Hari yang sudah semakin larut membuat kedua anak muda yang satu ini dengan sangat terpaksa harus mengakhiri bermain-main di Pasar Malam. Seorang gadis sedang berteriak di jalanan seolah merasa puas dengan yang baru saja dilakukannya bersama dengan Daniel yang saat ini sedang mengemudikan motornya.
"Ametsa, duduklah, jika tidak kamu bisa terjatuh!" peringat Daniel dengan kekhawatirannya itu. "Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu."
Akan tetapi gadis itu tidak mendengarkannya dan lebih memilih untuk berdiri dengan tangan yang semula memegang kedua pundak dari laki-laki itu, kini direntangkan ke atas sehingga membuat seseorang yang berada di hadapannya saat ini langsung menghela nafasnya seketika.
Daniel benar-benar pasrah dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi ketika gadis itu tidak mau mendengarkan dirinya. Meskipun begitu, ia setidaknya bersyukur karena Ametsa kini sedang benar-benar merasa bahagia.
"Aku berhasil membuatmu bahagia, Ametsa."
Ada kebanggaan tersendiri ketika mengetahui bahwa ternyata seseorang yang berada di belakangnya saat ini begitu ceria sampai Daniel tidak bisa berhenti mengagumi kecantikannya yang semakin berlipat-lipat ketika sedang berbahagia.
"Daniel," panggil gadis itu yang kini sudah kembali duduk. Sedangkan laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung menyahut, "Apa?"
"Aku lapar," ujar Ametsa memberitahu. "Apa kita tidak akan mampir terlebih dahulu?"
"Kamu ingin memakan sesuatu?" tanya Daniel dengan kedua alis yang terangkat. Sedangkan gadis itu hanya diam sembari menganggukkan kepala. "Ya sudah, kamu mau makan dimana?"
Seulas senyuman pun terbit begitu saja setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Daniel sehingga Ametsa kini tidak bisa berhenti tersenyum karena laki-laki yang berada di hadapannya saat ini.
"Kita makan di tempat biasa, gimana?" usul Ametsa dengan kedua alis yang terangkat serta senyum yang tidak pernah luntur. "Aku sangat merindukan tempat itu. Menurutmu bagaimana?"
Laki-laki yang berada di hadapannya itu pun langsung mengedikkan bahunya dengan kedua bola mata yang menatap lurus ke depan seolah sedang memikirkan sesuatu, akan tetapi tidak lama kemudian mengangguk.
"Tidak masalah," ujar Daniel dengan senyum manisnya itu. "Lagi pula aku sudah berjanji akan membahagiakanmu malam ini."
"Terima kasih, Daniel. Kamu benar-benar sahabat terbaikku," ujar Ametsa yang kini memeluk erat laki-laki itu. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika seandainya pada saat itu kamu tidak ada menolongku."
Pelukan yang diberikan Ametsa secara tiba-tiba mampu membuat laki-laki itu tidak merasa tenang karena degupan jantungnya yang semakin memompa cepat. Ia benar-benar takut bahwa gadis itu akan merasakan bagaimana Daniel yang begitu gugup karena Ametsa sendiri sehingga dirinya benar-benar merasa canggung.
"Ametsa," panggilnya sembari meringis.
"Ada apa, Daniel?"
"Aku pikir kita akan segera sampai," ujar laki-laki itu memberitahukannya. "Apa kamu ingin memakannya di sini atau dibawa pulang?"
"Di sini saja," jawab Ametsa yang kini sudah melepaskan pelukannya tersebut sehingga membuat laki-laki itu yang menyadarinya pun langsung menghela nafas lega. "Aku ingin ketika sampai di Rumah, hanya tinggal tertidur saja."
Daniel yang mendengarnya pun langsung memutar kedua bola matanya malas, lalu menganggukkan kepala dengan menahan senyumannya itu. Kemudian motornya pun berhenti tepat di sebuah Restoran kecil yang tidak jauh dari tempat tinggal Ametsa.
"Ayo cepat turun, kita sudah sampai," ujar laki-laki itu memberitahu. "Ametsa, kamu berjalan lebih dulu saja."
Gadis tersebut mengangguk dan langsung melangkahkan kakinya menuju ke dalam Restoran dengan kedua matanya yang terus saja memperhatikan sekeliling hingga dimana Ametsa membelalakkan kedua mata ketika menyadari bahwa ternyata tepat di depan sana ada seseorang yang begitu dikenalinya tersebut.
