Sejak Ametsa mengatakan hal itu, sepanjang bekerja Daniel selalu diam dan tidak terlalu banyak bicara seperti sebelumnya membuat gadis itu menghela nafas. Di Cafe ini hanya ada mereka berdua yang bekerja sehingga suasana yang sepi tampak menjadi canggung.
"Daniel, apa kamu marah?" tanya gadis itu dengan wajah yang ditekuk. "Maafkan aku."
Akan tetapi tidak ada sahutan dari laki-laki yang saat ini sedang membuatkan sebuah pesanan sehingga Ametsa merasa semakin diabaikan olehnya.
Gadis tersebut menghela nafas sebelum akhirnya pesanan yang dibuat pun sudah jadi, namun Daniel tidak membiarkannya untuk mengantarkan pesanan tersebut dan malah dilakukannya sendiri.
"Ametsa, sepertinya kamu akan mendapatkan sebuah karma suatu hari nanti." Ia berujar di dalam hati karena merasa bersalah sudah membuat Daniel yang merupakan teman semasa sekolahnya sampai saat ini menjadi kecewa karena dirinya. "Oh, Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Tidak lama kemudian Daniel pun kembali datang dengan nampan yang kosong, tetapi pandangannya terus saja menunduk dan bahkan mengabaikan Ametsa yang sedari tadi berdiri di dekatnya.
Gadis itu benar-benar merasa dianggap tidak ada oleh laki-laki yang berada di hadapannya saat ini membuatnya kembali menghela nafas.
Hari pun sudah semakin larut membuat kedua manusia yang satu ini harus mengakhiri pekerjaannya lantaran jam yang sudah menunjukkan pukul 22.30 malam. Ametsa yang sudah berganti pakaian pun kini sudah bersiap mengambil tas ransel yang selalu dibawanya itu serta topi yang digunakan.
Ametsa menatap seorang laki-laki yang masih membereskan barang-barangnya hingga dimana ia memutuskan untuk berpamitan kepada Daniel yang ternyata masih saja mendiamkan dirinya sampai saat ini.
"Daniel," panggilnya kepada laki-laki yang berada di hadapannya saat ini. "Aku akan pulang lebih dulu, sampai jumpa besok dan maaf."
Dengan berat hati gadis tersebut langsung berlalu pergi melewati pintu belakang meninggalkan seorang laki-laki yang saat ini langsung terdiam mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Ametsa kepadanya.
Daniel menghela nafas dan menundukkan kepala merasakan sakit dihatinya karena laki-laki itu yang terpaksa harus mengacuhkan Ametsa jika ia tidak ingin perasaannya malah semakin dalam membuat dirinya menghela nafas.
"Apa yang aku lakukan?" gumamnya. Satu tangannya langsung memijit pangkal hidunganya sejenak, lalu kembali berkata, "Aku benar-benar sudah menyakitinya. Tapi, aku melakukan ini hanya karena tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman denganku. Ah, apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Laki-laki itu saat ini merasa bersalah karena sudah membiarkan Ametsa berdiam diri tanpa melakukan apapun karena ia yang terus mengabaikan dirinya membuat Daniel langsung mendongakkan kepala dan kedua matanya tidak sengaja memandang sebuah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 22.00 malam.
"Ya Tuhan, aku pasti sudah gila sekarang."
Daniel pun dengan cepat membereskan semuanya dan segera berlalu pergi meninggalkan Cafe tersebut sesaat setelah mengunci pintunya terlebih dahulu.
Di sisi lain saat ini Ametsa sedang berjalan kaki seorang diri di tengah kesunyian jalanan raya. Ia menghela nafas ketiak mengingat apa yang terjadi kepada dirinya hari ini, begitu berat dan melelahkan.
Hanya saja ia tidak pernah bermaksud untuk menyakiti Daniel yang sudah dirinya anggap seperti saudaranya sendiri. Tetapi sepertinya laki-laki itu selama ini salah paham atas tindakan yang dilakukan oleh Ametsa kepadanya.
Ametsa menghela nafas dan merasa sangat bersalah kepada laki-laki itu yang sudah pasti saat ini telah membenci dirinya dikarenakan ia yang menolak cintanya kembali.
"AMETSA!"
Suara teriakan yang berasal dari belakang sana membuat gadis berusia 21 tahun tersebut langsung diam terpaku dengan kedua mata yang membelalak. Ia seperti mengenal suara tersebut sehingga dirinya kini merasa gugup.
