saja," Ucap Anna.

"Baiklah," Jeffrey mengangguk, dia tampak mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

"Ini pengirim sinyal, jika nona merasa terancam kepalkan saja tangan nona," Jeffeey menempatkan benda seukuran penjepit kertas di telapak tangan Anna, ajaibnya benda tersebut langsung menembus ke dalam kulit Anna.

"Alat ini akan mengirim sinyal padaku, jadi aku akan langsung datang untuk membantu nona," Lanjut Jeffrey.

"Anna," Ralat Anna.

Jeffrey baru tersadar, "Oh iya maksudku, Anna."

"Coba kepalkan tanganmu," Ucap Jeffrey.

Anna langsung mengepalkan tangannya, beberapa saat kemudian mata Jeffrey tampak mengeluarkan sekilas cahaya.

"Matamu..." Gumam Anna.

"Iya itu artinya sinyal bahaya masuk," Jelas Jeffrey.

"Kalau begitu aku berangkat kerja dulu," Pamit Jeffrey, dia berbalik badan kemudian berjalan menunu Kamar Anna.

Kenapa Kamar Anna ? Semua barang miliknya masih ada di Kamar Anna, dia belum sempat pindah ke Kamar Tamu.

Untung saja Jaemin tidak menyadari setumpuk tas belanja tadi.

•••

"Doyoung !" Panggil Yuta sambil berlari menghampiri Doyoung.

Pemuda dengan kemeja biru muda tersebut menoleh ke arah Yuta, matanya yang akhir-akhir ini mengalami minus mengharuskannya mengernyit untuk memperjelas pengelihatannya.

"Oh Yuta, wae ?" Tanya Doyoung begitu Yuta sudah berdiri di hadapannya.

"Malam ini semua akan berkumpul di Rumahku," Ucap Yuta.

Doyoung tampak berpikir sejenak, "Aku tidak bisa ikut, ada hal yang harus aku urus."

Dengan cepat Yuta menggelengkan kepalanya, "Kau harus ikut, ini kumpul terakhir kita sebelum Taeil hyung menikah," Ucap Yuta.

"Tapi---"

"Kebetulan sekali kita bertemu disini, Mr. Park mencarimu Doyoung," Ucap Ten yang baru saja datang.

Yuta tersenyum simpul, dia menghela nafasnya, 'Ten !' Batinnya geram.

"Nah, aku harus pergi," Doyoung tersenyum kemudian menepuk pundak Yuta.

"Gomawo," Ucap Doyoung pada Ten.

Setelah itu Doyoung berlari menuju gedung fakultasnya, dia ada janji untuk melakukan konsultasi dengan salah satu dosen siang ini.

"Doyoung terlalu cerdas ya, dia sepertinya akan lulus lebih cepat dari kita," Ucap Ten sambil berdiri di samping Yuta.

Tanpa menjawab Ten, Yuta berbalik badan kemudian pergi.

"Ya ! Kau kenapa ?" Pekik Ten.

Yuta hanya mengangkat tangannya dan melambai, "Jangan lupa datang nanti malam !"

Setelah kepergian Yuta, Ten berpikir sejenak apakah dia telah membuat kesalahan.

"Aku tidak melakukan apapun, apa Yuta sedang datang bulan ?" Gumam Ten.

•••

Doyoung berjalan memasuki Ruangan dosen Park, salah satu dosen paling galak di fakultas Kedokteran.

Ya, Doyoung merupakan mahasiswa kedokteran.

"Permisi pak," Doyoung menunduk sopan di depan Chanyeol.

"Aneh sekali jika kau memanggilku Pak, panggil aku hyung seperti biasanya," Jawab Chanyeol sambil melepas kacamatanya.

Chanyeol merupakan salah satu sepupu Doyoung, ibu mereka merupakan adik kakak.

"Kemarin kau marah saat aku panggil hyung," Sinis Doyoung sambil duduk di kursi yang berada tepat di depan Chanyeol.

"Karena kau memanggilku hyung di depan banyak orang, image galak ku bisa lenyap kalau begitu," Jawab Chanyeol.

"Terserah, cepat bantu aku menyusun laporan ini," Doyoung menaruh laptop miliknya di atas meja.

"Sialan, kau datang kesini saat akan menyusun laporan saja," Cibir Chanyeol sambil mengambil laptop Doyoung dan kembali memakai kacamata.

"Apa gunanya punya hyung seorang profesor kalau tidak aku manfaatkan."

"Apa gunanya punya muka tampan tapi gagal move on dari mantan," Balas Chanyeol.