Chereads / MARRY AN IMAGINARY HUSBAND / Chapter 6 - DANIEL MENYELAMATKAN HIDUPNYA

Chapter 6 - DANIEL MENYELAMATKAN HIDUPNYA

Daniel mengetuk pintu Rumah besar tersebut dengan perasaan tidak nyamannya, entah apa yang terjadi kepadanya saat ini, hanya saja firasatnya mengatakan bahwa hal buruk sedang menimpa seseorang membuatnya benar-benar khawatir.

Dengan cepat laki-laki itu memencet kembali tombol bel Rumah itu sekali lagi, akan tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa seseorang akan membukakan pintunya membuat Daniel frustasi dan terpaksa harus mendobraknya.

"AMETSA, BUKA PINTUNYA!" teriak laki-laki itu sebelum akhirnya memutuskan untuk benar-benar mendobraknya secara kasar. Daniel menghela nafas dengan kedua mata yang terpejam sebelum akhirnya berjalan mundur sedikit menjauh untuk memberi sedikit jarak kepada pintunya.

Tanpa pikir panjang Daniel pun langsung berlari sehingga menimbulkan suara dikarenakan pintu tersebut yang sudah berhasil dibuka.

Brak!

Laki-laki itu dengan cepat memasuki Rumah besar tersebut yang ternyata begitu hening membuat Daniel benar-benar merasa khawatir akan terjadi sesuatu kepada Ametsa yang entah sedang berada dimana saat ini.

"AMETSA, KAMU DIMANA?!" teriaknya lagi yang ternyata tidak membuahkan hasil. "AKU DATANG, AMETSA!"

Keheningan yang tercipta menjadikan seorag Daniel semakin yakin bahwa telah terjadi sesuatu kepada gadis itu sehingga membuat laki-laki tersebut tanpa pikir panjang langsung berjalan menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.

Kemudian ia memberanikan diri untuk membukakan pintu kamarnya sehingga kini dirinya dapat melihat bagaimana suasana di dalam. Akan tetapi, bukan itu yang saat ini Daniel pedulikan, namun keberadaan dari Ametsa yang masih belum diketahui keberadaannya.

Dengan perlahan laki-laki itu memasuki kamar sembari menoleh ke arah kanan dan kirinya sembari memanggil Ametsa yang entah berada dimana.

"Ametsa," panggil Daniel dengan khawatirnya. "Kamu dimana, Ametsa?"

Sebenarnya Daniel menyadari kesalahannya yang sudah ia lakukan saat ini dikarenakan dirinya yang tiba-tiba masuk ke Rumah besar ini begitu saja tanpa persetujuan dari Ametsa yang merupakan teman kerjanya sendiri.

Hanya saja perasaan yang dimiliki laki-laki itu saat ini benar-benar membuat Daniel merasa gelisah sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dalam dirinya sendiri. Kemudian pandangannya jatuh ke arah pintu kamar mandi membuatnya langsung menghentikan langkahnya seketika.

Daniel menundukkan kepala dengan satu tangan yang berada di dalam saku dan yang lainnya sedang memijit pangkal hidungnya.

"Apa yang sedang aku lakukan?" ujarnya dalam hati. "Sepertinya aku sudah gila sekarang."

Kemudian ia kembali mendongakkan kepala memandang lurus ke arah sana dimana dirinya melihat sebuah pintu kamar mandi membuat Daniel menghela nafas seketika. Entahlah, hatinya sangat tergerak untuk menuju ke dalam sana sehingga laki-laki itu pun pada akhirnya mengikuti kata hatinya.

Detak jantungnya langsung berdegup begitu kencang saat Daniel menyentuh knop pintu membuatnya menghela nafas. Laki-laki itu mencoba untuk menenangkan diri dengan cara menarik dan membuang nafasya kembali dengan sebanyak-banyaknya.

"Daniel, apa yang kamu lakukan?!" ujar laki-laki itu dalam hati. "Hentikan, kamu sudah benar-benar tidak waras."

Sudah begitu keras Daniel mempertahankan diri untuk tidak melewati batasannya, tetapi selalu gagal karena firasatnya yang kurang nyaman tentang gadis itu sehingga laki-laki tersebut saat ini benar-benar berada dalam kebimbangan.

Kedua matanya terpejam dengan tangannya yang terus mencoba untuk mendorong hingga pada akhirnya Daniel dikejutkan dengan pintu yang sudah terbuka bersamaan dengan matanya yang kini memandang lurus suasana dalam kamar mandi.

"Dimana dia?" gumamnya sembari berjalan perlahan masuk dan pandangannya tidak sengaja jatuh pada seorang gadis yang tenggelam di bathup seperti tidak sadarkan diri membuat Daniel langsung membelalakkan kedua matanya. Kemudian dengan segera mengangkat tubuh Ametsa dari sana lalu memindahkannya ke tempat tidur.

