Chereads / MARRY AN IMAGINARY HUSBAND / Chapter 17 - AMETSA SELALU MENOLAKNYA

Chapter 17 - AMETSA SELALU MENOLAKNYA

Selama bekerja pun Daniel tidak pernah berhenti memikirkan tentang sesosok yang berdiam diri di ujung ruangan sana yang membuat laki-laki itu sedikit hilang fokus.

Bahkan, Jilly yang sedari tadi memanggilnya pun saat ini berdecak ketika mengetahui bahwa seseorang yang berada di hadapannya saat ini sedang melamun seperti itu membuatnya geleng-geleng kepala melihatnya.

"Daniel, bagaimana bisa kau bekerja seperti ini? Kau hanya akan membuat usahaku bangkrut saja."

Laki-laki itu langsung menoleh setelah tersadar dari lamunannya tersebut, kemudian mendapati saudara sepupunya yang saat ini sedang berdiam diri memerhatikannya.

"Banyak pelanggan yang berdatangan, jadi kau jangan banyak melamun, Daniel."

"Aku tahu," ujar Daniel dengan kepala yang tertunduk serta kedua tangan yang saat ini sedang bertumpu pada dinding. Barulah setelah itu ia kembali melanjutkan pekerjaannya dan melayani beberapa pesanan yang datang dengan bantuan Jilly.

Sedari tadi Jilly terus memerhatikan gerak-gerik dari saudara sepupunya tersebut sehingga membuat laki-laki itu menghela nafas seketika.

"Kau bicara bercerita padaku kalau kau mau," tawarnya dengan satu tangan yang saat ini menepuk pundak dari saudaranya. "Aku dengan senang hati akan mendengarkan masalahmu."

Daniel yang sedang memanggang roti pun langsung menghela nafas dan berkata, "Terima kasih, tetapi aku baik-baik saja."

Mendengar perkataan dari saudaranya tersebut membuat Jilly geleng-geleng kepala. Laki-laki itu menghela nafas sebelum akhirnya menatap kepergian Daniel yang sedang mengantarkan pesanan.

Jilly menggaruk pelipisnya dengan kening yang berkerut. Ia sedikit merasa bingung dengan yang sebenarnya terjadi kepada laki-laki itu hari ini yang membuat dirinya khawatir bahwa Daniel akan mengacaukan semuanya.

"Tenanglah, aku akan bekerja dengan benar kali ini," ujar Daniel yang tiba-tiba saja sudah kembali datang. "Kau pergi saja ke ruanganmu."

Kembali Jilly memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini dengan kedua mata yang memincing serta tangan yang berada di pinggang.

"Apa kau yakin?" tanyanya merasa penasaran. "Tidak tahu mengapa, aku merasa kalau kau sedikit kurang baik hari ini."

Daniel yang sedang mencuci piring pun langsung menghela nafas, lalu memutar tubuhnya ke arah dimana Jilly berada dengan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celemek sembari memandang saudaranya tanpa ekspresi.

"Kau takut aku akan menghancurkan Cafemu, 'kan? Baiklah, aku berjanji tidak akan mengacaukannya kali ini, tetapi ..."

Jilly yang sedari tadi berada di hadapannya pun masih diam menatap saudaranya tersebut mendengarkan apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Meskipun aku mengacaukannya, kau bisa meminta ganti kerugiannya nanti kepadaku."

Perkataannya tersebut sontak membuat kedua mata Jilly membelalak, kemudian mendengus kesal sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Aku tahu kalau Paman Hanzo sangatlah kaya, tetapi kau tidak harus berkata seperti itu kepadaku."

Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, Daniel tersenyum melihat saudaranya tersebut yang tidak bisa berkata-kata lagi.

"Apa sekarang kau masih mengkhawatirkannya?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. "Kalau memang begitu, katakan saja yang sebenarnya, aku tidak keberatan."

"Tidak, lanjutkan saja pekerjaanmu. Aku akan ke ruangan."

Setelah itu Daniel melihat Jilly yang langsung memutar tubuhnya berlalu pergi meninggalkannya seorang diri di dapur.

Kini ia harus mengerjakan semuanya dengan benar seorang diri karena dirinya yang tidak ingin membuat Ametsa berada dalam kesulitan hanya karena gadis itu ynag tak bisa datang bekerja.

