Sebuah bangunan besar yang hanya dihuni oleh seorang gadis kecil berusia 10 tahun membuatnya menjadi begitu terlihat sepi. Hanya ada keheningan dikarenakan kedua orang tuanya yang sudah pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
"Papa, Mama, Ametsa sangat merindukan kalian. Mengapa kalian tega pergi meninggalkanku seorang diri di dunia ini?" ujar gadis itu dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.
Kini seorang gadis kecil sedang menangis seorang diri di atas tempat tidur sebari memegang figura foto yang memperlihatkan wajah kedua orang tuanya yang sudah lama pergi meninggalkannya.
Ia sangat merindukan kebersamaan dengan mereka membuat dirinya menjadikannya seperti seorang ratu di sebuah kerajaan yang selalu dilihatnya ketika sedang bersama dengan kedua orang tuanya itu.
"Aku ingin kalian berada di sini sekarang, Ametsa kesepian." Tidak pernah berhenti untuk berharap bahwa ia akan bisa bertemu kembali dengan kedua orang tuanya seperti dirinya yang selalu bisa berada di samping mereka saat dulu. "Apa Ametsa harus pergi seperti kalian?"
Kedua air matanya tidak pernah berhenti untuk mengalir, menangisi seseorang yang telah pergi dan tidak mungkin akan kembali memang bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk diterima kenyataannya bagi seorang gadis kecil berusia 10 tahun itu.
Kenangan bagaimana seorang Ametsa yang selalu bahagia dan ceria ketika masih berada di dekat kedua orang tuanya, tetapi tiba-tiba saja takdir mengubahnya dengan mengambil apa yang membuat gadis tersebut merasa senang.
Papa dan Mamanya harus pergi untuk selama-lamanya dan Ametsa kecil tidak bisa menerima kenyataan itu. Bahkan, disaat kepergian kedua orang tuanya, tidak ada yang mendatangi dirinya hanya untuk melihat bagaimana keadaan seorang gadis kecil ini yang sedang berduka karena kehilangan orang yang disayanginya.
FLASHBACK ON
"Good morning, Queen."
Sebuah suara yang selalu menggema di telinganya tidak pernah membuat seorang gadis kecil itu merasa bosan. Ia bahkan langsung tersenyum setelah merasakan sebuah kecupan singkat di bibirnya seperti yang selalu dilakukan oleh seorang wanita kepada dirinya, yang tidak lain adalah Mamanya sendiri.
"Ayo bangun, Queen."
Setelahnya Ametsa pun terbangun dan tidak mendapati seseorang yang selalu membangunkan dirinya membuat senyuman yang sudah terpatri tersebut kembali luntur. Ia benar-benar sangat merindukan kasih sayangnya.
"Mama," panggil gadis itu dengan suara seraknya. "Mengapa Mama harus pergi?"
Kebiasaan yang selalu orang tuanya terapkan masih terbawa sampai sekarang sehingga Ametsa begitu sulit untuk melupakan semua kenangan bersama dengan mereka. Gadis itu menundukkan kepala dengan air matanya yang kembali mengalir di kedua pipinya.
Setelahnya gadis itu pun menuruni tempat tidur dan menuju keluar kamar untuk melakukan sarapan paginya setelah selesai membersihkan diri. Tentunya menggunakan sebuah gaun seperti seorang putri cinderella yang selalu diinginkannya.
"Selamat makan!" sapa seorang pria yang sudah berada di hadapannya membuat Ametsa langsung tersenyum senang. Tetapi itu tidak berangsur lama saat menyadari itu hanyalah sebuah bayangan saja dan berakhir dengan ia yang kembali menitikkan air mata.
Ametsa yang malang, gadis itu tidak pernah mengerti dengan kehidupan dunia luar yang bisa begitu kejam kepadanya. Ia harus bertahan hidup seorang diri jika dirinya tidak ingin merasa kesepian karena terus saja mengurung diri di Rumah besar kedua orang tuanya yang sudah seperti sebuah menara yang selalu menjadi tempat dikurungnya Putri Rapunzel.
FLASHBACK OFF
Ametsa selalu merasa takut bahwa tidak akan ada seseorang yang mau menemani dirinya sehingga ia menghabiskan hidupnya dengan kesepian. Di setiap harinya gadis kecil itu selalu meninggalkan harapan-harapan agar bisa bertemu dengan seorang pangeran tampan seperti yang ada di dalam dongeng.