"AMETSA TUNGGU!"
Kembali suara teriakan itu terdengar yang membuatnya langsung memutar tubuhnya ke arah belakang dimana ia bisa melihat dengan jelas bahwa dikejauhan sana seorang laki-laki yang saat ini sedang berada dalam pikirannya sedang berlari kepada dirinya.
"Daniel?" gumam Ametsa terkejut. "K-kenapa dia ke sini?"
Tidak butuh waktu lama untuk Daniel yang saat ini sudah berada di samping Ametsa yang masih diam terkekut melihatnya.
"Aku pikir kamu sudah pergi jauh, tetapi ternyata kamu masih berada di sekitar sini."
Ametsa menatap laki-laki tersebut yang kini sedang tersenyum begitu manis membuat gadis itu bertanya-tanya dengan yang terjadi kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Kamu kenapa, Ametsa?" lanjut Daniel dengan kedua alis yang terangkat. "Apa aku membuatmu terkejut? Atau kamu tidak suka aku di sini?"
Dengan cepat gadis itu menggelengkan kepala karena tidak ingin Daniel kembali merasa salah paham terhadapnya membuat laki-laki yang berada di hadapannya saat ini pun menghela nafas dan kembali menyunggingkan senyumannya.
"Ya sudah, kalau begitu ayo aku antar kamu pulang."
"K-kenapa?"
Daniel yang hendak melangkahkan kakinya pun mendadak berhenti kembali setelah mendengar pertanyaan yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di sampingnya saat ini.
"Aku tidak mungkin membiarkanmu pulang sendiri, Ametsa. Kamu adalah perempuanku---" Daniel berdeham dan kembali berkata, "Maksudku, kamu adalah seorang perempuan jadi tidak seharusnya kamu pulang seorang diri di jam malam begini."
Laki-laki itu merutuki dirinya sendiri yang berbicara kelepasan membuat Ametsa yang melihatnya saat ini ingin tertawa jika saja ia tidak ingat bahwa seseorang yang berada di hadapannya adalah Daniel.
"Terima kasih, Daniel." Ametsa menganggukkan kepala dengan senyuman manisnya itu dimana Daniel saat ini bisa melihat ketulusan dalam diri gadis di hadapannya tersebut membuat ia semakin sulit untuk melupakan perasaannya. "Aku pikir kamu akan membenciku."
Deg.
Perkataan dari gadis di sampingnya itu membuat Daniel langsung menggelengkan kepala. "Aku tidak mungkin bisa membencimu, Ametsa. Apa kamu bercanda padaku?"
Ametsa yang mendengarnya pun langsung terkekeh, ia benar-benar tidak tahu bahwa hubungan dirinya dengan Daniel akan kembali membaik secepat ini membuat gadis tersebut merasa lega.
"Tidak, aku serius Daniel. Bahkan, aku selalu memikirkanmu karena aku merasa bahwa kamu benar-benar sakit hati karena ucapanku."
"Sungguh, maafkan aku, Ametsa. Aku pasti sudah membuatmu kebingungan hari ini, jadi tolong maafkan aku, ya."
Gadis tersebut yang mendengarnya pun langsung menganggukkan kepala dengan senyuman manisnya itu memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini yang tengah tersenyum kepadanya.
"Aku juga minta maaf, Daniel. Bagaimanapun ini semua karena salahku, seharusnya aku tidak mengatakan seperti itu kepada dirimu."
"Tidak juga," ujar Daniel sembari melipat kedua tangannya di dada dan memandang langit malam yang diterangi oleh bulan. "Aku merasa bahwa ini yang terbaik untukku, jadi kamu tidak perlu lagi memikirkan perasaanku."
Ametsa tahu bahwa yang dikatakan oleh laki-laki yang berada di hadapannya saat ini hanyalah kebohongan semata. Daniel tidak akan pernah bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia memanglah benar-benar menyukainya membuat gadis tersebut menjadi merasa bersalah.
"Daniel," panggilnya kepada laki-laki yang kini berada di hadapannya.
"Ya?" sahut Daniel dengan kedua alis yang terangkat.
"Sekali lagi maafkan aku," ujar Ametsa dengan tersenyum getir. "Aku benar-benar tidak bisa menerimanya."
Daniel yang mendengarnya pun sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya memalingkan wajahnya ke arah lain sembari mengangguk serta senyum yang terpatri di wajahnya.
"Aku mengerti, Ametsa."