"Ametsa, kamu sedang apa sekarang?" gumamnya lalu menghela nafas. "Ini gila, aku tidak bisa berhenti memikirkannya."

Kemudian Daniel memijit pangkal hidungnya sejenak sebelum akhirnya kembali mengatakan sesuatu yang membuatnya menghela nafas.

"Ini gila, aku benar-benar tidak bisa berhenti memikirkannya. Dia ... akan berkencan?"

Di sisi lain saat ini Hanzo dan Meyra sedang berada di tepi ranjang dengan kedua matanya yang memandang seorang gadis yang saat ini berbaring membuatnya menghela nafas seketika.

"Ametsa, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Hanzo dengan satu tangannya yang saat ini mengusap puncak kepala gadis tersebut. "Apa kau tahu? Aku benar-benar mencemaskanmu."

Gadis tersebut yang mendengarnya pun langsung menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Hal itu juga yang membuat Meyra dan Hanzo benar-benar merasa ingin mengadopsi Ametsa menjado putri mereka, tetapi Ametsa selalu menolaknya.

"Paman, aku akan baik-baik saja. Percayalah, sebentar lagi aku akan kembali bekerja jadi kau tidak perlu mencemaskanku seperti ini."

Hanzo langsung menghela nafas mendegar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini. Sedangkan Meyra kini menatap dalam ke arah gadis itu dengan penuh kasih sayang.

"Ametsa, sebaiknya kau ikut tinggal bersama kami. Aku akan menjadikanmu sebagai putriku, ikutlah bersama kami."

Gadis itu saat ini menatap Meyra dengan senyuman yang tidak pernah luntur, lalu satu tangannya menyentuh salah satu pipi dari wanita tersebut dengan usapan pelan.

"Terima kasih, aku senang karena kalian peduli padaku dan itu sudah lebih dari cukup untukku. Maaf, aku tidak bisa menerimanya."

Hanzo dan Meyra sudah terbiasa mendengar jawaban seperti ini dari mulut gadis itu sendiri, akan tetapi kapanpun Ametsa membutuhkannya, mereka pasti akan membantunya karena gadis tersebut yang tidak memiliki siapapun lagi di dalam hidupnya.

"Ya sudah, kalau begitu kau harus makan terlebih dahulu. Kau pasti belum makan, 'kan?"

Ametsa langsung menganggukkan kepala dengan senyuamannya yang masih belum menghilang. Sedangkan Meyra yang melihatnya pun kini membalan senyumannya tersebut.

"Baiklah, aku akan membuatkan sesuatu untukmu," ujarnya kepada gadis itu. Kemudian menoleh ke arah dimana suaminya itu berada lalu kembali berkata, "Hanzo, tolong jaga dia sebentar, aku akan segera kembali."

Hanzo pun mengangguk sebagai respon dari perkataan yang dilontarkan oleh wanita yang saat ini sudah berlalu pergi meninggalkan kamar. Kemudian menoleh ke arah Ametsa yang saat ini sedang tersenyum kepadanya.

"Paman," panggil Ametsa. "Aku benar-benar merindukan Ayahku."

Detik selanjutnya ia melihat Ametsa yang menetes air matanya membuat pria itu yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas. Kedua matanya menatap ke arah gadis yang saat ini sedang menangis begitu pilu, gal tersebut juga yang menjadikan dirinya langsung membawa Ametsa ke dalam pelukannya.

"Aku sudah bilang kepadamu, Ametsa," jeda Hanzo dengan kedua matanya yang terpejam memeluk gadis itu. "Aku bisa menjadi Ayah untukmu sampai kapanpun itu, karena aku akan selalu adak untukmu."

Setelahnya Hanzo kembali merasakan seluruh tubuh gadis itu yang bergetar membuat pria tersebut benar-benar merasa terpukul dengan apa yang sedang dirasakan oleh seorang gadis seperti Ametsa.

Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa Ametsa kecil bisa bertahan hidup di Rumah sebesar ini seorang diri dengan atau tanpa seseorang yang akan menemaninya setiap waktu.

Pantas saja, mungkin saat itu kehadiran Daniel hingga saat ini begitu sangat berarti untuk seorang Ametsa.