"D-dia 'kan---?!"
Sementara itu seseorang baru saja mendekat ke arahnya dengan kening yang sedikit berkerut. Laki-laki itu menepuk pundak dari Ametsa yang saat ini masih berdiam diri mematung entah sedang memperhatikan siapa.
"Ametsa," panggil Daniel yang kini berpindah menjadi berada di hadapannya. "Apa kamu baik-baik saja?"
Dilihatnya saat ini seorang gadis yang berada di hadapannya masih saja diam sembari memandang ke arah seseorang membuat Daniel yang merasa penasaran pun langsung mengikuti arah pandang dari temannya tersebut.
Daniel yang awalnya biasa saja pun langsung membelalakkan kedua matanya ketika ternyata penyebab Ametsa diam terpaku adalah seorang pria yang baru saja tadi siang bertabrakan dengannya di Cafe membuat laki-laki itu langsung segera kembali memandang gadis tersebut dengan tatapan malasnya.
"Ametsa, ayolah, apa kamu akan terus menjadi seperti orang bodoh di hadapan pria itu?"
"Ya, aku bahkan tidak bisa berhenti untuk berkedip, Daniel. Tolong bantu aku, pria itu benar-benar sempurna sampai aku tidak bisa berpaling darinya."
Melihat bagaimana gadis di hadapannya saat ini yang begitu tergila-gila terhadap seorang pria yang tidak sengaja telah membuatnya terjatuh menjadikan Daniel merasa kesal sendiri dengan orang yang tidak dikenalinya itu.
"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Daniel yang baru saja berdecak kesal. "Sudahlah, aku lebih baik makan saja, sekarang terserah kamu saja."
Setelah itu laki-laki itu pun langsung berlalu pergi meninggalkan Ametsa yang diam-diam masih memperhatikan pria tampan tersebut yang belum juga menyadari kehadirannya. Tetapi tidak lama kemudian ia pun tersadar bahwa Daniel sudah tidak berada di dekatnya membuat dirinya langsung berlari untuk mengikuti temannya tersebut.
"Daniel, tunggulah," ujar Ametsa sedikit berteriak. "Kamu benar-benar akan meninggalkanku, huh?"
"Aku tidak peduli," balas Daniel tanpa ingin menatap temannya itu. "Sekarang terserah kamu saja, mau makan atau menatap pria tampanmu itu!"
Entah kenapa Daniel mendadak menjadi berbeda membuat Ametsa merasa bersalah terhadap laki-laki itu. Ia tahu bahwa dirinya tidak akan pernah bisa berteman lagi bersama dengan seseorang yang sedang bersamanya saat ini jika saja salah satu di antaranya sudah memiliki perasaan.
Setelah mengisi perutnya hingga kenyang, selama perjalanan Daniel mendadak terus saja diam tidak berbicara apapun membuat Ametsa yang melihatnya pun menjadi merasa bersalah terhadap laki-laki tersebut.
Kini Daniel dan Ametsa telah sampai di depan sebuah Rumah besar yang merupakan tempat tinggal gadis itu sendiri. Gadis tersebut sudah menuruni motor dan kini menatap laki-laki yang masih saja diam, bahkan menatapnya pun tidak sama sekali.
Ametsa menghela nafas dengan kedua tangan yang berada di belakang lalu berkata, "Daniel, maafkan aku. Jika ucapanku tadi benar-benar menyakiti hatimu, maafkan aku, dan terima kasih untuk hari ini."
"Aku pergi," ujar Daniel dengan nada bicaranya yang begitu dingin. Kemudian laki-laki itu pun berlalu pergi begitu saja mengabaikan Ametsa yang saat ini memandangnya yang semakin menjauh dengan tatapan sendu.
Malam ini menjadi malam yang begitu membahagiakan bagi seorang Ametsa, tetapi sekaligus pedih bagi Daniel yang sudah berjuang membuat teman yang disukainya itu senang. Gadis itu tahu, tidak seharusnya ia seperti itu tadi di hadapan laki-laki tersebut yang sudah membantunya melupakan kesedihan yang sedang dirasakan olehnya.
"Aku sungguh sangat merindukan kalian."