Hari yang sudah larut malam membawa Ametsa untuk segera tertidur dengan posisi yang sedang memeluk sebuah figura. Karenanya, gadis itu selalu merasa bahwa kedua orang tuanya hadir berada di dekatnya.
"Good night, Papa, Mama. Ametsa selalu menyayangi kalian."
Setelah itu gadis kecil itu pun tertidur dengan begitu lelap dengan begitu damainya. Ketika tertidur, Ametsa tidak pernah menyadarinya bahwa ia selalu tersenyum disepanjang waktu hingga dirinya terbangun kembali.
"Ametsa," panggil seseorang yang membuat gadis itu terbangun dari tidurnya.
Gadis itu menata sekeliling kamarnya dan tidak mendapati siapapun berada di sini membuat Ametsa mengerutkan keningnya. Ia menggelengkan kepala dan hendak kembali tertidur setelah mendengar apa yang baru saja didengar oleh dirinya itu.
"Ametsa, aku di sini."
Kembali suara itu terdengar membuat gadis itu beranjak dari tempat tidurnya hendak mengikuti sebuah suara yang selalu memanggil dirinya tersebut. Ia tidak tahu siapa yang berada di balik si pemilik suara itu, hanya saja begitu merdu dan Ametsa merasa nyaman.
"Kamu siapa?" tanya Ametsa sembari menatap sekeliling kamar yang tidak melihat adanya seseorang berada di dekatnya. "Mengapa kamu terus memanggil namaku? Siapa dirimu sebenarnya?"
"Ametsa."
Suara itu lagi, tetapi gadis itu tidak bisa melihat siapapun di sini dan hanya ada dirinya seorang diri membuat Ametsa merasa takut. Ia bahkan meringkuk dan menangisi dirinya sendiri yang selalu menjadi gadis yang lemah.
Ketika sedang dalam situasi seperti ini, Ametsa hanya teringat kepada kedua orang tuanya. Gadis itu sangat merindukan mereka yang telah pergi meningalkan dirinya.
"Ametsa, aku di sini."
"Ametsa, kamu tidak perlu takut. Aku ada karena dirimu," lanjutnya lagi. "Bukalah matamu."
Mendengar perintah itu, Ametsa pun memberikan diri untuk membuka kedua matanya secara perlahan dan tidak mendapati siapapun di hadapannya membuat gadis itu kembali menangis.
"Kamu berbohong! Siapa kamu sebenarnya?!"
"Aku tidak pernah berbohong, Ametsa. Aku sudah datang, karena aku tercipta untuk dirimu."
Ametsa benar-benar tidak mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang tersebut sehingga gadis itu kini memejamkan kedua matanya untuk menyadarkan dirinya sendiri bahwa ini semua hanyalah mimpi belaka.
"Aku tahu bahwa ini hanyalah sebuah mimpi, jadi bangunlah Ametsa, kamu harus bangun dari tidurmu ini." Gadis itu mengucapkannya di dalam hati dengan posisi yang masih berdiri di tempatnya serta kedua matanya yang terpejam, "Aku mohon, bangunlah dari mimpi ini. Ini pasti hanyalah mimpi, bangunlah."
"Kamu tidak akan bisa pergi dari mimpimu sendiri jika kamu tidak kembali berbaring di tempat tidurmu, Ametsa."
Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang tersebut membuat Ametsa langsung membuka kedua matanya dan segera berlari menaiki tempat tidur untuk bangun dari mimpi ini. Ia benar-benar sangat takut sehingga dirinya tidak bisa berlama-lama berada di sini.
"Ametsa, selamat tinggal. Aku akan datang kembali besok, jadi sampai jumpa."
Kedua mata Ametsa langsung terbuka dengan keringat yang sudah membasahi tubuhnya membuat gadis itu langsung terbangun dari tidurnya. Kedua tangannya menampar kecil pipinya untuk menyadarkan diri bahwa ia memang baru saja bermimpi.
"Jadi aku memang baru saja bermimpi?" gumamnya dengan kedua mata yang membelalak. "Lalu siapa seseorang itu? Mengapa aku tidak bisa melihat sosok yang berbicara kepadaku? Ada apa dengan diriku?"