"AMETSA!!!" teriak Daniel yang masih terkejut ketika melihat seseorang yang begitu dikenalinya itu ditemukan tidak sadarkan diri. "AMETSA BANGUNLAH! APA KAMU TIDAK MENDENGARKU? AYO CEPAT SADAR DAN BUKALAH MATAMU!"

Kini Daniel berada tepat di samping Ametsa yang masih belum juga sadarkan diri sehingga laki-laki itu merasa khawatir terjadi sesuatu kepada gadis tersebut.

Ia meminta seseorang yang berada di hadapannya saat ini untuk segera bangun, akan tetapi gadis itu tidak kunjung membuka matanya. Dirinya tetap berbicara meskipun tahu bahwa Ametsa takkan bisa mendengarnya.

"Kamu membuatku khawatir, Ametsa." Laki-laki itu dengan cepat langsung menyelimutinya sampai sebatas leher dan kembali berkata, "Sebenarnya apa yang terjadi padamu, huh? Mengapa bisa sampai seperti ini?!"

Laki-laki itu menggelengkan kepala dan langsung berdiri dari duduknya untuk menghubungi Dokter. Akan tetapi ia mengurungkan niatnya saat merasakan sebuah lengan yang mencoba menahannya sehingga kini Daniel menoleh mendapati Ametsa yang baru saja membuka mata.

"Ametsa," panggilnya dengan khawatir. "K-kamu sudah sadar?! Baguslah, aku benar-benar merasa takut terjadi sesuatu padamu, Ametsa."

Gadis itu yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya berusaha untuk bangun dari baringannya tersebut jika saja Daniel tidak langsung mencegahnya.

"Eh, kamu mau kemana? Jangan banyak bergerak terlebih dahulu, kamu harus istirahat, Ametsa."

"Daniel, maafkan aku sudah membuatmu melakukan semua ini. Ini salahku, tidak seharusnya aku seperti ini."

Ametsa benar-benar merasa tidak nyaman terhadap laki-laki itu yang sudah menolongnya sehingga kini Daniel yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepala sembari menghela nafas.

"Sekarang jawab pertanyaanku, bagaimana kamu bisa sampai seperti ini, Ametsa? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya kepada seorang gadis di hadapannya itu. "Apa kamu lelah bekerja? Jika memang benar, sebaiknya kamu tidak perlu bekerja besok."

Dengan cepat gadis itu menggelengkan kepala, menolak mentah-mentah perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Daniel kepadanya.

"Tidak, aku harus tetap pergi bekerja Daniel. Aku tidak ingin membiarkanmu kelelahan sendirian."

"Ametsa, dengarkan aku. Kamu sedang sakit, dan harus beristirahat terlebih dahulu. Urusan Bos, biar aku saja yang berbicara dengannya nanti, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu lagi."

Dilihatnya Ametsa yang saat ini menundukkan kepala dengan kedua tangan yang saling bertaut seolah menyesali apa yang baru saja terjadi kepadanya.

"Daniel," panggilnya kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini. "Aku tidak tahu harus berkata apa kepadamu. Sekali lagi maafkan aku, ini semua benar-benar salahku."

Laki-laki itu yang mendengarnya pun langsung kembali mendudukkan diri tepat di hadapan Ametsa yang saat ini sedang menundukkan kepala dengan mata yang berkaca-kaca. Daniel menghela nafas, lalu meraih kedua tangan milik gadis tersebut yang berhasil membuatnya terkejut dengan yang sedang dilakukannya itu.

"Ametsa, dengar. Kamu tidak perlu merasa bersalah seperti itu, aku melakukan semua ini karena aku peduli padamu, bukan karena aku memiliki perasaan padamu. Ini juga bukan salahmu, jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri."

Perkataan dari Daniel membuat gadis tersebut langsung mendongak memberanikan diri memandang seseorang yang berada di hadapannya dengan kedua mata yang kini sudah menitikkan air matanya.

"Benarkah?" tanya Ametsa dengan tangis yang pecah. "Aku harap perkataanmu benar, Daniel."

"Aku benar-benar melakukannya, Ametsa. Percayalah padaku," ujar Daniel yang saat ini berusaha meyakinkannya kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

Suasana pun kembali hening dengan Ametsa yang kini menyunggingkan senyumannya meskipun air mata terus saja mengalir membasahi kedua pipinya membuat seseorang yang berada di hadapannya saat ini benar-benar semakin ingin menjaga gadis tersebut.

"Daniel, terima kasih dan maafkan aku."

"Shh, jangan menangis. Aku tidak ingin melihat kamu seperti ini, jadi tolong jangan meminta maaf padaku lagi, Ametsa."

Ametsa benar-benar merasa bersalah terhadap seseorang yang berada di hadapannya saat ini yang sesungguhnya memang menyimpan perasaan kepadanya. Hanya saja ia tidak bisa memberikannya karena Daniel sudah dirinya anggap seperti saudara sendiri.